WONOSOBO – Terhitung mulai 23 September 2018 hingga 28 Februari 2019, selama lima bulan memasuki masa kampanye Pemilihan Legislatif ((Pileg), Pemilihan DPD dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Wonosobo terus melakukan pengawasan terhadap pelanggaran pemilu.
“Dari hasil pengawasan Bawaslu Wonosobo selama lima bulan, tercatat ada sekitar 3.542 jenis pencegahan berpotensi melanggar kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu”, ujar Ketua Bawaslu Wonosobo, Sumali Ibnu Chamid dalam konferensi pers di Wood Caffe, Wonosobo, Selasa (5/3) siang.
Dalam konferensi pers tersebut Sumali didampingi empat komisioner lainnya, yakni Eko Fifin Haryanti (Divisi Penindakan Pelanggaran), Nasir Salasa (Divisi Organisasi dan SDM), Anas (Divisi Penyelesaian Sengketa) dan Danil Arvian (Divisi Pengawasan, Humas dan Hubungan Antar Lembaga).
Sumali mengatakan Bawaslu Wonosobo berupaya melakukan pencegahan dengan berbagai cara. Semua itu ditempuh agar pemilu berlangsung lebih demokratis dan berkualitas. Metode
yang digunakan ada yang bersifat preventif maupun menegur secara langsung di lapangan pada peserta kampanye.
“Metode preventif atau pencegahan dilakukan pada partai politik, caleg, relawan atau tim sukses sejak sebelum memasuki masa kampanye. Bawaslu Wonosobo melakukan sosialisasi terhadap UU No 7 Tahun 2017 dan Peraturan Bawaslu, terkait larangan-larangan dalam berkampanye,” tegasnya.
Dari data yang ada, pencegahan dengan cara memberi peringatan lisan tercatat 424 kejadian, himbauan tertulis 464 kasus dan mencegah secara langsung sesaat sebelum terjadi pelanggaran ada 2.654 kejadian. Pencegahan dilakukan oleh personel PPL, Panwascam maupun Bawaslu Wonosobo di berbagai kesempatan.
Netralitas ASN
Selain menyasar peserta pemilu, yakni partai politik, caleg, relawan dan tim sukses, Bawaslu juga melakukan pencegahan pelanggaran pemilu kepada anggota TNI-Polri, ASN Kades, BPD, perangkat desa melalui sosialisasi terkait aturan dalam pelaksanaan kampanye pemilu.
“Meski TNI-Polri, ASN, Kades, BPD, perangkat desa dan karyawan BUMD/BUMN bukan merupakan peserta pemilu. Namun mereka sangat berpotensi menggunakan kewenangannya untuk melakukan pelanggaran kampanye yang bisa merugikan atau menguntungkan peserta pemilu sehingga perlu diberi sosiasisai perihal pelanggaran kampanye pemilu,” tandasnya.
Di luar itu, meski bukan termasuk ASN, honorer K2, pendamping desa (PD), pendamping keluarga harapan (PKH) dan tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK), juga termasuk organ yang tidak boleh terlibat dalam politik praktis karena kegiatan yang bersangkutan dibiayai oleh negara.
Disebutkan Sumali ada tiga jenis pelanggaran dalam pemilu, yakni pelanggaran pidana, administratif dan kode etik. Pelanggaran pidana, administratif dan kode etik bisa dilakukan oleh siapapun, tidak hanya peserta pemilu, tapi juga oleh masyarakat atau penyelenggara pemilu itu sendiri.
Sementara itu, Eko Fifin Haryanti mengatakan dari hasil penertiban alat peraga kampanye (APK) yang ditenggarai melanggar aturan, selama dua tahap penertiban terdapat sekitar 1.753 jenis APK yang diamankan Bawaslu dan tim terkait. Tahap pertama ada 1.033 dan tahap dua ada 720 APK yang diturunkan.
Guna terus mensosilisasikan pemilu yang bersih, demokratis dan bermartabat, Bawaslu Wonosobo juga telah merekrut sekitar 3000 relawan atau pengawas partisipatif. Masing-masing kecamatan terdapat 200 pengawas partisipatif dari berbagai komunitas dan pemuka agama maupun tokoh masyarakat . (SuaraBaru.id/Muharno Zarka)