blank

Oleh : Hadi Priyanto

Jika melihat peta penyebarannya yang semakin luas dan penambahan jumlah pasien setiap hari, nampaknya Jepara sedang melaju menuju puncak  tertinggi.

Namun seberapa tinggi puncak yang akan dituju sangat sulit untuk diprediksi. Pasalnya belum nampak gerakan sistematis, masif dan terstruktur  untuk membendung meluasnya wabah virus corona.

Baca Juga: Dua Puskesmas di Jepara Hentikan Pelayanan Rawat Inap

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jepara  nampak belum menganggap  pandemi  global yang semakin meluas di Jepara  ini  sebagai sebuah persoalan serius. Ini nampak belum adanya keputusan yang luar biasa yang sifatnya extra ordinary decision.

Hingga banyak kalangan menilai, ada sejumlah  keputusan yang kemudian sifatnya hanya  politis berdasarkan kalkulasi sebagian besar orang tidak percaya bahwa covid-19 itu nyata.

Akibatnya banyak keputusan yang tidak menciptakan kejelasan dari ambiguitas, serta tidak menberikan kepastian arah,  termasuk  refocusing dan realokasi anggaran APBD sebesar Rp. 203 milyar yang hingga kini  belum diumumkan detail rincian alokasinya.

Perbub tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang sama dengan Kota Semarang, juga hanya  menjadi pelengkap dari Status Taggap Darurat termasuk tidak adanya program kerja sebagai instrumen untuk  mengkonsolidasikan semua sumber daya yang ada termasuk para pemangku kepentingan.

Membaca Angka Kegentingan

Pada  portal resmi Tanggap Covid-19 Provinsi Jawa Jawa Tengah dan Kabupaten Jepara 9 Juli 2020, jam 06.45  kita akan mendapatkan  sedikit gambaran kegentingan penanganan covid-19 di Jepara.

Jika kita mencermati data perkembangan Covid-19 di Jepara, pada tanggal 8 Juni lalu angka penderita hanya 32 orang. Angka ini berubah menjadi 568 orang pada tanggal 8 Juli 2020 atau naik 1.775 persen/bulan. Dengan demikian rata-rata perhari ada pasien baru 17 orang.

Sedangkan pada angka orang sakit yang sedang dirawat  di seluruh  Jawa Tengah tercatat 2.405 orang dari total 5.463 orang pasien covid-19  atau sebesar 44,02 persen.  Sementara di Jepara, dari 568 orang yang terpapar covid, 453 orang masih dalam status dirawat atau sebesar 79,7 persen.

Dari angka diatas kita juga dapat membaca, 18,8 persen orang yang saat ini dirawat di Provinsi Jawa Tengah adalah orang Jepara. Padahal Provinsi Jawa Tengah terdiri dari  35 kabupaten  dan kota.

Sementara angka kematian Jepara dibandingkan dengan angka yang dinyatakan positif covid adalah 36 orang dibandingkan dengan 538 orang atau 6,7  persen. Padahal angka  di tingkat nasional hanya sekitar 3,7 persen.

Sedangkan jumlah tenaga kesehatan Jepara yang   tersebar di  6 rumah sakit, 21 Puskesmas, DKK, 48 kilinik dan Laboratorium Kesehatan Daerah adalah 2.244 orang. Dari jumlah ini, 120 orang lebih  dinyatakan terpapar covid 19, atau 5,4 persen.

Terpaparnya garda terdepan ini sangat mempengaruhi kecepatan penanganan covid-19. Sebab mereka yang bertugas di Puskesmas bertanggungjawab dalam pelacakan kontak erat dengan pasien dan juga mencari sumber penularan serta pengambilan swab.

Ironisnya fasilitas kesehatan yang nakesnya telah terpapar masih “dipaksa” untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada warga. Akhirnya nakes justru menjadi sumber penularan baru.

Tidak adanya tempat karantina bagi pasien yang sudah dinyatakan positif, juga menjadi persoalan tersendiri. Sebab  dalam banyak kasus kemudian menjadi sumber penularan didalam keluarga dan bahkan lingkungan.

Gagap Sejak Awal

Sejak awal memang ada sikap gagap Jepara dalam mengantisipasi penyebaran virus corona ke Jepara. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tidak menampakkan sebuah tim yang yang solid, terorganisir, sinergis dan terpadu mulia tingkat kabupaten hingga desa.

Bahkan kemudian diketahui GTPP Covid-19 Jepara  tidak memiliki road map atau peta jalan dan program kerja yang harus dilalui bersama. Padahal  angka penderita telah mencapai  500 orang lebih. Bahkan GTPP yang jumlahnya seratus orang lebih ini tidak pernah melakukan rapat lengkap hingga sekarang.

Ironisnya peningkatan angka covid-19 itu dianggapan sebagai prestasi sebagai hasil dari  rapid test masif agresif yang dilakukan. Padahal asumsi itu tidak sepenuhnya benar. Sebab jika kita melihat klaster-klater  yang terus berkembang, tidak semua hasil rapid tes masif agresif namun  banyak juga yang ditemukan karena proses pelacakan kontak erat atau terdeteksi karena penyakit penyerta.

Disamping itu rapid test  hanya sebagai pintu masuk untuk untuk memutus mata rantai. Masih ada serangkaian langkah yang harus dilakukan mulai kecepatan melakukan pemeriksaan  PCR dan TCM, penanganan isolasi/karantina, hingga menumbuhkan  kesadaran dan mendisiplinkan masyarakat untuk menjalani protokol kesehatan

Menunggu Bom Waktu

Memang tidak mudah  pengambil keputusan dalam situasi yang kompleks, waktu yang pendek, dan informasi serta data yang saling bertentangan. Karenanya diperlukan ketrampilan seorang pemimpin  untuk mengambil keputusan dalam situasi krisis seperti saat ini. Diperlukan keputusan  yang sifatnya extra ordinary decision

Harus ada kesediaan para pengambil kebijakan untuk melakukan  kembali analisa dan intepretasi untuk menemukan masalah yang harus diatasi dan sekaligus  dipertangung jawabkan. Ini perlu dilakukan sebab situasinya telah berubah.

Karena itu diperlukan kecermatan dalam memahami informasi dalam wujud angka-angka agar dapat dilakukan analisis kuantitatif atas persoalan yang dihadapi.  Dengan demikian para pengambil keputusan disemua tingkatan dapat melakukan navigasi atau menentukan arah  dan menetapkan pilihan yang memiliki kepastian dan  dapat dilaksanakan secara rasional dan konsisten dalam penanggulangan covid-19 di Jepara.

Semoga segera ada langkah-langkah strategis yang memberikan kepastian kepada semua pemangku kepentingan untuk bergerak bersama dengan memanfaatkan sumberdaya yang telah tersedia. Sebab hanya dengan demikian para pemimpin dapat memberikan harapan dan optimisme akan adanya  masa depan dalam tatanan kehidupan baru. Atau memang hanya mampu menunggu bom waktu yang tak pernah  berusaha dijinakkan. (*)

Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID dan pegiat budaya di Jepara