BLORA – Bakul sate ayam khas Blora benar-benar panen. Tidak hanya puluhan bakul di Kota Blora, bakul sate ayam di kota-kota kecamatan, memasuki H+4 Lebaran, terus menangguk untung.
Meski harganya dinaikkan Rp 24.000 menjadi sekitar Rp 30.000 per porsi (sepuluh tusuk), warung dan kios sate ayam sejak pagi buka dasaran hingga tengah malam selalu dipenuhi penggemarnya.
Pantauan di Blora, Sabtu (8/6), deretan bakul sate di lokasi (sementara) barat rumah trahanan (Rutan) kelas II-B, Kota Blora, pindahan dari kompleks Koplakan, tidak pernah sepi pembeli yang sebagian besar pemudik.
Bahkan sejumlah bakul sate, seperti Daman, Kadirun dan Mudjito memotong lebih dari 40 ekor ayam perharinya, karena bakul-bakul itu dikepung pemudik untuk menikmati sate ayam Blora.
“Selain Lebaran, paling hanya potong 15-25 ekor saja, bahkan sering tidak sampai 15 ekor,” papar pemilik sate Kadirun.
Sejak H-3 hingga H-4, pantauan suarabaru.id, dimana ada bakul sate ayam, terlihat ada antrean mobil luar Blora, kebanyakan berpelat nomor B (Jakarta).
Mereka asyik dan mengaku puas menikmati makanan khas dan favorit di daerah ini, sate ayam, dengan rasa serta model penyajian yang berbeda dari bakul sate luar Blora.
Kode Etik
Selain dikenal daerah penghasil kayu jati, minyak dan gas bumi (migas), daerah (Kabupaten Blora) terkenal dengan kuliner sate ayam bakarnya.
Rasa gurih, rasa lezat yang didukung cara unik penyajian, membuat tamu dari dalam dan luar kota kangen untuk kembali menikmati citra rasa sate ayam Blora.
Bahan baku masakan khas dan paling favorit di Blora ini sebenarnya sama dengan daerah lain, berupa daging ayam, bumbu-bumbu dan pelengkap lainnya.
Sebutan kota sate untuk daerah paling timur di Jawa Tengah ini memang cukup layak. Sebabnya, hampir di setiap sudut Kota Blora, dengan mudah dijumpai sate ayam bakar dengan pincuk daun jati.
”Layak kalau sate Blora tercatat masuk MURI-lah, wong penggemarnya seperti tidak terhitung gini,” ungkap Nadya, pemudik yang mengaku melahap 28 tusuk sate ayam.
Uniknya, penyajiannya tidak berdasar porsi, namun dihitung banyaknya sunduk (tusuk), misal 10 tusuk, 30 tusuk atau sekian tusuk yang disantap pembeli.
Perlu diketahui tamu pendatang baru yang belum faham “kode etik” menikmati sate ayam Blora, jangan sekali-kali membuang tusuknya, sebab yang dihitung bukan porsi, namun jumlah tusuknya.
“Ini yang menarik, hitunganya bukan porsi seperti kota lain di Indonesia, tapi jumlah tusuknya,” ungkap Niko (35), warga Tangerang yang datang ke Blora berlebaran di rumah mertunya.
Juga perlu diingat, misal bakul satu tidak berjualan, masih ada puluhan penjual yang menanti pembeli baik di Kota Blora, dan kota-kota kecamatan se-Kabupaten Blora, seperti Jepon, Ngawen, Cepu, Kunduran dan lainnya.
Suarabaru.id/Wahono