BREBES- Hari sudah menjelang petang ketika rombongan peserta pelatihan pelayanan prima bagi pengelola Pokdarwis di wilayah Pantura Barat menaiki perahu menuju dermaga kawasan wisata hutan bakau Dewi Mangrovesari, Dusun Pandansari, Desa Kaliwlingi, Kabupaten Brebes. Namun justru suasana senja itu menimbulkan sensasi tersendiri saat perahu membelah laut, yang sebelumnya merupakan kawasan pertambakan warga yang hancur diterjang abrasi.
BACA JUGA : Bank Jateng Serahkan Bantuan BPJS Ketenagakerjaan Rp 2,016 Miliar
“Jangan khawatir tenggelam, kedalaman air cuma sekitar 50 sentimeter,” ujar seorang anggota Pokdarwis setempat.
Matahari merah yang tampak begitu besar mulai tenggelam di ufuk barat, dan menjadikan peserta dalam rombongan itu berusaha mengabadikan momen indah tersebut. Sebuah senja jingga di Pantai Mangrovesari Brebes. Sekitar 20 menitan perahu melaju, dan sampailah di dermaga kayu yang merupakan gerbang masuk kawasan wisata hutan bakau Dewi Mangrovesari.
BACA JUGA : Atlet Judo Blora Penderita Kanker Akhirnya Meninggal
Kawasan hutan bakau ini terasa lebat, dengan jalur tracking yang terbuat dari kayu untuk melintas para wisatawan, menikmati petualangan. Tak hanya hutan bakau, tetapi keberadaan ikan belayar sejenis ikan glodhog yang lincah berjalan di lumpur pinggir pantai. Ikan belayar di kawasan ini berukuran cukup besar, dan kemudian dijadikan ikon wisata Mangrovesari.
Bukan itu saja, shelter juga dibangun untuk sekadar mengaso bagi wisatawan yang kecapekan, istirahat di kerindangan pohon bakau yang sejuk.
Kemudian bangunan menara pandang setinggi 15 meter juga dibangun. Ternyata fungsinya bukan hanya untuk wisatawan menikmati keindahan pantai dan hutan bakau dari ketinggian, tetapi menurut Rusjan, pengelola objek wisata di lokasi tersebut, menara ini juga digunakan untuk memantau hilal guna menentukan datangnya Ramadan atau 1 Syawal.
BACA JUGA : Kota Magelang Berhasil Menciptakan Berbagai Inovasi Pelayanan Publik
Kawasan wisata ini memang menjadi sangat menarik, karena pengunjung bisa berselfi-selfi. Di spot patung ikan belayar, spot dengan latar belakang hutan bakau yang luas menghijau, atau dari ketinggian menara dengan pemandangan hijau hutan bakau dan keindahan Laut Jawa di bawah.
Dari Musibah Jadi Berkah
Pada umumnya, orang suka bicara hasil tetapi melupakan proses. Kalau melihat wisata Dewi Mangrovesari sekarang, kita akan berdecak dan mungkin kagum saat menikmati keindahannya. Selain keindahannya yang bisa kita nikmati, kawasan ini juga mampu memberikan kehidupan bagi warganya.
Mereka bisa berjualan di kawasan wisata itu, membuat usaha untuk oleh-oleh seperti yang dilakukan keluarga Mashadi yang mengolah ikan atau kepiting. Memberi kehidupan pada operator perahu, dan tentu saja memberi pemasukan besar bagi desa untuk kemudian digunakan untuk makin menyejahterakan warga.
Itu hasil yang kita lihat. Tetapi bila merunut proses, kita bisa miris. Pada waktu sebelumnya, warga di Pandansari sangat menikmati keberadaan tambak udang yang memebrikan hasil luar biasa. Mereka mengeksploatasi kawasan tambak itu, tetapi melupakan konservasi.
BACA JUGA : Warga Suriname Terpikat Jamu Herbal Buatan KWT Berdikari Wonosobo
Dengan terjadinya perubahan iklim, dengan meningkatnya pemanasan global, permukaan laut naik. Pelan-pelan, tambak itu tergerus dan kemudian hilang. Bahkan air laut semakin menyerang daratan, hingga mengancam rumah warga. “Rumah warga sudah mulai terendam air, dan pendapatan kami semakin menyusut bahkan hilang,” kata Nurjan mantan kades setempat yang kini jadi pengelola desa wisata.
Pada tahun 2007, seorang warga bernama Mashadi menangkap fenomena ini sebagai keprihatinan. dia berpikir untuk menanam bakau atau mangrove di kawasan bekas tambak yang berubah menjadi laut itu. Satu demi satu pohon ditanam, Kemudian Nurjan selaku kepala desa saat itu mendukungnya. “Banyak yang menganggap saya dan Pak Mashadi gila, menanami bakau di lahan yang sudah berubah jadi laut seluas kira-kira 200-an hektar darin sekitar 850 hektar tambak sebelumnya. Tetapi kami jalan terus,” kenang Nurjan.
Setelah sedikit demi sedikit mulai tampak perubahan, dan lingkungan menjadi lebih baik, warga pun mendukung. Hingga akhirnya kawasan itu benar-benar berubah. Abrasi berkurang, bahkan kemudian warga merasakan ikan semakin banyak, karena htan bakau menjadi tempat yang cocok untuk ikan berkembang biak. Kepiting pun berbiak dengan baik. Dan, yang menarik, ikan belayar pun muncul dan menjadi amat banyak, sehingga kemudian dijadikan ikon wisata kawasan itu.
Perjuangan Mashadi yang sempat dianggap gila karena menanam bakau di kawasan tambak yang diterjang abrasi itu, pada tahun 2018 mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Joko Widodo.
BACA JUGA : Bank Jateng Beri Pajero dan Xpander untuk Nasabah Tabungan Bima
Tentu saja Dusun Wlingi semakin dikenal, meskipun masih terpencil. Jaraknya yang sekitar 10 km dari kota Brebes, kemudian jalan yang buruk tentu tidak banyak memikat pengunjung. Tetapi perjuangan warga yang dimotori Kades Rusjan memang membuahkan hasil. Pemerintah Kabupaten Brebes pun membangun jalan menuju kawasan itu, sehingga aksesibilitas yang menjadi salah satu unsur penting pariwisata mulai teratasi.
Terbentuknya Desa Wisata Mangrovesari yang disingkat Dewi Mangrovesari menjadikan Nurjan, Mashadi, dan penggerak Kelompok Sadar Wisata setempat terus berupaya mengembangkan kawasan itu. Nurjan pun berpikir, bila pengunjung bertambah banyak, maka diperlukan tempat parkir. Desa pun kemudian membangun tempat parkir dengan menguruk tambak, dengan biaya yang tidak sedikit.
Tetapi itu adalah investasi. Kemudian membangun joglo yang biasa digunakan untuk pertemuan, rapat, maupun gathering bila ada wisatawan yang membutuhkan.
Salam Dua Senti
Wisata ekologi hutan mangrove memang menjadi konten utama bagi Desa Wisata Mangrovesari. Sementara pendukungnya ternyata cukup potensial. Hutan bakau dengan flora dan faunanya menjadi daya tarik. Sejarah hutan bakau ini menjadi daya tarik tersendiri, dari tambak rusak hingga berubah indah seperti itu.
Maka Yayasan Kehati –Keanekaragaman Hayati–yang didirikan mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Prof Emil Salim pun memberikan perhatian besar, dengan memberikan bantuan baik finansial maupun pelatihan-pelatihan.
Keberuntungan Desa Wisata Mangrovesari yang lain, karena sudah begitu terkenal, maka banyak kampus yang memberikan pelatihan di sana, bukan hanya kampus-kampus di Jawa Tengah, bahkan Jakarta dan sebagainya. Terlebih lagi Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Jateng dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes yang memang bertanggung jawab atas pengembangan pariwisata.
Kawasan ini bukan sekadar wisata leisure untuk bersenang-senang saja, tetapi juga untuk pendidikan. Sekaligus juga menjadi inspirasi bagi kawasan serupa yang mengalami kerusakan lingkungan. Ternyata perbaikan lingkungan memberikan dampak, fauna berkembang seperti kepiting, ikan, kemudian burung-burung juga banyak bersarang di sana.
Dalam sebuah acara pelatihan “Peningkatan Mutu Pelayanan Pelayanan Prima” bagi Pokdarwis Pantura Barat Jawa Tengah yang diselenggarakan di joglo Desa Wisata Mangrovesari, muncul pula informasi-informasi yang “mengejutkan”. Ternyata bukan hanya ikan dan kepiting saja yang dihasilkan dan digunakan untuk oleh-oleh pengunjung. Ada juga pembuatan garam dengan cara direbus, tentu ini unik.
Ada lagi yang menarik. Seorang warga, Ninik, menyebut akar muda yang baru saja tumbuh pada pohon mangrove bisa meningkatkan stamina bagi pria. Wow, ini mengejutkan. “Di sini dikenal dengan sebutan salam dua senti. Ya, akar yang baru tumbuh yang panjangnya baru sekitar dua senti itu dikupas kulitnya lalu dikunyah dan sarinya ditelan. Memang agak pahit, tetapi manfaatnya luar biasa,” katanya dengan senyum penuh arti.
Bahkan seorang perempuan pengrajin batik dari Ungaran, berusaha memetik akar dua senti itu cukup banyak. Dia pun digoda teman-teman lainnya. “Wah, buat oleh-oleh suami nih. Pasti dijamin jossss,” goda sang teman.
Ibu muda itu pun tersenyum simpul sambil memasukkan bungkusan ujung kecil akar bakau itu ke dalam tas kecilnya. Apakah Anda juga mau mencoba?
Perlu Penataan
Sebagai kawasan wisata, hal yang penting dipegang adaah Sapta Pesona, yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan. Keamanan menjadi penting, misalnya keamanan ketika naik perahu menuju lokasi, keamanan tempat parkir, dan juga keamanan wisatawan dari kejahatan dan kecelakaan.
Ketertiban juga harus dijaga, sehingga perlu ada petugas khusus, terlebih pada saat ramai pengunjung. Tertib bagi pedagang di lokasi, pengaturan parkir, dan juga ketertiban bagi wisatawan. Misalnya tidak boleh merusak/mencorat-coret di lokasi wisata.
Kebersihan yang perlu diperhatikan di Mangrovesari. Warung-warung memang biasa menjual makanan/minuman instan seperti mi, kopi, sari buah, dan sebagainya. Dan, ini banyak meninggalkan sampah plastik. Ini harus ada penanganan khusus, jangan sampai sampah menjadi tidak tertangani dengan baik dan wisatawan menjadi jengah.
Bisa saja dimanfaatkan untuk didaur ulang menjadi kerajinan yang bisa dijual. Sejuk, bukan semata suasana di hutan bakau dengan kerindangannya. Tetapi bagaimana pedagang, petugas loket, dan petugas lainnya dengan sejuk menyapa dan melayani wisatawan.
Tempat untuk berjualan akan lebih baik bila dipindahkan dekat dengan lokasi parkir, sehingga kawasan wisata dari dermaga pemberangkatan sampai ke lokasi bersih dari pedagang, yang punya potensi membuang sampah. Apalagi bila tidak tertangani, akan semakin banyak warung yang menjadikan kawasan ini kumuh.
Demikian juga keindahan harus selalu dijaga, dan keramahan warganya akan memberikan kenangan tak terlupakan untuk kembali lagi ke sana. Belum lagi oleh-oleh khas kepiting lunak (lemburi) atau ikan bandengnya. Termasuk “salam dua senti”-nya.
Dengan tiket masuk Rp 15.000 tiap pengunjung, kawasan ini bisa mendapatkan pemasukan dengan nilai miliaran per tahun. Sebuah angka yang mencengangkan. Dan, ini tentu akan semakin menyejahterakan warganya. Pariwisata itu industri tanpa cerobong asap, dengan multipier effect luar biasa.
Dengan adanya Desa Wisata Mangrovesari, pengunjung semakin banyak datang, dan pemasukan semakin besar. Warga pun kini menyediakan rumahnya untuk homestay, dengan harga sewa sangat terjangkau. Mereka bisa berjualan, membuat kerajinan, menampilkan kuliner khasnya ikan dan urap yang khas Dusun Pandansari. Dengan demikian perekonomian warga meningkat, yang berarti kesejahteraannya juga makin baik.
Ketika minyak dan gas tak bisa lagi diandalkan, kini pariwisatalah yang menggantikan. Mari dukung pengembangan desa wisata untuk kesejahteraan rakyat di desa-desa.
SUARABARU.ID/Widiyartono R.