Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
(Hari ini, Senin istimewa: Mari kita merenungkan penuh syukur, MERDEKA)
TADI malam ikut tirakatan? Di mana saja ada kegiatan tirakatan? Bapak Gubernur Ganjar Pranawa mengizinkan masyarakat di mana pun melaksanakan kegiatan malam tirakatan seraya tetap memperhatikan protokol kesehatan: tetap memakai masker, cucit angan bersih-bersih, dan jaga jarak.
Kalau tirakatan semalam belum merasa memuaskan, – apalagi belum terjadi – , bolehlah malam nanti tirakatan itu “dirayakan” Angka 75 tentulah jauh lebih bermakna dibandingkan misalnya dengan angka 74; dan seandainya tidak sedang pandemi Corona, bisa kita bayangkan ingar-bingar suka cita penuh kemeriahan peringatan hari kemerdekaan tahun ini.
Namun karena masih sedang dalam kondisi yang belum memungkinkan untuk ingar binger perayaan, tirakatan secara sederhana cukuplah untuk merayakan kemenangan: MERDEKA!
Tirakatan
Tirakatan, asal saka tembung tirakatmemiliki empat arti yakni (a) jagongan lek-lekan, (b) jagongan nalikane duwe gawe, (c) padha ziarah, dan (d) peziarahan. Kegiatan tirakatan sebagai mana disebutkan di atas, tentulah lebih dekat artinya/maknanya ke (a).
Pertanyaannya ialah: Seberapa kuat Anda semalam, atau mungkin nanti atau besok malam akan jagongan lek-lekan, semacam begadang, yakni tidak tidur dalam kurunwaktu yang biasanya orang sudah tidur.
Tentang tirakatan banyak pihak yang sering salah kaprah melakukannya, yakni sekedar omong-omong di pos ronda sampai pukul 22.00 sudah menyebutnya sebagai kegiatan tirakatan. Inti tirakatan itu pada lek-lekan-nya, yaitu tidak tidur dalam waktu sampai larut pagi.
Kalau pulang dari pos ronda pukul 22.00 tadi, lalu sampai di rumah berlanjut nonton TV sampai larut pagi, itu tidak bisa disebut sebagai tirakatan.
Jadi, tirakatan (arti a dan b. di atas) itu kegiatan komunal di malam hari berupa jagongan, yakni bicara-bicara membahas topic tertentu seraya ada permohonan dan dilakukan sampai larut malam bahkan larut pagi.
Beda tirakatan, beda pula “turu kadhar.” Tirakatan kegiatan utamanya lek-lekan (tidaktidur) disertai bersyukur dan bermohon dan cenderung dilakukan oleh sekelompok orang; sementara turu ka dhar ialah ing wayah bengi, turu ing jabaning omah karo nyenyuwun.
Kegiatan turu kadhar pasti dilakukan di luar rumahnya, seperti di halaman atau pekarangan rumahnya, bahkan mungkin di kuburan, di malam hari, bukan untuk tidak tidur, melainkan justru tidur dengan ujub permohonan (tertentu). Itulah mengapa, turu kadhar cenderung merupakan kegiatan personal.
Mengapa kegiatannya justru tidur? Di tempat yang relative sepi, pemohon berharap tidurnya tidak terganggu dan selama tidur itu ada petunjuk lewat mimpi, misalnya.
Oleh karena itu turu kadhar besar kemungkinannya dilakukan berulang-ulang dalam arti bermalam-malam sampai seseorang merasa sudah memperoleh petunjuk atas permohonannya. Hal yang tidak sama dengan tirakatan yang mungkin saja hanya dilakukan satu malam saja.
Bermohon dan Bersyukur
Lewat melek-melek (tidak tidur) ataupun justru dengan kegiatan utama tidur; keduanya menyiratkan hal sama yang sangat penting, ialah bersyukur dan bermohon.
Tirakatan terkait ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia pastilah berintikan pada ucapan penuh syukur atas hasil perjuangan merebut kemerdekaan 75 tahun yang lalu, disertai permohonan tiada henti agar di tahun selanjutnya dan selanjutnya kemerdekaan itu semakin bermakna.
Pasti ada seribu satu permohonan di balik satu ucapan syukur; ada rupa-rupa mimpi ke depan di balik satu ucapan syukur kemerdekaan.
Baca Juga: “Masang Taji” Semakin Menarik Saja!
Dalam konteks bersyukur dan bermohon lewat kegiatan tirakatan, orang boleh saja lalu melanjutkannya lewat kegiatan turu kadhar. Maksudnya, kegiatan bersyukur penuh bermohon secara tirakatan komunal, sangatlah boleh bahkan bagus jika disertai juga dengan kegiatan individual turu kadhar
Secara lebih filosofis, hal-hal yang dikatakan di atas dapatlah dirumuskan demikian: setiap pribadi manusia memiliki kemerdekaan diri, tetapi ia senantiasa berada di dalam kemerdekaan komunal (sosial).
Dalam hal doa bersyukur dan bermohon pun, kemerdekaan individual dan komunal itu tetap harus dapat beriringan bahkan beririsan saling melengkapi dan menguatkan.
Menggemakan 75 tahun kemerdekaan RI juga berupa kegiatan personal dan komunal sosial, karena pada hakikatnya bahkan mimpi-mimpi kita tentang kemajuan negeri ini, juga harus berupa perpaduan antara mimpi personal dan komunal.
MERDEKA!! Sekali merdeka, tetap merdeka, Republik Indonesia kita.