blank
Ketua K-SPSI Kudus Andreas Hua (tengah) saat menyampaikan pandangannya terhadap UU Cipta Kerja dalam diskusi yang digelar GP Ansor Kudus. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Kabupaten Kudus memastikan tidak akan turun ke jalan untuk menolak UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR RI.  Ketua K-SPSI Kabupaten Kudus Andreas Hua menegaskan, organisasinya memilih mengawal penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan UU tersebut.

Hal tersebut disampaikan Andreas Hua pada diskusi nasib buruh pada pengaturan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja yang digelar Ansor Kudus, Selasa (13/10). “Kami memilih wait and see sambil menunggu penerbitan PP dan Perpres dari UU tersebut,”kata Andreas.

Hadir pada diskusi tersebut Ketua dan Wakil Ketua Apindo Bambang Sumadiyono dan Nadjib Hassan, serta pengamat kebijakan publik yang juga Ketua PRD Jawa Tengah Kholid Mawardi.

Andreas mengakui sejauh ini dirinya belum tuntas membaca keseluruhan isi dari UU Cipta Kerja. Bahkan, pada awal-awal disahkan, pihaknya sempat ikut termakan hoax pasal-pasal dalam UU yang pada kenyataannya hal tersebut tidak benar.

“Setelah kami diundang Pak Ganjar (Gubernur Jateng, red), ternyata apa yang kami pahami sebelumnya keliru. Informasi mengenai adanya penghapusan pesangon, upah sesuai jam kerja, maupun isu lain yang merugikan pekerja, sepenuhnya tidak benar,”tandas Andreas.

Andreas mengatakan, SPSI menyadari realita kehidupan ketenagakerjaan di Kudus. Karena itu pihaknya tidak ingin terburu-buru menyikapi disahkannya RUU tersebut. Apalagi saat ini beredar banyak versi RUU yang telah disahkan DPR RI tersebut.

Wakil Ketua Apindo Kudus Nadjib Hassan memiliki pandangan lain. Dari UU yang ia baca, posisi Pengusaha juga banyak dirugikan atas pengesahan UU Omnibuslaw tersebut. “Jika banyak disebut buruh yang dirugikan, setelah saya cermati posisi pengusaha juga dirugikan. Banyak yang mengatakan pengusaha diuntungkan, ternyata tidak juga. Dalam pengesahan regulasi tentu saja ada plus dan minusnya,” katanya.

Ia mencontohkan, dalam UU ketenagakerjaan pengusaha dimungkinkan mengajukan penangguhan penerapan upah minimum. Namun dalam UU Omnibuslaw yang ia baca, kemungkinan pengajuan penangguhan UMK itu tidak muncul.

Sementara itu Kholid Mawardi mengatakan banyak kejanggalan dalam pengesahan RUU Omnibuslaw. Selain waktu yang sangat cepat dengan isi aturan yang beragam, ia juga menyoroti pengesahan Omnibuslaw di tengah suasana pandemi Covid-19 saat ini.

Ia menilai pengesahan UU Cipta Kerja ini itu justru akan menjadi ganjalan Presiden Jokowi pada pemerintahannya yang terakhir ini. Menurut dia, UU ini sarat mengakomodasi kepentingan pengusaha besar untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

“Pengesahan yang tergesa-gesa dimana drafnya tidak pernah disampaikan ke publik, ini tentu menimbulkan tanda tanya besar. Atas hal itulah kami menyatakan menolak dan siap untuk melakukan aksi lagi,”tandas Kholid.

Tm-Ab