MAGELANG (SUARABARU.ID)– Sebuah bangunan kuna peninggalan Pemerintah Hindia dan dibangun dari tahun 1916 hingga 1920, masih tegak berdiri di sisi barat laut Alun-alun Kota Magelang, meskipun usianya sudah mencapai 100 tahun.
Bangunan kuna bercat biru laut kombinasi putih tersebut tidak lain Water Torn atau menara air yang bentuknya mirip dengan kompor minyak tanah dengan ukuran besar. Karena bentuknya mirip kompor tersebut, tidak sedikit masyarakat Kota Magelang menyebut bangunan tersebut dengan istilah “kompor raksasa”.
Meskipun bangunan tua telah berusia satu abad, tetapi hingga saat ini masih kokoh berdiri dan berfungsi dengan baik sebagai menara air yang menyalurkan aliran air bersih bagi ribuan masyarakat Kota Magelang.
Sedangkan air yang ditampung ke dalam bangunan yang menjadi land mark Kota Magelang tersebut, berasal dari wilayah Kabupaten Magelang yakni sumber mata air Kalegen dan Nanom yang ada di Dusun Taroman, Desa Kalinongko, Kecamatan Bandongan serta sumber air “Tuk Pecah” dari pingiran Sungai Elo yang berada di perbatasan Kelurahan Wates, Kota Magelang dengan Desa Banyuurip,Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang , Bagus Prijana mengatakan, berdasarkan arsip yang ada, luas bangunan tersebut 395,99 meter persegi ini. Di bagian paling bawah dari bangunan tersebut, dulunya digunakan untuk laboratorium, pelayanan pelanggan, ruang admintrasi dan ruang pengontrol air.
Ia menambahkan, di ruangan tersebut juga masih bisa dijumpai tiga buah manometer (alat pengukur tekanan air) buatan pabrik Schafter dan Budenberg (Jerman) satu buah dan Ruhaak & Co (Belanda) sebanyak dua buah yang hingga saat ini juga masih berfungsi baik.
“Tiga manometer tersebut berfungsi untuk memastikan air yang melalui pipa-pipa induk yang nantinya akan disalurkan melalui pipa sekunder ke para pelanggan,”katanya.
Sementara di bagian tengah terdapat 32 buah pilar tiang penyangga dan di dalamnya terdapat pipa penyalur air menuju maupun dari bagian bak penampungan yang ada di bagian atas.
“Sedangkan di bagian atas selain terdapat bak penampungan air yang kapasitas 1750 meter kubik air dan juga ada ruang bak angin dengan lebar 0,86 meter dan juga Menara pandang,” katanya.
Adapun sumber air yang ditampung di Menara air tersebut berasal dari mata air Kalegen di Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang dan sumber air Wulung yang ada di Desa Banjarrejo, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang.
Tujuh Pipa Induk
Sedangkan, untuk menyalurkan air Water Toren ke pelanggan melalui tujuh pipa induk. Yakni, di Jalan Pahlawan sepanjang 1,685 kilometer, Jalan Sutoyo ( Kejuro) sejauh 400 meter, Jalan Alun-alu Utara (140 meter) ,Jalan Tentara Pelajar(Bayeman ) sejauh 860 meter Jalan Pemuda sepanjang1,065 meter dan Jalan A Yani sejauh 3.218 meter.
“Pipa-pipa tersebut bermerk Century Utrecht NV Solten Fabriek ini terletak dibawah tanah dan sebagian besar terbuat dari asbes,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk menaikkan air dari sumber air tersebut tidak menggunakan pompa air, melainkan menggunakan gaya grativikasi. Karena, posisi sumber air lebih tinggi daripada menara air.
Sedangkan untuk menaikkan air yang berasal dari mata air Tuk Pecah ( pinggir Sungai Elo) yang menjadi sumber air untuk disalurkan ke Menara air sejak 2012 lalu, ada di pinggir menggunakan mesin pompa air.
52 Anak Tangga
Di sisi lain, untuk mencapai bagian atas “kompor raksasa” tersebut, harus melalui anak tangga yang ada di bagian tengah bangunan tersebut. Jumlah anak tangga tersebut sebanyak 52 dengan posisi “ulir” searah jarum jam. Selain itu, juga melewati anak tangga sekitar 2,5 meter yang terbuat dari besi dengan kemiringan sekitar 60 derajat.
Sesampai nya di puncak yang merupakan tempat penampungan air, terdapat sebuah ruangan kecil dan menara yang menyimpan sirene. Namun sirene tersebut saat ini sudah tidak berfungsi kembali.
“Di masa dulu, sirene tersebut juga digunakan sebagai penanda berbuka puasa di bulan Ramadhan dan juga digunakan penanda bahaya saat Gunung Merapi Meletus,” kata Bagus.
Dari puncak “Kompor Raksasa’ tersebut juga bisa melihat keindahan panorama sapta arga “ ( Tujuh gunung) yang mengelilingi Kota Magelang. Ketujuh gunung tersebut, yakni Gunung Tidar di sebelah selatan, Merapi dan Merbabu, Telomoyo di sebelah timur dan di sebelah barat Gunung Sumbing dan Sindoro. Sedangkan di sisi barat daya, bisa melihat keindahan pegunungan Menoreh.
Selain itu, dari pelataran puncak menara air tersebut juga dapat disaksikan bangunan rumah-rumah penduduk, perkantoran dan pertokoan yang ada di Kota Magelang.
“Namun, tidak semua orang bisa naik ke puncak menara air tersebut, karena bangunan tersebut merupakan salah satu objek vital yang dimiliki Pemkot Magelang,” ujarnya.
Yon-trs
Bagus Prijana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang. Foto: Suarabaru.Id/ Yon