Suhartono bersama karyanya 'Taman Laut'.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Tidak berlebihan jika Kota Jepara dinobatkan sebagai the world carving center atau pusat ukir dunia. Karya para seniman ukir Jepara yang masyhur dengan keindahannya, kehalusannya, telah diakui oleh dunia sejak berabad-abad lalu.

Kepada suarabaru.id menceritakan proses mengukir karya.

Salah satu maestro ukir Jepara yang saat ini sedang menjadi buah bibir adalah Suhartono. Karya relief dengan judul ‘Perang Jawa’ mampu tembus di harga 50 juta. Sebuah pencapaian yang luar biasa di tengah pesimisme akan bangkitnya seni ukir di Jepara yang mulai surut.

Rumah sederhana di Gang Muara, Kelurahan Demaan, Kabupaten Jepara, penuh dengan bakalan atau bahan kayu yang baru dimulai untuk membuat karya. Suarabaru.id datang saat sang empu ukir tersebut sedang mengasah seperangkat alat memahat.

BACA JUGA: Relief ‘Perang Jawa’ Masterpiece Seniman Ukir Jepara, Dibanderol sampai 75 Juta

Tampak alat pahat berupa penilet, kol, penguku, coret, tertata rapi di antara ukiran relief yang masih dalam proses. Dibantu dengan kaca pembesar, Suhartono saat ini sedang menyelesaikan relief sangkar burung dengan judul “Karno Tanding”. Sebuah relief yang tidak kalah dengan ‘Perang Jawa’. Halus, detail, dan rumit!

Seperangkat alat pahat di sebuah karya ‘Karno Tanding’.

Siapa sangka, pria sederhana yang sehari-hari ikut membantu istrinya menjual nasi bungkus ini sudah lama dikenal di antara seniman-seniman Yogyakarta.

“Tahun 2018 saya didatangi Pak Timbul (Prof. Dr. Drs. Timbul Raharjo, M.Hum. adalah seniman, pengusaha, dan akademisi Indonesia yang merupakan mantan Rektor Institut Seni Indonesia Yogyakarta) untuk diminta mengikuti pameran UNDAGI #2″ ujarnya memulai obrolan, Rabu (26/3/2025).

Pameran Undagi #2 adalah pameran seni kriya yang diselenggarakan pada 9–13 Mei 2018 di Taman Budaya Yogyakarta. Pameran ini merupakan kegiatan dari Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Saya tidak menyangka akan didatangi seorang seniman besar, dan diminta untuk ikut pameran di Yogyakarta”, kenang Suhartono saat dirinya pertama kali bertemu Alm. Timbul Raharjo.

“Saat itu saya masih ragu, karya apa yang akan saya tampilkan. Sedangkan pameran Undagi #2 merupakan pameran para mestro”, lanjutnya.

Dari kenekatannya itulah Suhartono membawa sebuah relief yang belum sepenuhnya jadi. Meskipun belum sempurna, relief berjudul Taman Laut itu luar biasa detil dan halus saat suarabaru.id diizinkan untuk memfoto karya yang telah lama tersimpan ini.

“Relief dengan judul ‘Taman Laut’ yang saya bawa pameran, sampai dengan saat ini belum sepenuhnya jadi, karena saya harus menyelesikan beberapa pesanan sangkar burung”, terang bapak tiga anak ini.

Saat di Yogyakarta, Suhartono mulai berkenalan dengan beberapa seniman beberapa di antaranya Timbul Raharjo dan Sapto Hudoyo. “Saya mendapat banyak pelajaran dari para maestro seni. Yang namanya berkarya, ya berkarya. Tidak usah punya niat agar viral dan terkenal”, lanjut Alumni SMIK tahun 1988, dan salah satu murid Empu Ukir Jepara Sukarno.

Namun, sikap idealismenya yang tidak mau mengikuti pasar dengan menjual murah tenaga dan karya seninya membuat dia menjadi pengukir yang ‘betah ngelih’. “Sebenarnya pahlawan di keluarga ya istri saya. Yang ikut banting tulang agar kendil ora jomplang” , bebernya sambil tertawa.

Kendati demikian, hasil mengukir dan dibantu istrinya menjual nasi bungkus mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi sarjana. Anak sulungnya berhasil menjadi sarjana Tekhnik Sipil, dan yang kedua Arsitektur di Untag, dan yang bungsu baru kelas empat SD.

Suhartono juga merasa bersyukur karyanya Perang Jawa dibeli oleh Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI. “Saya bertemu dengan Bu Lestari saat menjadi salah satu penerima penghargaan di acara JIFBW. Karya saya bukan sebagai pemenangnya namun saat Bu Lestari melihat dengan detil, beliau tertarik akhirnya dibayar, alhamdulillah bisa memenuhi kebutuhan keluarga”, ucap Hartono.

Hartono mengaku saat ini sedang mencari referensi untuk membuat relief Ratu Kalinyamat. Seperti halnya karya-karya reliefnya seperti Perang Jawa, Karno Tanding, Taman Laut, Pemberontakan Ronggolawe, Hartono harus detil dan cermat dalam mendeskripsikan cerita dalam lakon tersebut.

“Saya belum menemukan referensi yang utuh dalam cerita Ratu Kalinyamat. Insyaallah dalam waktu dekat ini akan memulainya setelah relief Taman Laut telah seratus persen jadi”, ujar suami Nurul Isnaini.

“Berkarya itu dengan hati riang gembira, niscaya akan lahir karya-karya yang secara alamiah akan disukai oleh semua kalangan. Baik itu anak kecil sampai orang tua. Jangan berpikir untuk menjadi viral”, tandas Suhartono.

ua