blank
Sesepuh Samin, Budi Santosa menyerahkan akta perkawinan kepada mempelai pria. foto: Suarabaru.id/dok

KUDUS –  Kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia sangat beragam dan unik. Salah satunya masyarakat penghayat kepercayaan Sedulur Sikep yang berada di desa Kaliyoso, kecamatan Undaan, kabupaten Kudus.

Mereka tidak menganut agama resmi pemerintah tapi meyakini adanya Tuhan. Masyarakat Sedulur Sikep menyebutnya sebagai agama Adam. Selama ini  masyarakat Sedulur Sikep tak pernah sekalipun mencatatkan pernikahan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kudus.

Namun, zaman kini sudah mulai berubah. Putusan Mahkamah Konstitusi Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2019 terkait pengisian kolom agama di KTP-el dan KK, membawa angin segar bagi kelompok masyarakat penganut aliran kepercayaan semacam Komunitas Samin.

Kini, prosesi perkawinan hingga warga Samin telah dianggap sah karena mulai bisa dicatatkan dalam administrasi negara.

Kehadiran negara dalam kehidupan warga Samin tersebut sebagaimana terlihat dalam adat perkawinan Ani Agustina  yang merupakan putri dari pasangan Sukarjo dan Purwati, warga Kaliyoso, Karangrowo, pada Kamis  (25/4).  Perempuan muda ini dipersunting oleh perjaka bernama Kristiyanto, asal Desa Karangturi, Sukolilo, Pati yang notabene juga penganut kepercayaan Samin.

Perkawinan dua sejoli yang terikat dalam balutan ajaran sang nenek moyang Ki Samin Surosentiko tersebut, menjadi titik tonggak dari pengakuan negara. Hadir dalam prosesi tersebut Wabup Kudus Hartopo, Plt Kepala Disdukcapil Kudus, Sofyan, pejabat kecamatan, desa hingga warga lain di luar komunitas.

“Pencatatan pernikahan warga Samin secara administrasi kependudukan negara ini untuk pertama di Kudus. Ini merupakan bukti yang luar biasa karena Sedulur Sikep mengikuti aturan. Atas nama pemerintah daerah kami sangat apresiasi,” Wabup Kudus, Hartopo.

blank
Wabup Kudus Hartopo saat hadir dalam prosesi Pasuwitan yang merupakan bagian dari adat perkawinan warga Samin. foto: Suarabaru.id/dok

Tercatatnya pernikahan warga Samin dalam administrasi kependudukan, memiliki imbas postifif yang sangat besar. Sebelumnya, anak dari hasil pernikahan warga Sikep saat hendak diurus administrasinya, misalnya akta kelahiran, mereka tertulis tidak memiliki bapak.

Kini ini, keluarga Samin bisa memiliki kartu keluarga sebagaimana mestinya, pun juga dengan anak-anak mereka juga sudah bisa memiliki akta kelahiran yang bisa dipergunakan untuk kepentingan seperti mendaftar sekolah, pekerjaan hingga PNS.

Sesepuh Sedulur Sikep Kudus Budi Santoso mengaku terjadi perubahan yang sangat pesat dalam kelangsungan hidup warga masyarakat Sedulur Sikep. Ia mengingat, pada zaman dahulu, pemerintah tidak memberikan akses luas bagi penghayat kepercayaan. Namun, kini masyarakat Sedulur Sikep merasakan kehadiran negara.

Atas pertimbangan itulah, Budi Santoso menggalakkan pencatatan pernikahan kepada negara bagi masyarakat Sedulur Sikep, tapi tanpa meninggalkan ajaran tradisi leluhur. “Perkawinannya tetap menurut adat, namun tentu masyarakat Sikep wajib untuk mencatatkan pernihakan,” katanya.

Kesetaraan

Pengamat sekaligus peneliti Sedulur Sikep, Moh Rosyid berujar, pencatatan nikah bagi Sedulur Sikep sudah adalah hak konstitusi sebagai warga negara. Kini, posisi warga Samin sudah seperti warga negara yang notabene penghayat kepercayaan statusnya sudah setara dengan penganut agama lain.

“Bagi yang hendak mencatatkan pernikahannya silakan, bagi penganut Sikep yang tidak ingin mencatatkan pernikahannya juga silakan. Masing-masing punya cara pandang, yang penting jangan saling cemooh,” katanya.

Secara tradisi, tahapan perkawinan Wong Samin meliputi  Nyumuk (kedatangan keluarga (calon) kemanten putra di rumah calon kemanten putri untuk menanyakan status si gadis pada orangtua gadis). Setelah diketahui kemanten putri masih perawan, tahap berikutnya (waktu berdasarkan kesepakatan) dilakukan Ngendek yakni menyunting.

Selanjutnya adalah Nyuwita/Pasuwitan yakni ijab-kabul yang dinyatakan pengantin putra didampingi orangtuanya pada pengantin putri bahwa ia menikahinya di hadapan wali (orangtua), saksi (saudara), disertai mas kawin, dengan prinsip meneruskan keturunan (wiji sejati, titine anak Adam). Dari prosesi tersebut kemudian kedua mempelai diperbolehkan menjalani kehidupan suami istri.  Selama ngawula pengantin putra membantu pekerjaan mertua.

Tahap berikutnya adalah Paseksen, yaitu ungkapan pengantin putra di hadapan orang tua dan mertua yang dihadiri temanten putri, keluarga, dan tamu undangan. “Baik itu komunitas Samin atau komunitas lainnya. Tahap ini sebagi tanda., pengantin putra telah melakukan kewajiban memenuhi kebutuhan batin (kumpul).

Suarabaru.id/Tm

Baca juga: Di Grobogan, Penganut Kepercayaan Belum Dapat EKTP