SOLO (SUARABARU.ID) — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) bekerjasama dengan Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAM-I) menggelar Seminar Online bertajuk “Kontribusi Mahasiswa dalam Mengawal Pilkada 2020 Berintegritas dan Damai”.
Diskusi yang digelar pada Sabtu, 15 Agustus 2020 ini diikuti oleh seratusan peserta di Solo Raya melalui platform Zoom Meeting. Peserta adalah mahasiswa, pemuda, OKP, dan aktivis kampus di Solo Raya.
Pilkada serentak 2020 akan dilaksanakan pada Desember 2020. Pemungutan suara serentak ini akan berlangsung di 270 wilayah di Indonesia: 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.
Meski begitu, yang sangat berbahaya dari atmosfer politik kita hari ini adalah menguatnya sentimen parsial yang dibingkai dalam politik identitas. Politik identitas, sebagaimana kita tahu, selalu mewartakan narasi-narasi yang bersinggungan dengan masalah suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) dalam ruang politik.
Pola ini cukup bahaya bukan hanya karena menumpulkan rasionalisasi pemilih, tetapi juga akan makin meretakkan keakraban warga negara.
Mewakili Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS, Wahid Mu’tasim Billah menjelaskan, mahasiswa dan pemuda sebagai entitas masyarakat Indonesia wajib mengambil peran dalam setiap ajang pemilu lima tahunan ini.
Setidaknya, ada dua hal yang penting dilakukan oleh pemuda dan mahasiswa. Pertama, sebagai agent of change dirasa perlu untuk mengisi pos pos kepemimpinan agar bisa memberikan dampak langsung bagi masyarakat.
“Kedua, mahasiswa, pemuda dan milenial yang notabene dekat dengan tren kekinian, harus menjungjung tinggi integritas dan kedamaian. Hindari segala hal-hal yang berpotensi menyulut api kebinekaan yang telah lama kita rajut. Pilkada 2020 mesti menjadi ajang seleksi kepemimpinan tetapi tetap melalui cara yang santun,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik dan Pergerakan BEM UNS itu dalam sambutannya.
Aktor Politik
Secara demografis, Pilkada 2020 akan didominasi oleh aktor politik dari kalangan muda dan milenial. Karena itu, kalangan muda dan mahasiswa mesti punya komitmen untuk mengawal perjalanan Pilkada 2020 untuk lebih santun dan damai.
“Harapannya, dengan diselenggarakannya diskusi ini, bisa menjadi langkah awal kita sebagai pemuda dan mahasiswa untuk bersama-sama mewujudkan atmosfer demokrasi santun, terlebih di Kota Surakarta ini,” tutur Wahid.
Hukum Tata Negara UIN Yogyakarta Gugun Elguyanie mengemukakan, ada sejumlah persoalan Pilkada 2020. Selain akan digelar di masa pandemi Covid-19, Pilkada 2020 juga akan syarat persoalan: ekonomi resesi, kesiapan penyelenggara, netralitas ASN, hingga politik sektarian yang memperjualbelikan isu-isu agama dengan cara-cara kekerasan.
Menurutnya, mahasiswa dan kampus mesti berperan dalam mengawal kehidupan politik bangsa yang bermartabat dan berintegritas. Hal tersebut mungkin dilakukan melalui, misalnya menggalakkan kurikulum politik antikorupsi, pendidikan kepemiluan, dan civic education; membuka kebebasan lembaga kemahasiswaan di kampus, seperti DEMA, SEMA, BEM, dan sebagainya.
Peran mahasiswa dan kampus dalam mengawal Pilkada 2020 berintegritas bisa dilakukan melalui beberapa agenda, antara lain rektor bersama KPU/Bawaslu penting menyelenggarakan KKN/PKL Pilkada, pembekalan aktivis DEMA, SEMA, BEM mengenai pengawasan Pilkada, pemantauan kampanye oleh mahasiswa terhadap praktik yang intoleran, politik uang, dan politik berbau SARA.
“Bagaimanapun, kampus mesti menjadi sentral pengawasan bersama penyelenggara pemilu dan aparat penegak hokum,” ucapnya.
Sementara itu, Pakar Demokrasi dan Pemilu; Kepala Pudemtanas LPPM UNS, Dr Sunny Umul Firdaus mengatakan, siapa pun masyarakat yang ada di Indonesia, entah pemuda atau elemen lain, mesti memahami apa pun program yang diselenggarakan negara mempunya tujuan besar, termasuk Pilkada.
“Tentu, tujuan besar Pilkada untuk memunculkan kedaulatan rakyat tingkat lokal untuk memilih pemimpin demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Outputnya adalah kesejahteraan publik,” ucapnya.
Dia menambahkan, peran pemuda-mahasiswa tentu harus ikut sukseskan Pilkada 2020 secara demokratis. Mulai dari berperan serta langsung dengan, misalnya, menjadi bagian penyelenggara, atau partisipasi aktif.
“Predikasi mahasiswa adalah sebagai generasi perubahan. Mereka pasti lebih cerdas, kritis, dan teliti. Dengan itu, selain meningkatkan kapasitis personal, mahasiswa memang mesti melakukan edukasi kepada masyarakat. Supaya tidak mudah terpancing pada isu yang menjurus pada isu intoleran, sara, hoaks,” tuturnya.
Sunny mengemukakan, mahasiswa mesti menjadi lokomotif mengawal Pilkada 2020 yang santun dan damai. Pasalnya, mahasiswa memiliki kemampuan yang berbeda dg elemen masyarakat lain. Mahasiswa memiliki lebih banyak waktu untuk mengkonstruksi dan mengedukasi publik.
Terakhir, mahasiswa harus tetap kritis, jangan apatis utamanya pada isu politik, partisipatif, mampu bersama-sama elemen masyarakat lain mewujudkan pilkada yang demokratis, damai, dan beintegritas.
MM