blank
DISKUSI PUBLIK: Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS (kedua dari kanan), saat memberikan pandangannya dalam diskusi publik dan sosialisasi Pilkada 2020. Foto: dok/ist

PURWOREJO (SUARABARU.ID)- Untuk melawan berita bohong atau hoaks, masyarakat membutuhkan literasi media yang tiada henti. Dari generasi ke generasi, dibutuhkan pemahaman yang berkesinambungan tentang bagaimana menerima, menyerap dan menyampaikan informasi.

Sementara itu, tempat ibadah harus dijaga dari upaya-upaya politisasi sebagai tempat kampanye pemilihan kepala daerah di Purworejo, pada tahun depan. Kehadiran pasangan calon bupati/wakil bupati atau tim suksesnya di tempat-tempat ibadah, jangan sampai dimanfaatkan untuk semua perilaku yang bertendensi kampanye.

BACA JUGA : PWI Grobogan Diharapkan Jadi Garda Terdepan

Masyarakat harus diberi literasi, tentang bagaimana merespons informasi. Karena perhelatan politik umumnya memunculkan fenomena persebaran kabar bohong atau hoaks yang menyesatkan dan mengadu domba. Literasi untuk pendidikan demokrasi bagi rakyat ini perlu dilakukan secara bahu membahu, antara Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan para tokoh masyarakat.

Pokok-pokok pikiran itu mengemuka dalam forum diskusi publik dan sosialisasi, yang digelar Bawaslu Purworejo, di Hotel Plaza, Kamis (19/12/2019). Hadir pada acara itu, para pengurus takmir masjid, wartawan, dan masyarakat umum.

Sebagai narasumber dalam diskusi ini yakni, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Purworejo Muslichin, Komisioner Bawaslu Ali Yafie, dan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jateng Amir Machmud NS. Acara dibuka Ketua Bawaslu Nur Kholiq.

Cek dan Ricek
”Para pengurus takmir harus menjaga, agar tempat ibadah jangan dijadikan ajang kampanye secara verbal,” tutur Muslichin, yang pernah dua kali menjadi Ketua KPU Purworejo.

Dia mengingatkan pentingnya sikap bijak calon dan tim suksesnya, dalam berkampanye dan penggunaan simbol-simbol agama yang sensitif.

Sedangkan Amir Machmud menyatakan, masyarakat harus makin terbudaya untuk ber-tabayyun, melakukan cek dan ricek, serta memverifikasi ke sumber-sumber otoritatif, manakala menerima informasi yang meragukan, baik melalui media arus utama maupun media sosial. Masyarakat jangan ragu untuk bertanya, sehingga tidak keliru dalam menyerap informasi.

”Baik media massa maupun media sosial, sama-sama bertujuan untuk membangun kepercayaan publik. Namun media massa punya alur mekanisme baku, yakni informasi itu harus akuntabel. Agar akuntabel, maka dituntut untuk melakukan verifikasi secara disiplin,” katanya.

Riyan/Muha