blank
Muhammad Su'ud

PATI, (SUARABARU.ID) Muhammad Su’ud, pemuda asal dukuh Gibing Karangsari, Cluwak, Pati, kelahiran Februari 1994 ini sejak remaja sudah tertarik dengan dunia pijat. Misalnya, ketika ada teman bermain atau teman sekolah yang terkilir saat olah raga, dia lalu memijatnya.

Saat itu dia belum tahu bagaimana teori memijat, dalam hati selalu ada motivasi yang kuat untuk menolong siapapun, mulai kalangan anak-anak, remaja hingga dewasa.

Mencari Ilmu

blank
Muhammad Suud saat memperagakan salah satu terapi pijat andalannya

Selah menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Madrasah Aliyah Darul Falah Sirahan, Cluwak, Pati, Su’ud berniat mendalami belajar ilmu pijat. Setelah mendapatkan informasi melalui internet adanya tempat pelatihan pijat di Tangerang, Banten, Su’ud langsung mendatangi tempat tersebut.

Sayangnya, untuk belajar disitu harus membayar Rp.6 Juta. Namun karena minatnya yang kuat, Su’ud menawarkan untuk mengabdi dan sekaligus belajar di tempat kursus itu selama dua tahun dengan jaminan ijazahnya.

Selama dua tahun, dia belajar sambil praktek dan sekaligus bekerja. Bahkan karena ketekunannya, dia kemudian digaji bulanan Rp.1,4 Juta, dan masih mendapat komisi setiap memijat pasien antara Rp.11.000,- hingga Rp.15.000,-

Hasil dari belajar dan praktek selama dua tahun itu, Su’ud mendapat banyak ilmu. Diantaranya pijat urut tradisional, refleksi, gurah hidung, bekam, pijat ala Thailand, Dll.

Setelah dua tahun menyerap ilmu, Su’ud ingin melengkapi keilmuan dibidang akupuntur (tusuk jarum) karena keilmuan ini tidak dipatkan di tempat pertama dia belajar. Dia lalu mencari informasi dimana dia meneruskan belajarnya. Hingga akhirnya dia memilih kota Solo, tepatnya di YAPEPTRI (Yayasan Pendidikan Pengobatan Tradisional Indonesia).

Saat mendaftar di Solo, karena diketahui dia telah belajar berbagai ilmu penyembuhan, oleh pihak Yayasan, Su’ud ditawari untuk bergabung sebagai trainer.

Dari situlah keilmuannya semakin berkembang karena dia banyak berinetarksi dengan terapis, juga peserta pelatihan yang berasal dari berbagai bidang keilmuan. Termasuk diantaranya kalangan medis, bidan, perawat, dan profesi lain dari berbagai kota di Jawa dan luar Jawa.

Bahkan ada warga negara Turki yang belajar di Solo, dan setelah kembali ke negaranya dia membuka panti pijat kebugaran. Di Turki tarif pijat jika dikruskan 1,5 Juta/jam.

Ke Jeddah

Bekal dari belajar dan praktek dua tahun itu mendorong Su’ud menerima tawaran dari agen untuk bekerja sebagai pemijat di Jeddah. Prosesnya mudah, bahkan dari pihak Jeddah datang ke Indonesia hanya untuk mengetes kemampuan pijatnya.

Su’ud mengisahkan, memijat orang Arab yang sebelumnya dipersepsikan lebih berat karena warga negara negeri minyak itu bertubuh besar dan gempal, ternyata tidak seperti itu.

“Orang sana (Arab) secara fisik justru kurang berotot, hingga saat dipijat minta yang ringan.” Tuturnya. Dan yang menyenangkan, mereka sering memberi bonus, minimal 50 Real atau sekitar Rp. 150.000,- dan terkadang lebih dari itu.

Pada masa pandemi Corona, ini Su’ud lebih banyak beraktivitas di desa kelahirannya. Ssekali masih menerima panggilan dan pasien yang datang. Untuk pelatihan pijat. “Di desa minat untuk berlatih minim, pangsa pasarnya lebih pas di kota, karena oreintasi belajar di kota, nantinya dijadikan lahan usaha.” Tuturnya.

Masruri-Tim SB