Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

SAUDARAKU, perbedaan paling signifikan cara mendidik anak di zaman doeloe dan now, ialah doeloe kental dengan kekerasan, sekarang hendaklah penuh dengan kelembutan. Sangat berbeda nyata. Seorang sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer (baca, Kompas, 9 Februari 2025) di masa Sekolah Rakyat-nya penuh dengan nuansa kekerasan.

Dan  tragiknya, kekerasan itu dialaminya dari ayahnya yang seorang guru, tempat almarhum Pram sekolah. Kata-kata bodoh, goblok, pengung  menjadi menu harian anak sulung itu. Tiga kali ia nunggak, ora munggah, tidak naik kelas (tepatnya sengaja  tidak dinaikkan) karena dianggap bodoh.

Pram kecil tumbuh sebagai anak tidak percaya diri, merasa tidak berharga dan berarti hidup ini, minder, penyendiri, dan sejenis itu. Tetapi seolah menjadi titiknya terjadilah, yakni ketika suatu hari Pram disuruh ayahnya kembali ke bangku SR-nya, Guru yang melihat Pram datang ke sekolah, bertanya: “Pram,  mengapa kamu datang lagi ke sini? Kamu sudah lulus.”

Baca juga Blending Bikin mBlendhing

Kata-kata itulah “titik baliknya.” Ia lari ke luar sekolah membawa serta buku-bukunya. Pulangkah? Tidak. Pram kecil lari ke kuburan yang tidak jauh dari sekolahnya. Di keheningan kuburan itu, Pram berteriak-teriak dan menangis sejadi-jadinya. Ia pegang pohon jarak, digoyang-goyang sekuat tenaganya sambil tetap meraung-raung.

Keras vs Lembek

Singkat cerita, atas dasar titik balik itulah, Pram punya tekad kuat dan besar, punya nyali untuk “melawan” dan kisah selanjutnya, ia berhasil membawa adik-adiknya ke Jakarta untuk mengembangkan diri, mengadu nasib di kota besar.

Begitulah ….. model dan pola asuh orang tua terhadap anaknya di zaman doeloe. Yakni keras, sering kasar ungkapan-ungkapan verbalnya, sering mematikan semangat komentar-komentarnya (contohnya: Ahhh, kamu aja, mana mungkin bisa?), tidak kurang juga dengan kekerasan fisik.

Ada yang beralasan: Hidup ini keras, maka sejak kecil anak-anak harus dididik dengan keras agar ia mampu hidup. Di antara kekerasan itu,  sering terlontarlah kata-kata cah bodho, goblok, pekok, pengung, dsb. Secara ekstem, sebutlah dulu itu serba keras.