blank
Ilustrasi. (scom)

Oleh: Dony, S-wardhana

blankMENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata   “ga·lau”, “ber·ga·lau berarti “sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran)”; sedangkan “ke·ga·lau·an”  memiliki makna “sifat (keadaan hal) galau” . Seiring berjalannya waktu, kata “galau” dapat bermakna perasaan/pikiran bingung karena menghadapi pilihan, perubahan, putus asa, labil, sedih dan biasanya diekspresikan dengan mengeluh atau bingung.

Dalam bahasa Inggris kata “galau” dapat dipadankan dengan “anxiety” (= kegelisahan, kekhawatiran, keinginan yang besar). Sigmund Freud (pendiri aliran psikoanalisis) mengatakan bahwa “anxiety” atau “kecemasan” memiliki tiga jenis yakni kecemasan akan terjadinya sesuatu yang tidak diketahui (kecemasan neurotis), kecemasan karena takut melakukan sesuatu yang tidak sesuai moral (kecemasan moral), dan kecemasan karena bahaya yang datang dari dunia luar yang mungkin terjadi (kecemasan realistis).

Dalam masa pandemi virus corona (covid-19) di Indonesia yang  berlangsung hampir satu tahun ini kiranya perlu dicermati  kembali tentang kegalauan yang sedang dialami  oleh banyak orang. Hampir semua orang merasa galau  karena pandemi covid-19 belum ada tanda-tanda akan segera berakhir.

Meskipun sudah ada secercah harapan untuk bisa kembali hidup normal ketika pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa seluruh rakyat  Indonesia akan mendapatkan vaksin covid -19 gratis dan vaksinasi sudah dimulai pada bulan Januari 2021. Covid-19 bisa menginfeksi siapa saja, tidak pandang apa latar belakangnya.

Bukan hanya pemerintah yang berusaha menyeimbangkan antara kesehatan dan ekonomi bagi rakyatnya. Setiap orang juga harus berusaha untuk tetap bekerja menjaga kondisi ekonomi dan kesehatannya. Kesehatan dan ekonomi harus berjalan seimbang. Orang bisa sehat bila ekonominya tercukupi. Agar ekonomi tercukupi maka bekerja adalah suatu keharusan.

Hakikat bekerja yakni untuk memenuhi kebutuhan hidup. Abraham Maslow mengemukakan adanya  Hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) yaitu bahwa setiap kebutuhan dari lima kebutuhan individu harus dipenuhi secara bertahap.

Dimulai dari yang paling dasar, kelima kebutuhan tersebut  adalah: (1) Kebutuhan Bertahan Hidup (fisiologis) yakni bernafas, makan , minum, sex, tidur, buang air. (2) Kebutuhan akan rasa aman seperti keamanan pada tubuh, pekerjaan, sumber,  keluarga, kesehatan, harta. (3) Kebutuhan rasa cinta/dimiliki (keluarga, persahabatan, hubungan intim. (4) Kebutuhan akan penghargaan diri/prestise/esteem seperti harga diri, percaya diri, pencapaian, menghormati dan dihormati orang lain. (5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri seperti moralitas, kreativitas, spontanitas, pemecahan masalah, tidak berprasangka, menerima kenyataan.

Sayangnya, banyak orang tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut dan menjadi galau.  Ingatlah bahwa menang adalah ketika hati tenang dan kalah adalah saat hati kalut oleh amarah.

Bersyukur atas pekerjaan yang sedang digeluti adalah kunci untuk menembus rasa galau ketika tidak puas pada pekerjaan. Dengan bersyukur kita menjadi gembira saat bekerja.

Kegembiraan itu dapat dicapai bila ketika sedang galau kita mampu melakukan refleksi diri, dapat mengidentifikasi tantangan yang ada dan selalu fokus untuk menemukan kebahagiaan dalam pekerjaan dan hidup. Do what you love & love what you do, the money will follow. Perasaan selalu gembira dapat meningkatkan imunitas (kekebalan) tubuh terhadap serangan penyakit.

Ini sejalan dengan anjuran pemerintah agar kita meningkatkan/memperkuat  iman kita supaya  imun kita bertambah sehingga aman dari segala penyakit termasuk covid-19.

Di samping juga harus selalu menjaga kesehatan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan dengan menjalankan 3 M: Memakai masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Semoga…

Dony, S-wardhana, Dosen FIB Udinus, penulis buku ‘100% Anti Nganggur”