TEGAL (SUARABARU.ID) – Tak ada yang mengira jika di sebuah rumah di gang sempit Jalan Cendrawasih Lontrong no.8 Randugunting, Tegal Selatan, adalah tempat beralihrupanya limbah sampah menjadi produk kerajinan serbaguna.
Di tempat tersebut tak ada mesin – mesin produksi sekelas pabrik modern atau bahan – bahan material berkualitas utama yang digunakan industri dalam skala besar. Cuma ada ‘emak-emak’ rumah tangga yang terampil mengubah bekas limbah menjadi sejumlah barang kerajinan.
Adalah komunitas Runtah Tegal Laka – laka atau disingkat Rutela yang memiliki arti ‘sampah di Tegal tidak ada’ dan mengusung slogan kelestarian lingkungan, Reduce Recycle Reuse.
Bendahara Rutela, Mufasiroh, mengatakan, Rutela berfokus mendaur ulang barang bekas menjadi kerajinan yang bernilai. Mulai Desember 2017 sejak pertamakali dibentuk, Rutela bertekad agar sampah di Kota Tegal hilang.
Bagi Rutela, kerajinan dari sampah merupakan solusi yang menguntungkan bagi lingkungan dan kreativitas. Dengan membuat barang-barang yang berguna dari sampah dapat membantu mengurangi masalah pembuangan sampah yang tidak bertanggung jawab dan membuat lingkungan lebih hijau.
“Kerajinan dari sampah juga dapat memunculkan ide-ide kreatif dan menghasilkan barang-barang unik dan menarik. Kita dapat memulai dengan membuat kerajinan sederhana seperti bunga dari kertas bekas atau tas dari bahan daur ulang, hingga membuat barang-barang fungsional seperti meja dari palet bekas,” kata ibu rumah tangga yang biasa disapa Bu Fas ini oleh anggota Rutela lainnya.
Dirinya tak sendiri, bersama belasan anggota Rutela lainnya setiap harinya ‘menyulap’ barang – barang limbah bekas menjadi barang – barang serba guna berkelas dan bisa dijual dengan harga terjangkau.
Mulai dari kawat bekas, limbah plastik bekas bungkus produk minuman sachetan, hingga kertas – kertas bekas daur ulang dirubah menjadi barang – barang seperti tas, bonsai plastik, vas bunga, tempat bekal, dompet, hiasan meja, baju fashion, hingga berbagai aksesoris cantik.
Ketua Komunitas Rutel, Amril Lurman mengatakan, semua barang – barang produk kerajinan yang dihasilkan berkisar di harga Rp 5 ribu untuk tempat pensil, aksesoris, hingga pernak – pernik hiasan. Sementara yang termahal Rp 1,5 juta untuk kerajinan bonsai dari lelehan plastik bekas, berbagai tas, hingga baju yang berasal dari bekas bungkus plastik.
“Saya sendiri memulainya dari sekitar tahun 2013-an lantaran sering mengikuti berbagai pelatihan pengolahan limbah bekas dimana-mana, bahkan hingga ke Jakarta,” ungkap Amril yang pernah masuk nominasi penerima Kalpataru atas kegiatan komunitasnya tersebut.
Efek dari kegiatan Rutela yang mengubah barang limbah bekas menjadi barang serbaguna rupanya juga mengubah kesejahteraan para anggotanya sendiri. Selain bisa memberi pemasukan nafkah tambahan, juga bisa ditularkan ilmu yang didapat dalam komunitas tersebut.
Seperti pengakuan Wastiah, anggota Rutela yang berdomisili paling jauh di Kota Tegal Utara dan biasa menjahit tas – tas besar yang terbuat dari bahan plastik bekas bungkus minuman instan. Bahkan dirinya juga mampu membuat baju anak – anak dari limbah plastik.
Dari keterampilannya tersebut dirinya setidaknya bisa memiliki tambahan nafkah untuk menghidupi keluarga. Walau tak cukup besar namun uang yang diterima dari hasil penjualan barang mampu membantu menghidupi keluarganya sehari – hari.
“Suami cuma pekerja biasa gajinya juga biasa saja, tapi saya dengan ikut di komunitas Rutela ini bisa sedikit membantu menambah penghasilan untuk kebutuhan hidup keluarga sehari – hari, tidak banyak tapi cukup. Ini semua cuma dari limbah sampah bekas yang diubah jadi barang kerajinan,” katanya.
Lain cerita Wastiah, lain pula cerita Kumalasari yang biasa membuat produk tas, dompet, hingga vas hiasan bunga yang juga berprofesi sebagai guru ekstrakulikuler di SMA Al – Irsyad Tegal dan SMP Ihsani’ah Tegal. Keterampilan yang diperolehnya di Rutela mampu ditularkannya ke anak – anak didiknya.
Sebagai seorang guru yang mengajarkan ilmu life skill handy craft dirinya mampu menyebarkan semangat pemanfaatan barang – barang bekas yang ada di sekitar untuk didaur ulang menjadi barang – barang baru yang memiliki nilai guna.
Tak hanya dipraktikkan di sekolahan, para anak – anak didiknya juga bahkan beberapa diantaranya mengikuti magang praktik di sekretariat Rutela untuk semakin menambah kemampuan dan keterampilan mengubah limbah sampah menjadi produk kerajinan serbaguna.
“Saya senang karena ternyata dari murid – murid saya yang saya ajarkan keterampilan ini jadi banyak peminatnya, bahkan sampai ada yang datang ke basecamp Rutela untuk belajar langsung. Ini sesuai tekad kami menularkan kebiasaan memanfaatkan barang – barang bekas di sekitar kita untuk didaur ulang,” katanya.
Upaya dan kiprah Rutela yang mampu mengubah limbah sampah di Kota Tegal menjadi produk – produk kerajinan serba guna tak bertepuk sebelah tangan. Melalui Dinas Koperasi UMKM, Pemerintah Provinsi Jateng memberikan sejumlah bantuan.
Salah satu yang paling berjasa adalah pada saat Mantan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, mengapresiasi apa yang dilakukan komunitas Rutela ini dengan mempromosikannya melalui kanal LapakGanjar dan mendorong hingga bisa di ekspor ke luar negeri.
Tak hanya itu saja, Pertamina melalui program Corporate Social Resposibility (CSR) juga memberikan bantuan berupa pendampingan dan pelatihan – pelatihan yang sangat menunjang produktivitas kegiatan Rutela hingga kini.
Area Manager Communications, Relations, and CSR Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho, mengatakan, sebagai mitra binaan Pertamina, Rutela mendapat banyak bantuan pendampingan dan pelatihan.
Bantuan yang diberikan seperti peralatan penunjang produksi hingga pelatihan melakukan promosi dan marketing. Materi public speaking, pembuatan content di media sosial, hingga cara pengambilan foto dan video produk juga diajarkan kepada semua anggota Rutela.
“Pertamina memberikan banyak pendampingan dan pelatihan agar para mitra binaan kami bisa meningkat kapasitas kemampuannya. Tujuannya adalah agar mereka lebih mampu memproduksi kerajinannya lebih baik serta mampu mempromosikan produknya sendiri,” katanya.
Harapan besar Pertamina atas bantuan pendampingan dan pelatihan yang diberikan kepada para UMKM ataupun komunitas – komunitas seperti Rutela tersebut adalah agar ke depannya bisa mengurangi limbah yang ada dan bisa mendaur ulangnya menjadi produk – produk yang bermanfaat lagi.
Hery Priyono