SEMARANG (SUARABARU.ID)- Panggung Kahanan di kompleks rumah dinas Gubernur Jateng Puri Gedeh, Semarang, Rabu petang (20/5) tampak berbeda dari biasanya. Ya, karena selain para seniman dan budayawan yang pentas langsung di sana, juga ada tayangan daring sevara live streaming Kiai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus yang membacakan cerpen dan puisinya, juga penyair Timur Sinar Suprabana yang membacakan puisinya.
BACA JUGA Hoesi Melukis Ganjar Bermasker di Panggung Kahanan
Diawali dengan penampilan Congrock 17 yang menyanyikan medley lagu-lagu dolanan Jawa seperti Ilir-ilir sampai Cublak-cublak Suweng. Disusul lagu-lagu lainnya. Kemudian tampil penyair Adien Histeria, Slamet Priyatin, dan Triyanto Triwikromo. Juga tampil penyair dan pemusik Jodhi Yudhono.
Selanjutnya, tampak di layar televisi di tengah panggung itu, KH Musthofa Bisri atau Gus Mus membacakan puisinya yang berjudul “Aku Merindukanmu, O Muhammadku”.
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
terus mempermainkan kelemahan
air mataku pun mengalir
mengikuti panjang jalan
mencari jari tangan lembut wibawamu
dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan derita
mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah-meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar merdu menghibur suaramu
Aku merindukanmu oh mohammadku
…..
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
mencoba memanggil-manggilmu
Oh Muhammadku Muhammadku
…..
Di mana-mana sesama saudara saling cakar
berebut benar sambil terus berbuat kesalahan
Quran dan sabdamu hanyalah kendaraan
masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka mencoba
mencari dalam sepi rinduku
…….
Kemudian dilanjutkan oleh Timur Sinar Suprabana dengan live streaming yang syutingnya dilakukan di bawah pohon beringin, Taman Budaya Raden Saleh. Timur membawakan puisinya berjudul “Aku Pilih Melawan”. Inilah petikan dari bagian puisi tersebut:
Pernah dulu, pernah dulu
Dari Stasiun Tawang
bersama Beno Siang Pamungkas
Kami bergegas ke barat
Lalu berhari kemudian alam ketika itu
dari barat kami kembali ke timur dengan kereta
Handry Tm tertidur di kursi gerbong
Di Semarang berjam kemudian
Kenangan demi kenangan
Setelah berfoto jam lima di Gambir
Segalanya seperti kemudian menyala kembali
Hari ini kekasihku
Ingin semua kembali bisa kuulang
Ingin semua kembali bisa kuulang
Ingin semua kembali bisa kuulang
Tapi apa daya
Udara yang celaka
Dan kota-ota yang mulai merana
Bikin kami tak bisa ke mana-mana
Bahkan berita di koran mencegah kami beranjak dari
Satu kata ke lain kata dari satu kalimat ke lain paragraf
Semua macet
Lalu tiba-tiba ada yang berkata
Sebaiknya kita berdama dengan corona
Aku mengumpat: Bedebah!
Bagaimana bisa pada saat sebagaimana kini
Di mana setiap angka adalah pertaruhan nyawa
Kau minta kami berdamai dengan durjana yang tampak oleh mata
…….
Orasi Budaya Harjanto Halim
Tampil juga pengusaha Harjanto Halim, budayawan yang menyampaikan sebuah orasi kebudayaan. Lelaki yang sedang menggerakkan warga untuk menanam singkong. Dia melalui perusahaannya sudah membagikan sekitar 100.000 batang bibit singkong mentega kepada masyarakat.
Singkong ini, diharapkan bisa mendukung ketahanan pangan. Dikatakan, menanam singkong, adalah satu satu bentuk kepercayaan ditanamkan, cadangan pangan bisa disiapkan di rumah masing-masing.
Pemerintah yang bstabil ada tiga syarat, tentara kuat, pangan cukup, kepercayaan rakyat yang kuat.
Syarat yang harus tetap ada pangan dan kepercayaan. Kalau harus ada yang hilang lagi, kepercayaan tidak boleh hilang. “Itulah fislosofi menanam singkong, Menanam kepercayaan,” kata Harjanto Halim.
Setelah penampilan orasi budaya Harjanto Halim, juga tampil Handry Tm dan Soekamto Sullit membacakan puisinya, dan diakhiri dengan tarian sufi yang ditampilkan oleh para santri Al Ikhlas asuhan KH Budi Harjono dari Meteseh, Tembalang.
Widiyartono R.