KARIMUNJAWA – Gelap malam makin pekat, ketika sampai ke makam Mbah Kambang (Syekh Abdul Kahpi atau Abdul Kapi). Letaknya berada di pesisir pantai Karimunjawa. Mobil tidak dapat mendekat, karena ada sebagian badan jalan yang rusak tergerus abrasi ombak laut.
Jalan kaki harus dilakukan untuk mencapai lokasi makam. Makamnya sederhana, tidak ada aliran listrik yang meneranginya.
Bowo (47), yang mengantar kami ke lokasi makam, mendapat pesan agar waspada terhadap edor, yakni ular buta karena terkena sabda Sunan Nyamplungan.
”Edor adalah semacam ular derik, berbadan pendek tapi bisanya mematikan,” jelas pemandu wisata Tomi.
Sebagai pemandu wisata, Tomi telah tujuh tahun bermukim di Pulau Karimunjawa. Kepada rombongan media gathering dari Kabupaten Wonogiri pimpinan Kabag Humas Pemkab Wonogiri, Haryanto, diberikan rekomendasi untuk melakukan wisata spriritual pada empat makam keramat yang menjadi objek wisata religi di Karimunjawa.
Empat makam itu ialah, makam Mbah Kambang, makam Sunan Legok Kluwak (Sayyid Abdulah bin Abdullatif), makam Sunan Nyamplungan, dan makam Mbah Danang Joyo.
Keempatnya disebut sebagai waliyullah, yang pada masa hidupnya memiliki karomah dan kesaktian. Karena itu, makamnya menjadi objek wisata religi.
Untuk ke lokasi makam Sunan Legok Kluwak (Sayyid Abdullah bin Abdullatif), mobil dapat mendekat. Lain halnya dengan makam Sunan Nyamplungan dan makam Mbah Danang Joyo.
Letaknya di lereng puncak bukit yang hanya dapat dicapai dengan jalan kaki lewat jalan terjal menanjak. Makam Sunan Nyamplungan, diterangi listrik dan ada bangunan masjid di dekatnya yang selalu dijaga oleh juru kunci.
”Ini kebetulan Mbah Juru Kunci sedang tidak sehat, dan untuk sementara saya yang menggantikan,” ujar Jumari Saleh.
Pria separuh baya yang mengaku punya famili di Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri ini, mahir menceriterakan tentang sejarah Sunan Nyamplungan lengkap dengan berbagai pemilikan karomah dan kesaktiannya. Termasuk misteri ikan lele di Karimunjawa yang tidak punya patil, dan kerang yang punggungnya bolong.
Sunan Nyamplungan atau Amir Hasan, adalah putra Sunan Muria. Sebagai pria sakti, dia diutus Raja Demak untuk menaklukkan bajak laut Singolodo di Karimunjawa
Bajak laut itu sering mengganggu kapal-kapal dagang dari berbagai belahan dunia yang berlayar melewati Laut Jawa. Perang tanding berlangsung tiga hari tiga malam.
Setiap kali Singolodo tewas terbunuh, dia hidup lagi ketika mayatnya terbaring di tanah. Atas petunjuk Sunan Kalijaga (Kakek Amir Hasan), Singolodo akhirnya tewas dan tidak dapat hidup lagi, ketika bangkainya tidak diletakkan di tanah.
Pada masa kerajaan Persia, seorang utusan ulama besar bernama Syekh Subakir mampu menaklukkan demit (makhluk halus) yang menguasai Karimunjawa dan Tanah Jawa, melalui laku tirakat. Ditancapkanlah tongkat kayu Dewadaru untuk menetralkan gaib negatif, untuk keselamatan Bumi Pawinian.
Sebutan Karimunjawa, berasal dari bahasa arab Karimun yang artinya mulia dan Jawa dimaknai sebagai Jannatul Ma’wa yang artinya surga yang tinggi. Ini yang kemudian dipahami Kepulauan Karimunjawa adalah realitas surga dunia, yang dijaga dan didoakan agar selalu Karim (mulia) oleh Syech Subakir sebagai Wali Allah.
Kayu Dewadaru memiliki tuah keselamatan dan dapat dijadikan sarana tolak balak serta penolak orang yang berniat jahat. Kayu bertuah lain di Karimun Jawa adalah Kalimasada, yang oleh para tokoh spiritual dapat dijadikan jimat untuk diisi doa-doa keselamatan.
Kemudian Kayu Setigi, berkhasiat dapat menyedot bisa (racun) ular, lebah, kelabang, kalajengking.
suarabaru.id/Bambang Pur