JAKARTA, (SUARABARU.ID) – Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengajukan permohonan pengujian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam permohonannya, yang dikutip dari MKRI.id, Kamis, Kivlan Zen yang diwakili Kuasa Hukumnya, IR Tonin Tachta Singarimbun dkk, meminta kepada MK bahwa Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api ini dicabut.
“Menyatakan Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api bertentangan dengan UUD1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Tonin Tachta Singarimbun, dalam permohnannya.
Bunyi Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api: “Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.
Menurut Tonin, bahwa norma dalam Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api ini dinilai rumit dan multitafsir.
“Sebagai Negara Hukum maka ketentuan dalam membuat suatu norma sepatutnya memenuhi ketentuan bahasa yang mudah dimengerti dan tata bahasa yang benar,” kata Tonin dalam permohonannya yang diajukan ke MK pada 25 Maret 2020 ini.
Kivlan mengajukan permohonan ini terkait statusnya sebagai terdakwa dalam kasus penyeludupan senjata api dan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih ditunda karena alasan kesehatan.
Kivlan didakwa atas kepemilikan senjata api (senpi) ilegal dan peluru tajam dengan melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
Ant-Wahyu