KUDUS (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kabupaten Kudus, mulai memberlakukan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) yang baru setelah ada penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) karena sejak dikelola pemkab mulai 2013 belum pernah dilakukan penyesuaian.
“Berdasarkan aturan, NJOP untuk bumi dan bangunan setiap tiga tahunnya dapat dilakukan peninjauan kembali, sedangkan Pemkab Kudus sejak tahun 2013 belum pernah dilakukan peninjauan,” kata Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus Eko Djumartono.
Untuk itulah, kata dia, Pemkab Kudus mengambil keputusan untuk menyesuaikan tarif PBB meskipun harga jual objek pajaknya masih lebih tinggi, dibandingkan dengan penentuan NJOP yang akan diberlakukan nanti.
Menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kenaikan tersebut, mengingat NJOP yang ditetapkan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga jual tanah di pasaran saat ini.
“Misal, tanah di Jalan Jenderal Sudirman sesuai NJOP berkisar 1,5 juta per meter persegi, sedangkan harga jual di pasaran bisa mencapai belasan juta per meternya,” ujarnya.
Kenaikan NJOP menjadi salah satu alternatif untuk mencapai kenaikan target pajak daerah pada 2020 dinaikkan dari target sebelumnya sebesar Rp23 miliar.
“Jika mengandalkan optimalisasi wajib pajak yang selama ini ada yang menunggak, maka tidak mampu memenuhi target tersebut karena tunggakan setiap tahun berjalan antara Rp1,2 miliar hingga Rp1,5 miliar,” ujarnya.
Jalan yang bisa ditempuh, yakni dengan melakukan penyesuaian NJOP tanah dan bangunan. Untuk NJOP PBB dengan nilai sampai dengan Rp1 miliar, tarif pajaknya 0,1 persen dan di atas Rp1 miliar tarif pajaknya 0,2 persen.
Penerapan pajak NJOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (P2) juga berdampak adanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB yang tekena perubahan tarif pajak dari 0,1 persen menjadi 0,2 persen karena adanya penambahan total NJOP yang signifikan.
Pengenaan reklas dan perubahan tarif mengakibatkan SPPT PBB mengalami kenaikan pajak cukup signifikan. “Kami juga akan memberikan keringanan terhadap wajib pajak yang terkena kenaikan pajak lebih dari 100 persen dengan mengajukan permohonan keringanan dengan melengkapi sejumlah persyaratan,” ujarnya.
Demikian halnya, ketika ada wajib pajak yang keberatan juga bisa mengajukan keringanan melalui mekanisme yang bisa ditempuh dengan memenuhi sejumlah persyaratan.
Penyesuaian tarif NJOP terbaru mengacu pada UU nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan bupati terkait dengan NJOP, katanya, akan dikuatkan dengan surat keputusan NJOP yang ditandatangani kepala BPKAD, kemudian dilakukan penilaian dan penetapan.
Setelah itu, kata dia, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB akan dicetak, kemudian mulai didistribusikan kepada wajib pajak pada pertengahan Februari 2020.
“Distribusi yang lebih awal tersebut, sekaligus sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat, meskipun kami juga sudah melakukan sosialisasi kepada sejumlah pihak adanya kenaikan tarif PBB,” ujarnya.
Ant/Tm