blank
Gapura kepiting merupakan salah satu keunikan kelenteng Kwan Sing Bio. Pertanda itu kecuali unik memudahkan pengunjung untuk mengenalinya.(Foto: Suarabaru.id)

TUBAN (SUARABARU.ID) – Setelah membangun Patung Kwan Kong, pengurus Yayasan Kwan Sing Bio Tuban belum berhenti untuk berinovasi dan berkreasi. Pengurus sedang menyiapkan berdirinya pagoda dan Patung Dewi Kwan Im. Dua bangunan ini direncanakan dalam ukuran raksasa.

”Rancangan sudah ada, tinggal finishing saja. Untuk biaya, sudah ada yang menanggung,” ujar Ketua Penilik Demisioner Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio, Alim Sugiantoro.

Pengusaha ternama di Tuban ini menegaskan pesona pagoda dan Patung Dewi Kwan Im diharapkan seperti Patung Kwan Kong. Kwan Kong memang sangat dihormati bukan saja umat, melainkan juga warga sekitar kelenteng.

Baca Juga: Makan dan Nginap Gratis di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban

Alim bercerita suatu hari ada beberapa nelayan mohon izin berdoa di depan altar Kwan Kong. Nelayan itu berharap diberkati dalam usahanya.

”Anda boleh percaya atau tidak, sore harinya para nelayan itu mendapatkan ikan yang sangat banyak. Sebagian tangkapan mereka diberikan untuk kelenteng sebagai ucapan terima kasih,” paparnya.

blank
Antara patung naga yang berdampingan dengan patung harimau raksasa, dibuatkan jalan terhubung. Bagi pengunjung yang masuk dari mulut naga dan keluar dari mulut patung harimau, dipercaya mendapatkan kesehatan dan rezeki yang baik. Namun kalau sebaliknya, akan menemui sesuatu yang tidak menyenangkan.(Foto: Suarabaru.id)

Yang datang ‘’ngalap berkah’’ ke kelenteng ini tak hanya dari kalangan masyarakat biasa baik dari dalam maupun luar negeri. Tak sedikit para tokoh dari kalangan politisi, pejabat pemerintah, tokoh yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif maupun pejabat publik, juga datang ke kelenteng Kwan Sing Bio.

Mereka ada yang bermaksud sekedar ingin tahu atau rekreasi, tetapi ada pula yang mohon diberi kesehatan baik/sakitnya sembuh, rezeki lancar, dan permohonan lain.

Baca Juga: Tuban Juga Punya Patung Buddha Empat Muka

‘’Tiap hari ada saja yang datang. Kalau hari libur cukup ramai. Puncaknya pada ulang tahun kelenteng, bisa sampai puluhan ribu pengunjung. Kalau kebetulan ramai pengunjung, masyarakat sekitar ikut membantu melayani, misalnya parkir atau lainnya.”

”Semua pengunjung kami layani dengan baik. Mereka dipersilakan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti penginapan dan makan secara gratis. Bagi yang menginap syaratnya hanya menunjukkan KTP atau kartu identitas,’’ ungkap Alim Sugiantoro.

blank
Alim Sugiantoro saat berpose di belakang gapura kepiting.Foto: Suarabaru.id)

Gapura Kepiting

Keunikan Kwan Sing Bio lainnya adalah bentuk gapura masuk. Kalau kelenteng lain selalu diberi ornamen naga, maka kelenteng legendaris di Tuban ini memakai ornamen kepiting.

Sementara itu, Handjono Tanzah, salah seorang pengurus yayasan, menuturkan faktor Kwan Kong yang membuat kelenteng termasyhur. Lalu siapakah Kwan Kong itu?

Kwan Kong adalah seorang panglima perang kenamaan yang hidup di zaman 3 Kerajaan (Sam Kok) pada rentang tahun 160-220. Nama aslinya adalah Guan Yu atau Guan Yun Chang. Oleh Kaisar Han, dia diberi gelar Han Shou Ting Hou.

Guan Yu dipuja karena kesetiaan dan kejujurannya. Dia adalah lambang teladan sifat ksatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Karena itu, Guan Yu banyak dipuja di berbagai kalangan masyarakat, di samping kelenteng-kelenteng.

Selain dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Guan Yu juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan.

blank
Deretan kamar mandi dan wastafel yang disediakan untuk melayani para pengunjung, termasuk bagi mereka yang menginap.(Foto: Suarabaru.id)

Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Guan Yu harus diartikan sebagai Dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman.

Guan Yu adalah penduduk asli Kabupaten Hedong (sekarang Kota Yuncheng), Provinsi Shanxi, Tiongkok. Dia gugur pada 219 Masehi dalam usia 60 tahun.

Kwan Kong memberikan empat nasihat penting. Nasihat itu adalah membaca buku-buku yang bagus, berbicara hal yang baik, melakukan perbuatan yang benar, dan kadilah orang yang baik.

Menurut kepercayaan kaum Buddist, selepas Kwan Kong meninggal arwahnya muncul dihadapan Biksu Pu Jing di Kuil Yu Quan Si di Gunung Yu Quan Shan, Provinsi Hubei. Biksu Pu Jing pernah menolong Kwan Kong yang akan dicelakai seorang panglima Cao Cao dalam perjalanan bergabung dengan Liu Bei.

blank
Makan model prasmanan yang disediakan secara gratis untuk semua pengunjung kelenteng Kwan Sing Bio.(Foto: Suarabaru.id)

Lebih dari seribu tahun sejak itu Kwan Kong dipuja sebagai Boddistsatwa Pelindung Buddha Dharma. Penghormatan terhadap Kwan Kong sebagai orang ksatria yang teguh terhadap sumpahnya, tidak goyah akan harta kekuasaan dan kedudukan dan setia terhadap saudara-saudara angkatnya. Karena itu, dia memperoleh penghormatan yang tinggi oleh kaisar-kaisar pada zaman berikutnya.

Kwan Kong memperoleh gelar Di yang berarti Maharaja. Sejak itu dia disebut Guan Di atau Guan Di Ye yang berarti Paduka Maharaja Guan, sebutan gelar Kedewaan yang sejajar dengan Xuan Tian Shang Di.

(rr/mm)