PURWOREJO – Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengumpulkan 1.000 guru ngaji di Kabupaten Purworejo, Sabtu (6/4). Dalam pertemuan itu, mereka bersepakat untuk menjadi garda depan penangkal hoaks dengan mengajarkan pendidikan karakter sejak dini pada anak-anak.
Ganjar Pranowo mengatakan persebaran hoaks telah menyasar segala lapisan masyarakat, tidak terkecuali di kalangan para santri. Untuk itu Ganjar mengajak seribu guru ngaji Purworejo untuk melakukan pengawalan agar para santri tidak turut menyebar atau jadi korban hoaks.
“Sebenarnya seribu guru ngaji ini mampu untuk mengurangi dan memagari tindakan-tindakan hoaks yang membikin kebencian dan membikin kemarahan. Kalau orang habis ngaji hatinya seneng mendapatkan pencerahan berarti ngajinya bener. Tapi kalau habis ngaji kok emosi, hanya pengen perang dan marah-marah, patut dipertanyakan itu,” katanya.
Untuk mengantisipasi hal itu, guru ngajilah yang harus jadi tameng kuat agar memberi penjelasan pada santri. Sehingga kalau ini bisa berjalan, kata Ganjar, kehidupan bermasyarakat lebih tenang, anak lebih berkarakter, orang lebih hati-hati dan anak-anak bisa berkembang dengan sangat waras. Harapannya dengan pemberian insentif itu, guru ngaji akan lebih meningkatkan kualitas dirinya.
“Tapi guru ngaji tadi sudah punya penangkal dengan argumentasi yang sangat fasih, kalau kamu ragu dan itu tidak benar, jangan disebar. Stop jangan disebar. Agar anak kita cerdasnya itu komplit, bukan sekadar cerdas intelektual tapi emosional,” katanya.
Dalam pertemuan di Pondok Pesantren Nuril Anwar, Maron, Loano, Purworejo itu, Ganjar juga menyerahkan insentif untuk ustaz dan ustazah se-Kabupaten Purworejo. Pemberian insentif ini merupakan perwujudan janji kampanye Ganjar Pranowo dan Taj Yasin ketika memenangi Pemilihan Gubernur Jateng 2018.
Sebelumnya, pemberian insentif telah dilakukan di Kabupaten Pati kepada 5000 guru ngaji, guru madrasah diniyah, dan pondok pesantren. Total insentif pada APBD 2019 senilai Rp 205 miliar yang diperuntukkan bagi 171.131 orang.
“Guru ngaji itu perlu perhatian. Kalau semua wilayah bisa memberikan seperti ini mudah-mudahan guru ngaji akan merasa lebih terhormat,” kata Ganjar.
Basuki Rahmat, guru ngaji dari Winong Purworejo membenarkan pernyataan Ganjar. Ia mengaku sering mendapatkan aduan santri tentang makna dan cara menangkal hoaks. “Santri kami ada yang beranjak SMA, mulai kritis dan menanyakan, hoaks itu apa, Pak?” Kata Basuki.
Kepada Ganjar, Basuki merinci langkah-langkahnya menghadapi pertanyaan dan memberi penjelasan pada santri tentang hoaks itu. Yang jadi catatan penting untuk mengenali hoaks adalah biasanya suatu berita kabar itu berisi caci maki atau menjelekkan orang lain.
“Hoaks itu, jika di media sosial ada yang menjelek-jelekkan orang lain, jangan langsung diterima. Jangan diterima mentah-mentah, tapi digodok dulu dengan bertanya pada kiai. Selanjutnya jangan dibagi atau dikirimkan ke yang lain, stop,” katanya.
suarabaru.id/tim