blank
Rombongan Komisi C DPRD Kudus saat mengecek dokumen pemanfaatan air baku pabrik air minum Cleo. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Dua diantara empat sumur air bawah tanah (ABT) pabrik air minum kemasan Cleo di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae Kudus, ternyata belum mengantongi izin resmi.  Meski demikian, diduga eksploitasi air terus dilakukan perusahaan tersebut guna memenuhi kebutuhan air bakunya.

Kondisi tersebut terungkap saat digelarnya sidak Komisi C DPRD Kudus di lokasi pabrik yang berada di utara kampus UMK, Selasa (23/12). Dalam sidak tersebut, rombongan wakil rakyat mendapati sejumlah kejanggalan terkait pemenuhan kebutuhan air baku industri air mineral kemasan Cleo.

Aris Prasteyo, perwakilan pabrik Cleo Kudus mengungkapkan, untuk pemenuhan kebutuhan air baku, perusahaannya menggunakan sumber air dari PDAM Kudus dan empat sumur ABT. Kebutuhan air baku pabrik setiap harinya berkisar 80-90 meter kubik.

Baca Juga: Inilah Penyebab Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban Didatangi Banyak Orang

“Untuk PDAM kami membayar rekening tiap bulannya. Begitu juga dengan penggunaan air dari sumur ABT, juga dikenakan retribusi dari pemerintah daerah,”kata Aris.

Hanya saja, saat dimintai dokumen izin penggunaan sumur ABT, ternyata pihak perusahaan hanya mampu menunjukkan dua izin yakni untuk sumur 3  dan 2.  Pihak perusahaan berkilah kalau untuk dua sumur lainnya, masih dalam proses perpanjangan izin.

“Untuk izin dua sumur lainnya, masih dalam proses,”tambah Aris.

Kejanggalan

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Komisi C DPRD Kudus, H Rinduwan melihat ada berbagai kejanggalan dalam penyediaan air baku pabrik Cleo. Sebagai contoh, saat pihaknya mengecek setoran retribusi air di bulan November 2019 untuk sumur 2 sebesar Rp 1,1 juta dan sumur 3 sebesar Rp 5,3 juta. Sementara tagihan rekening PDAM di bulan yang sama hanya Rp 3,7 juta.

“Jadi, pada bulan November, pabrik Cleo hanya mengeluarkan uang Rp 10 jutaan untuk penyediaan bahan baku air. Ini tentu jauh dibandingkan dengan produksi air kemasan yang dihasilkan,”kata Rinduwan.

Kejanggalan lain, kata Rinduwan terlihat dari daftar tagihan rekening PDAM pada bulan-bulan sebelumnya. Bahkan, pada bulan Februari 2019 silam, tagihan PDAM pabrik Cleo hanya sebesar Rp 263 ribu, setara dengan tagihan rekening air rumahan.

“Tentu ini menimbulkan pertanyaan apakah penggunaan air perusahaan ini sesuai kenyataan di lapangan atau ada manipulasi,”tandasnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi C, Anis Hidayat menyatakan, eksploitasi air bawah tanah tentunya harus diawasi secara ketat. Pasalnya, ABT secara tidak langsung akan berdampak pada ketersediaan air tanah masyarakat di radius lokasi.

“Kalau eksploitasinya berlebihan dan tidak terkontrol, tentu akan merusak lingkungan sekitar,”katanya.

Oleh karena itu, kata Anis, sebagai tindak lanjut sidak tersebut, pihaknya akan mengundang perwakilan perusahaan, serta instansi terkait untuk mengklarifikasi persoalan tersebut.  Selain persoalan lingkungan, juga terkait dengan minimnya retribusi air bawah tanah yang disetorkan ke kas daerah.

Pabrik air minum kemasan Cleo Kabupaten Kudus merupakan bagian dari perusahaan air minum PT Sariguna Primatirta yang berpusat di Surabaya. Keberadaan pabrik di Kudus sendiri sudah dimulai sejak 2006 silam.

Tm/Ab