blank
Massa yang mengatasnamakan Aliansi masyarakat Peduli Covid-19 Kabupaten Kudus saat melakukan aksi. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Belasan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Covid-19 (APEC19)  menggelar aksi unjuk rasa terkait penanganan covid-19, Senin (24/8).  Dalam aksi tersebut, massa memprotes kebijakan Pemkab Kudus yang dinilai gagal dalam menangani pandemi Covid-19 di Kabupaten Kudus.

Aksi protes mereka dimulai dari menggelar orasi terbuka di Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus.  Sembari membawa spanduk bertuliskan aksi protes, mereka pun menyuarakan kekecewaannya.

Aksi kemudian berlanjut dengan jalan kaki menuju Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus sembari terus berorasi. Hingga akhirnya para demonstran menggelar audiensi terbuka dengan pimpinan DKK Kudus.

Koordinator APEC19 Agung Setiadi mengatakan, penanganan Covid-19 di Kudus dinilai sangat lamban. Selain itu, pihaknya juga menyoroti kebijakan pemkab yang dinilai tidak memiliki arah yang jelas dalam mengatasi pandemi beserta dampak-dampak yang diakibatkannya.

Padahal, kata Agung, jumlah anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sangat besar. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan pengambilan kebijakan yang benar-benar menyentuh permasalahan.

“Tiap kali ada rapat pimpinan daerah, hasilnya sama saja. Protokol kesehatan terus, tidak ada hasil yang kongkrit untuk menangani Covid-19 di Kudus ini. Akibatnya, program yang ada terkesan hanya menghambur-hamburkan anggaran,” katanya.

Agung juga mencontohkan dalam proses pemakaman pasien Covid-19. Selama ini, tidak terlihat peran Dinas Kesehatan untuk ikut serta terlibat dan bertanggung jawab atas hal tersebut. “Yang ada, Dinas Kesehatan hanya menyerahkan tugas itu pada relawan. Dan ironisnya, tidak ada anggaran untuk relawan sepeser pun,”tandasnya.

Senada, Didik HS, peserta aksi lain menyayangkan koordinasi antar instansi dalam penanganan Covid-19 juga sangat lemah. Didik mencontohkan, mengenai data pasien yang meninggal, seringkali tidak diimbangi koordinasi yang baik antara Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan.

“Petugas DKK bekerja hanya sesuai jam kerja, padahal Covid-19 mengharuskan waktu 24 jam untuk menghadapinya.Dan terbukti, petugas DKK pun tak pernah memiliki update data yang benar mengenai jumlah pasien yang positif hingga yang meninggal,”tukasnya

blank
Massa saat mempertanyakan penanganan Covod-19 di kantor Dinas Kesehatan. foto:Suarabaru.id

Bantah Lamban

Sementara, Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus membantah tidak transparan dan melakukan manipulasi data pasien Covid-19 untuk kepentingan tertentu. Namun demikian DKK mengakui kelambanan dalam update jumlah pasien Covid-19 karena sangat tergantung pada laporan pihak rumah sakit yang menangani pasien.

“Lamban karena bergantung pada notifikasi dari masing-masing rumah sakit,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kudus, Joko Dwi Putranto saat menemui massa aksi.

 

Ditambahkan oleh Sekretaris DKK, Mustianik, menjelaskan terkait dugaan adanya manipulasi data Covid-19 untuk mendapatkan anggaran, bukan menjadi tanggung jawabnya. Hal itu karena data Covid-19 yang didapatkan, berasal dari rumah sakit.

Terkait dengan anggaran, terdapat Rp 15 miliar untuk penanganan Covid-19 yang dikelola Dinkes Kudus. Penggunaan anggaran tersebut, dinilainya sudah transparan. Setiap dilakukan lelang dilakukan terbuka, disaksikan oleh Inspektorat.

“Untuk penyerapan, kami tidak pakai lelang sudah bisa, sudah resmi. Kita saat beli APD kita libatkan inspektorat, kita tidak pernah menunjuk satu orang. Kita terbuka, seperti beli APD sekarang harganya tidak wajar maka kami ada pendampingan dari inspektorat,” tambah Mustianik.

Tm-Ab