WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Dusun Ledok, Desa Plobangan di Negeri Saba geger, setelah sejumlah warga diketahui sakit mendadak dan bahkan sebagian dari mereka tiba-tiba meninggal dunia.
Warga dusun yang sebelumnya tenang, nyaman, gemah ripah loh jinawi, mendadak dicekam rasa takut, panik, cemas dan sedih bercampur aduk dalam benaknya.
Mereka diminta untuk tidak keluar rumah, tidak beraktifitas baik bertani maupun berdagang, sehingga banyak yang mendadak jatuh miskin Bahkan sekadar untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari pun kesulitan.
Beruntung, di tengah kondisi yang kian memprihatinkan itu, Ki Jogoboyo, sesepuh sekaligus penanggung jawab ketenteraman desa segera menemukan asal muasal penyebab munculnya pageblug tersebut.
“Semua berawal dari kealpaan kita sendiri yang selama beberapa warsa terakhir tidak menggelar Merti Desa sebagai bentuk memuji dan rasa syukur atas panen melimpah warga desa,” tutur Ki Jogoboyo dalam gelar pisowanan bersama para pemangku dusun.
Atas inisiatif Ki Jogoboyo pula, kisruh yang menimpa Dusun Ledhok kemudian diurai, dengan kembali menggelar Merti Desa, yang juga diiringi dengan doa bersama dan tarian lengger sebagai wujud dari masih adanya rasa syukur segenap warga.
Kembali Makmur
Pada akhirnya memala bisa sirna, Dusun Ledok kembali makmur, warga sehat, tenang bekerja, dan panen pun melimpah ruah. Warga senang bukan kepalang, karena bisa hidup normal seperti sedia kala.
Sekelumit cerita itu merupakan bagian dari adegan-adegan dalam drama teatrikal yang diperankan seluruh karyawan karyawati Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) setempat, sebagai persembahan atas ambal warsa alias ulang ahun ke-195 Kabupaten Wonosobo.
Direncanakan, drama sepanjang hampir 30 menit itu akan ditayangkan bertepatan dengan Hari Jadi Wonosobo, Jumat (24/7/2020), di kanal youtube Pemkab Wonosobo, Official WEB.
Kepala Diskominfo, Eko Suryantoro Wonosobo, Kamis (23/7), menyebut inisiatif untuk mempersembahkan drama tradisional, tak lepas dari keinginan jajaran pegawai untuk hangayubagyo. Turut berbahagia dan mendoakan Wonosobo, agar di usia ke 195, semakin kuat, tangguh, maju, sejahtera dan mandiri, meski saat ini tak luput dari keprihatinan akibat pandemi Covid-19.
“Kami dengan dibantu para seniman di Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) menggagas drama ini hanya dalam waktu seminggu terakhir sekaligus merancang skenario hingga pengambilan gambarnya,” terang Eko.
Digarap sengkuyung seluruh pegawai Diskominfo, akhirnya pengambilan gambar bisa diselesaikan dalam dua hari, karena memang semua dikerjakan setelah jam kerja, atau pukul 16.00 WIB.
Jadi Hiburan
Pihaknya berharap, drama itu mampu menjadi hiburan bagi warga, mengingat untuk rangkaian peringatan hari jadi ke 195 yang masih dalam suasana pandemi virus Corons, Pemkab Wonosobo tidak menggelar acara meriah sebagaimana lazimnya tahun tahun sebelumnya yang selalu melibatkan warga setempat.
Dalang, atau sutradara drama, Bambang Sutejo menambahkan perihal gagasan mengangkat cerita Memala di Dusun Ledok, Plobangan.
Menurutnya, memala atau pagebluk menjadi gambaran dari munculnya wabah Covid-19 yang telah memukul setiap sendi kehidupan warga masyarakat Wonosobo.
Sementara, dipilihnya Desa Plobangan, adalah agar warga masyarakat paham dengan sejarah berdirinya Wonosobo yang berawal dari dusun itu, 195 tahun silam.
“Ini drama penggambaran kehidupan di tengah suasana pagebluk atau pandemi wabah yang juga sarat dengan cerita sejarah awal berdirinya kabupaten Wonosobo,” tutur Bambang.
Para pemeran setiap karakter, yang merupakan karyawan karyawati Diskominfo, diakui Bambang, memberikan tantangan tersendiri karena semua memang belum pernah bermain drama tradisional. Namun dengan gotong royong, saling dukung dan komitmen bersama untuk Wonosobo, hal itu menurutnya tak menjadi kendala berarti.
“Semoga bisa menjadi tontonan sekaligus tuntunan yang menghibur dan mengedukasi, serta membuka wawasan tentang kesejarahan Wonosobo tercinta ini,” pungkasnya.
Muharno Zarka-Wahyu