blank
Sebanyak 16 pendeta berfoto bersama setelah memberkati Pdt. Didik Yulianto sebagai pendeta di GKJ Semarang Barat. Foto: Wied

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Didik Yulianto, S.Th., C.C.M. ditahbiskan sebagai Pendeta Gereja Kristen Jawa Semarang Barat di Gereja Induk Jalan Hasanuddin G.19 Semarang, Sabtu (10/10). Sebanyak 16 pendeta melakukan pemberkatan atas diri Pendeta Didik Yulianto, yakni para pendeta emeritus dan pendeta aktif di wilayah GKJ Klasis Semarang Barat, serta seorang pendeta GKI Gereformeerd.

Pendeta Didik Yulianto ditahbiskan sebagai pendeta setelah melalui proses pemilihan, bimbingan, sejak tahun 2018. Kemudian mengikuti ujian peremtoar pada 3 Agustus 2019, dan selanjutnya menjadi vikaris dan menjalani masa vikariat dari bulan Agustus 2019 sampai ditahbiskan pada 10 Oktober 2020.

Pendeta Didik Yulianto berasal dari lereng Gunung Merbabu, di Dusun Kedakan, Kenalan, Pakis Kabupaten Magelang. Dia lulusan Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana Yogyakarta, dan lulus program seminarium di fakultas yang sama.

Ibadah penahbisan dipimpin oleh Pendeta Sediyoko, M.Si dan selanjutnya Pdt. Drs. Bambang Irianto, S.Th., M.Min menyampaikan pertelaan penahbisan. Setelah itu seluruh pendeta yang hadir, sebanyak 16 orang melakukan pemberkatan.

Dalam khotbah sulungnya, Pdt. Didik Yulianto mengambil tema “Gereja Tanpa Tembok”. Dia mengutip lirik lagu dangdut ciptaan Abah Lala yang berjudul “Wong Edan Kuwi Bebas”. Dikatakan, lagu ini menyampaikan pesan tentang seseorang yang tidak mau dirusuhi atau diganggu. Tetapi, bila orang tersebut mengganggu orang lain, anggap saja dia “wong edan” atau orang gila.

“Orang gila itu hanya memikirkan egonya sendiri, tanpa peduli pada orang lain,” kata Pdt. Didik Yulianto.

Dia mengajak untuk merefleksikan Lukas 11 ayat 14 sampai 19, dikaitkan dengan aplikasinya di dalam kehidupan bergereja. “Realitanya manusia adalah makhluk social yang saling membutuhkan, maka tidak mungkin dalam kehidupan bergereja masing-masing hanya memikirkan dirinya sendiri, karena gereja adalah kehidupan bersama,” katanya.

Sebagai bagian dari keutuhan gereja, maka warga gereja yang di dalamnya ada jemaat bersama para pelayan yaitu majelis, termasuk di dalamnya pendeta harus bersedia menghilangkan tembok egoism dan menggantinya dengan kehidupan yang saling peduli untuk membangun kesatuan gereja.

Ibadah penahbisan dilanjutkan dengan sambutan yang diawali oleh Ketua Majelis GKJ Semarang Barat, Pnt. Mugiyo Hartono. Dikatakan, GKJ Semarang Barat yang sudah berusia 56 tahun telah menjalankan misi pelayanannya. GKJ Semarang Barat harus mengembangkan diri menghadapi perubahan zaman. Mampu mengantisipasi dan menyesuaikan cara hidup dan proses kerja secara fundamental.

“Pada era industry 4.0 dan society 5.0 GKJ Semarang Barat bersama gereja-gereja lain harus mampu dan tetap berkomitmen untuk melaksanakan misi karya Allah di muka bumi,” kata Mugiyo Hartono.

Berkaitan dengan penahbisan Pendeta Didik Yulianto ini, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Provinsi Jawa Tengah Taslim Sahlan menyempatkan diri hadir, setelah mengikuti acara FKUB di Makodam, Watugong Semarang.

blank
Ketua FKUB Jateng KH Taslim Sahlan mengucapkan selamat kepada Pdt. Didik Yulianto dengan menggenggam tangannya. Untuk sesi foto ini memang sengaja dalam beberapa detik masker dilepas dan setelah itu dikenakan kembali kemudian keduanya mencuci tangan pakai sabun. Foto: wied

Penerang Bukan Penyerang
Taslim Sahlan selain menyampaikan selamat kepada GKJ Semarang Barat yang telah menahbiskan pendeta baru, juga menyatakan, penahbisan ini bukan semata bermanfaat bagi GKJ Semarang Barat.

“Penahbisan pendeta juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar, bagi umat agama lain. Jemaat GKJS Semarang Barat diharapkan bisa menjadi model atau contoh bagi masyarakat luas dalam mengekspresikan keberagamaan yang inklusif,” kata Taslim.

Dia juga menegaskan, bahwa agama yang diyakini oleh umatnya harus menjadi nasihat dan perekat bukan penyekat. “Pancaran keimanan kita harus terus-menerus menjadi penerang bukan menjadikan saling menyerang. Kita harus saling menguatkan saling menyapa dan bekerja sama antarumat beragama,” ujarnya.

Acara penahbisan Pendeta Didik Yulianto sebagai pendeta di GKJ Semarang Barat ini dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Gereja yang bisa menampung sekitar 350 jemaat, hanya diisi kurang dari 100 orang dengan penataan tempat duduk berjarak satu dengan yang lain.

Ketua Majelis Pnt Mugiyo Hartono juga menyatakan, ada beberapa majelis gereja di wilayah klasis Semarang Barat yang sudah dikirimi undangan, terpaksa dibatalkan.

“Kami mohon maaf membatalkan undangan bagi para majelis tersebut, karena kami menjadi protokol kesehatan dengan membatasi jumlah tamu yang hadir,” katanya.

Peserta ibadah diukur suhu badannya ketika memasuki halaman gereja, kemudian wajib cuci tangan, dan juga disiapkan tim kesehatan dari RS Panti Wilasa Citarum.

Widiyartono R.