WONOSOBO(SUARABARU.ID) – Sebuah cara unik ditempuh Paguyuban Pegiat Lingkungan (Papelink) Asri Wonosobo dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-7. HUT dirayakan dengan menggelar “Seminar Siaga Bencana” di Lulu Bakery, Wonosobo, Kamis (13/2).
Apanya yang unik? Tidak seperti biasa peserta seminar yang sebagian besar ibu-ibu mengenakan busana kebaya Jawa, sedang bapak-bapak mengenakan jas dan berdasi. Suguhan yang disajikan juga berapa tumpeng nasi kuning dalam ukuran mini.
Ketua Papelink Asri Wonosobo Farida Astuti SSi MM mengatakan HUT ke-7 Papelink sengaja dihelat lain dari biasanya. Hal tersebut untuk memberikan nuansa berbeda dan unik dari HUT yang pernah digelar di tahun sebelumnya yang bersifat selamatan biasa.
“Dengan nuansa unik mengenakan kebaya Jawa dan disuguhi tumpeng mini, diharapkan akan memberikan semangat anggota Papelink dalam melakukan aktifitasnya. Selama ini alhamdulillah aktivitas pegiat lingkungan sudah banyak dirasakan masyarakat,” katanya.
Selama tujuh tahun berdiri, imbuhnya, Papelink telah menggerakan program bank sampah, melakukan gerakan menanam, bakti sosial dan membersihkan lingkungan di berbagai tempat. Anggota Papelink juga terdiri lintas profesi dan sara.
“Selain menggelar seminar siaga bencana, HUT ke-7 Papelink tahun ini juga diramaikan dengan pemeriksaan kesehatan gratis bagi buruh gendong, buruh pikul dan panggul, bakti sosial, gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) dan bagi nasi bungkus,” katanya.
Penuh Pengorbanan
Sementara itu, dalam “Seminar Siaga Bencana” Papelink Asri Wonosobo menghadirkan pemateri Zulfa Ahsan Alim Kurniawan STTP MSi (Kepala BPBD), Guntur Geni (relawan Sky Door dan Basarnas) dan Astin Meiningsih (pegiat Mafindo Wonosobo).
Kepala BPBD Wonosobo Zulfa Aksan Alim Kurniawan STTP MSi menyebut pengorbanan relawan siaga bencana sangat luar biasa. Sebab, relawan siaga bencana, siap mengorbankan waktu, pikiran, tenaga dan nyawa sekali pun setiap saat di lokasi bencana alam.
“Bisa diibaratkan relawan siaga bencana itu tidak ngeman awake dewe tapi malah mikir keselamatan atau nyawa orang lain. Setiap saat tak mengenal waktu, relawan siaga bencana selalu siap siaga turun ke lapangan jika terjadi bencana alam,” katanya.
Guntur Geni lebih banyak memberikan pemahaman dan sikap warga jika terjadi bencana alam. Apa yang diceritakan aktifis Basarnas dan Sky Door tersebut berdasarkan pengalaman bertahun-tahun menjadi relawan siaga bencana di berbagai tempat.
“Dalam menghadapi bencana alam, setiap orang harus mengenal lingkungan sekitar atau orientasi medan (ormed) dan tidak boleh panik. Yang banyak terjadi di lapangan jika terjadi bencana alam orang tidak mengenal medan dan terasa panik,” paparnya.
Wonosobo sebagai zona merah bencana alam, tambahnya, penting sekali bagi warga untuk sadar siaga bencana sehingga ketika terjadi musibah bencana alam tidak panik dan siap mental. Wonosobo kalau hujan longsor jika kemarau banyak musibah puting beliung.
Muharno Zarka/mm