Foto : Ilustrasi by freepik

SUARABARU.ID :Pendidikan adalah pondasi utama untuk membentuk masa depan bangsa. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang adil dan berkualitas. Pendidikan harus didapatkan berdasarkan cara yang adil, karena ini akan menjadi pembelajaran bagi kehidupan mereka kedepannya. Namun, kenyataannya sering kali menunjukkan bahwa pendidikan yang seharusnya menjadi hak semua pihak dan didapatkan dengan cara yang adil dan jujur, malah terkadang dirusak oleh oknum oknum yang melakukan praktik kecurangan dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Praktik ini telah menjadi masalah yang berulang setiap tahunnya, seolah-olah sudah menjadi kebiasaan. Alasannya beragam, diantaranya banyak orang tua yang merasa terdesak untuk memastikan anak-anak mereka dapat diterima di sekolah favorit. Mereka menganggap hal tersebut bisa menjamin masa depan anaknya yang lebih baik. Alasan ini tidak sepenuhnya salah, namun dapat membuka celah untuk munculnya praktik kecurangan pada sistem pendidikan.

Di banyak daerah, sudah menjadi hal yang biasa jika ada yang menggunakan kecurangan untuk mendapatkan kursi di sekolah favorit. Mereka yang mudah tergoda melakukan kecurangan ini beralasan ingin memberikan yang terbaik bagi anak mereka, misalnya agar anak bisa bersekolah dekat dengan rumah atau mendapatkan fasilitas yang lebih baik. Padahal kenyataannya, keinginan mereka membuat anak merasa adanya akses yang mudah dalam meraih sesuatu, asalkan memiliki banyak uang dan kekuasaan. Kasus kecurangan ini terjadi karena kemudahan akses dan adanya faktor pendukung yang membantu mereka dalam hal tersebut. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang seharusnya tidak ada dalam dunia pendidikan. Banyak anak-anak dan orang tua di luar sana yang berusaha dengan maksimal untuk mendapatkan tempat pendidikan yang mereka inginkan melalui jalur legal. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang memegang teguh nilai-nilai moral dan etika, bukan menjadi tempat bagi praktik yang merusak integritas tersebut.

 

Laporan yang diterima oleh JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia), per-tanggal 20 Juni 2024, menunjukkan bahwa ada 162 laporan pengaduan terkait kecurangan dalam proses PPDB. Dari laporan tersebut, ditemukan sejumlah kasus, seperti tipu-tipu nilai di jalur prestasi (42%), manipulasi Kartu Keluarga di jalur zonasi (21%), mutasi (7%), ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi (11%), hingga dugaan gratifikasi (19%). Tentu saja, semua ini memberikan gambaran tentang betapa sistem PPDB kita masih rentan terhadap kecurangan dan ketidaktransparanan. Praktik kecurangan yang marak terjadi ini memberi dampak negatif yang besar. Tidak hanya bagi orang tua, tapi juga bagi anak-anak yang seharusnya berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan. Anak anak yang tidak terlibat dalam praktik kecurangan justru merasa tidak adil, karena mereka harus bersaing dengan anak-anak yang mendapatkan akses melalui jalur ilegal. Hal ini tentunya merusak kualitas pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat untuk mengajarkan nilai-nilai jujur, disiplin, dan sesuai norma, malah dipenuhi dengan ketidakadilan dan manipulasi.

 

Selain itu, kecurangan semacam ini juga mencerminkan adanya masalah mendalam dalam sistem pengawasan dalam PPDB itu sendiri. Tanpa adanya pengawasan yang ketat dan transparansi dalam setiap tahap proses penerimaan, maka sistem ini akan terus rentan terhadap penyalahgunaan. Pemerintah telah berusaha membuat terobosan dengan Komitmen Bersama yang melibatkan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) untuk mendukung PPDB yang lebih objektif, transparan, dan akuntabel. Namun, kita harus bertanya-tanya, sejauh mana hasil dari terobosan ini mampu mengatasi praktik curang yang terus berulang? terutama pada PPDB yang akan dilaksanakan pada tahun 2025.

 

Seharusnya orang tua, masyarakat, maupun pemerintah, memiliki kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral dan etika dalam dunia pendidikan. Semua pihak harus berkomitmen untuk menjaga sistem pendidikan yang adil dan transparan. Orang tua harus memahami bahwa melakukan kecurangan untuk mendapatkan sekolah favorit tidak hanya merugikan anak-anak mereka, tetapi juga merusak masa depan generasi muda. Pihak sekolah pun harus tegas dalam menjalankan prosedur yang sudah ditetapkan dan tidak memberi ruang bagi praktik-praktik curang yang dapat merusak integritas pendidikan.

 

Peran pemerintah juga sangat penting dalam memastikan bahwa proses PPDB berjalan dengan transparan dan akuntabel. Tidak cukup hanya dengan membuat terobosan atau kebijakan baru, namun juga harus ada pengawasan yang efektif dan sanksi tegas bagi pelaku kecurangan. Transparansi dalam pengelolaan data, penggunaan sistem digital yang lebih akuntabel, serta penguatan regulasi terkait PPDB harus menjadi prioritas yang sangat diutamakan.

 

Pada akhirnya, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menciptakan dunia pendidikan yang jujur, adil, dan berkualitas. Sistem pendidikan yang bersih dari praktik kecurangan akan membuka kesempatan yang sama bagi semua anak, tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau latar belakang keluarga mereka. Ini adalah langkah yang penting untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki integritas dan nilai-nilai moral yang baik. Jika kita menginginkan pendidikan yang benar-benar mengutamakan keadilan dan kualitas, maka sudah saatnya untuk menghentikan normalisasi kecurangan dalam PPDB. Setiap pihak harus berkomitmen untuk mengemban tanggung jawab ini, karena masa depan bangsa sangat bergantung pada pendidikan yang bersih, jujur, dan berintegritas.

Penulis : Marsya Asmarjeni Fadilah ( Mahasiswi Komunikasi Digital dan Media IPB University