KUDUS (SUARABARU.ID) – Sudarji, kakek sebatang kara berusia 85 sebatang kara bertahan hidup di sebuah gubug reyot, di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo. Dan ironisnya, gubug reyot tersebut juga harus didirikan di pekarangan milik tetangganya.
Gubug yang ditinggali Sudarji sangat memprihatinkan. Berada di tepian sungai dan di dekat kuburan, gubug berukuran sekitar 2,5 meter x 2,5 meter tersebut hanya berdinding plastik terpal. Begitu juga atapnya juga hanya terbuat dari banner bekas.
Di dalam gubug, terdapat dipan reyot dengan kasur tipis tempat Sudarji menjejakkan punggung. Beberapa lembar pakaian Sudarji nampak teronggong dalam boks karton di tepi tempat tidurnya.
Tak ada perkakas rumah tangga yang nampak di dalam gubug tersebut. Barang berharga yang terlihat hanya sepeda tua yang biasanya digunakan Sudarji bepergian.
Satu-satunya penerangan gubug tersebut hanya sebuah lampu neon dengan listrik nyalur dari tetangga. Tak terlihat sarana MCK atau sumur untuk pemenuhan kebutuhan air bersih.
Menurut Sudarji, gubug tersebut baru seminggu dibuatkan oleh Supangat, sang pemilik lahan. Ini lantaran gubug lama Sudarji yang berada di seberang jalan, terletak persis di tepian sungai dan rawan terkena banjir.
“Ini baru seminggu dibuatkan Pangat (sang pemilik lahan, red) karena gubug yang lama khawatir terkena banjir,”ujar Sudarji sambil menunjuk gubug lamanya yang hanya berjarak sepelemparan batu.
Antara gubug lama dan baru yang ditempati Sudarji sama-sama mengenaskan. Meski berukuran sedikit lebih besar, namun gubug lamanya juga tak kalah reyot. Berdinding anyaman bambu yang sudah lapuk dan beratapkan daun rumbia, gubug tersebut ditinggalkan karena berada di dataran yang lebih rendah.
Di gubug yang berdiri juga di tanah milik orang tersebut, Sudarji hanya menyisakan beberapa ekor ternak ayamnya yang berada di kandang bambu. “Ayamnya biar di situ. Saya hanya pindah ke sini karena kuatir banjir,”kata Sudarji dengan suara yang mulai tak jelas.
Sebatang Kara
Sudarji menuturkan, dirinya kini sebatang kara lantaran anak dan isterinya sudah meninggal. Dia tinggal di gubug setelah rumah lamanya terjual lima tahun silam setelah anaknya meninggal.
Sudarji memilih tinggal di gubug karena pekerjaannya sebagai tukang bersih-bersih makam yang letaknya berada di seberang sungai. Meski demikian, dia mengaku cukup bahagia dan mensyukuri semua rejeki yang didapatkannya.
Menurutnya, untuk kebutuhan sehari-hari, dia mendapatkan uang sekedarnya dari peziarah yang ingin makam sanak familinya dibersihkan. Terkadang, dia juga bekerja membuat perabot rumah berbahan bambu seperti tangga atau perkakas lainnya.
Untuk makan, Sudarji memilih memasak sendiri. Terkadang, tetangga sekitar pun berbaik hati dengan memberikan bahan makanan ke kakek renta ini.
“Bagaimanapun hidup dan berapapun rejeki yang saya terima, harus disyukuri. Saya tidak ada masalah,”katanya.
Tm-Ab