Oleh: Adelia Intan Setyaningrum
HARI-HARI ini, investasi menjadi seperti camilan favorit khalayak, terutama anak muda. Seperti yang kita tahu, ketika mulai berinvestasi, hal yang diharapkan adalah agar apa yang kita investasikan dapat membawa keuntungan si investor.
Banyak pihak yang memanfaatkan, sehingga lahirlah aplikasi berkedok investasi, yang menjanjikan keuntungan besar bagi para peminatnya. Salah satu aplikasi yang sedang ramai diperbincangkan belakangan ini adalah TikTok Cash.
Dilansir dari Liputan 6, Tongam Lumban Tobing, selaku Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menduga, kegiatan TikTok Cash merupakan money game. Member yang membeli paket keanggotaan ditawari keuntungan sangat besar.
Paket keanggotaan yang ditawarkan oleh TikTok Cash ini beragam. Ada paket keanggotaan magang sampai dengan tingkatan keanggotaan pengawas. Harganya juga beragam. Salah satunya, paket pengawas yang dibanderol dengan harga Rp 4.999.000. Dari paket tersebut, para member yang mendaftar dijanjikan mendapat komisi satu tahun sebesar Rp 120.000.000 hanya dengan mengerjakan misi dari TikTok Cash, like, dan menonton video dari TikTok, lalu screenshoot hasil misi mereka untuk ditukarkan dengan uang yang dapat dicairkan ke rekening.
Dengan hanya menjalankan misi yang sangat mudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar, wajar jika akhirnya TikTok Cash meraih banyak peminat. Mereka bahkan mengklaim sudah ada 500 ribu orang yang bergabung menjadi anggota.
Karena ramainya pengguna, TikTok pun memberikan pernyataan yang menohok, bahwa mereka tidak pernah berafiliasi dengan situs mana pun yang meminta uang dari penggunanya.
Perkembangannya, TikTok Cash diblokir oleh Kominfo. Para penggunanya banyak yang merasa kecewa, karena mereka telah tertipu oleh aplikasi berkedok investasi, aplikasi bodong yang menjanjikan kekayaan hanya dengan melalui jari. Modal yang mereka harapkan kembali, sekarang hilang terblokir bersama harapan mereka.
Lalu bagaimana seharusnya kita merespons fenomena ini? Kita harus melihat terlebih dahulu dengan jelas legalitas dari lembaga dan produk aplikasi tersebut. Apakah perusahaan ini memiliki izin atau tidak. Selain itu, harus kita lihat pula dengan logika, apakah bisnis atau pekerjaan yang diminta oleh instansi tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan imbalan yang akan kita dapat? Atau malah mencurigakan?
Pentingnya Literasi Digital
Indonesia memiliki penduduk dengan pengguna internet yang sangat besar, sekitar 170 juta jiwa. Jika khalayak tidak terliterasi dengan baik, mereka tidak akan tahu apa itu money game, yang ujungnya merugikan si pengguna.
Tidak sedikit pengguna TikTok Cash yang beranggapan, ketika mereka menjalankan misi aplikasi tersebut, akan terhubung dengan internet celebrity dan nantinya akan menghasilkan hubungan win-win solution, karena grafik TikTok-nya akan naik setelah mereka like, dan menonton video misi tersebut. Padahal sebenarnya tidak. Satgas Waspada Investasi OJK bahkan menemukan indikasi, TikTok Cash ini menganut Pola Ponzi yang dilarang oleh pemerintah Indonesia.
Kita harus waspada terhadap berbagai macam modus investasi bodong. Dengan modal sangat kecil, kita mampu mendapatkan uang yang sangat besar dengan cara sangat mudah.
Rutinlah melakukan pengecekan kepada Otoritas Jasa Keuangan atau mengikuti berita yang sudah terverifikasi, agar kita tidak menjadi korban penipuan berkedok investasi. Hindari berbagai macam konten yang mencurigakan, tidak resmi dan tidak berizin. Jangan langsung terprovokasi oleh kemudahan dan keindahan teknologi yang ada di depan mata.
Inilah pelajaran nan berharga bagi kita semua. Kita sadar, betapa penting literasi media dan literasi digital dalam kehidupan bersama.
Adelia Intan Setyaningrum, Mahasiswa Fiskom UKSW Salatiga