JEPARA (SUARABARU.ID) –Pendemi global memang benar-benar merubah cara orang berkehidupan. Ribuan orang yang biasanya mengantarkan larungan sesaji kepala kerbau dalam iringan perahu berhias warna-warni, tidak nampak tadi pagi. Hingga terasa ritual budaya yang lebih satu abad telah dilaksanakan ini dihelat dalam sepi.
Baca Juga: New Normal, Pergulatan Tak Terpapar, Tak Terkapar, Tak Lapar..?
Hanya ada satu perahu pembawa sesaji dengan penumpang yang bisa dihitung dengan jari. Diantaranya adalah Lurah Ujungbatu, Anjar Jambore Widodo, Ketua HNSI Jepara, Kyai Makin Soleman dan aparat keamanan dari Polsek dan Koramil.
Demikian juga pagelaran wayang kulit semalam. Ki Sasmitro Cokro yang hanya diiringi kendang, saron kecil dan demung memainkan cerita Sumilaking Pepedhut ing Nuswantara dari ruang sempit tidak lebih satu jam. Pagelaran wayang ini disaksikan tidak lebih dari 10 orang. Mereka adalah peserta tahlil yang dipimpin oleh Ustad Subkhan.
Cerita yang mengambil latar belakang perebutan kekuasaan di kerajaan Wirantha antara raja dan patihnya yang dapat terselesaikan dengan baik. Bukan dengan peperangan yang melibatkan dan mengorbankan prajurit, tetapi dengan adu kadigdayan satria yang mewakili keduanya. Makna cerita yang ingin disampaikan, jika niat kita baik dan berserah kepada Allah, maka akan menjadi kuat dan tidak terlawan oleh musuh.
Sebelumnya, kepala kerbau yang dalam beberapa tahun terakhir selalu dikirab keliling perkampungan setelah disembelih di Rumah Pemotongan Hewan, langsung dibawa ke rumah Kyai Ahmad Arif Cahyono untuk ditata dan dilengkapi dengan “ubo rampe” sesaji yang lain.
Kepala kerbau dibungus dengan kain putih, dan diletakkan diburitan perahu kecil yang khusus dibuat untuk pelarungan dengan beralas tikar pandan. Disebelah kiri ada ayam bakar dan sebelah kanan diletakkan ayam dekem. Didepannya antara lain ada jajan pasar, kelapa muda warna hijau, pisang raja dua sisir, serta nasi buceng merah dan putih yang diatasnya diletakkan brambang dan cabai merah. Ada juga janur kelapa yang menghiasi tepian perahu tempat sesaji diletakkan.
Setelah sesaji selesai ditata, malam harinya di bawa ke TPI Ujungbatu. Ada juga ada pembacaan doa tahlil dimakam Mbah Ronggo Mulyo oleh beberapa sesepuh desa. Doa tahlil dipimpin oleh Kyai Ahmad Arif Cahyono.
Pagi harinya sekitar jam 05.00, prosesi pelarungan dimulai. Diawali dengan doa oleh Kyai H. Makin Soleman kemudian dipikul oleh empat nelayan perahu Mulyo Utomo yang akan mengantarkan sesaji menuju perairan pulau Bokor yang jaraknya kurang lebih 3 km dari muara Kaliwiso. Perahu pembawa sesaji yang akan dilarung hanya diiring oleh 3 kapal kecil miliki Polres Jepara, BPBD dan Basarnas.
Setelah sampai perairan pulau Bokor, kembali Kyai H.Makin Soleman membacakan doa yang diikuti penghantar sesaji. Setelah itu sesaji dilarung. Perahu Mulyo Utomo yang sempat memutari sesaji tiga kali, mengambil air laut dan menyiramkan kepada badan perahu.
Ada harapan dan doa yang mungkin mewakili ribuan nelayan Jepara. semoga selama satu tahun kedepan rejeki mereka melimpah dan mereka terselamatkan dari semua badai yang mungkin datang.
Hadepe.