JEPARA(SUARABARU.ID) – “Sampulung…Sampulung…Sampulung!” teriakan salah satu nama tokoh malam itu mampu membuat suasana dalam Aula SMA N 1 Jepara pada Sabtu (20/7) malam tidak seperti biasanya. Riuh dan gegap gempita suara teriakan nama seseorang bernama Sampulung membuka pementasan teater lakon “Tengul” karya Arifin C Noer dengan sutradara Eko B Saputro.
Pentas teater oleh Teater Bias Sukma bekerjasama dengan panitia GekaeS 28 dihadiri ratusan penonton yang turut serta meneriakkan nama Sampulung salah satu tokoh dalam dalam lakon tersebut. Bahkan tamu undangan pun sempat terkejut, ketika peononton yang mayoritas pelajar tersebut turut berperan secara langsung dalam pembukaan pementasan teater yang menjadi salah satu rangkaian Gebyar Kreasi Seni (GeKaeS) dalam rangka menyongsong HUT SMA N 1 Jepara ke-61.
Adi Prasetya selaku Pembina Teater Bias Sukma mengatakan bahwa lakon “Tengul” yang digarap kali ini telah mengalami adaptasi menyesuaikan durasi dan sasaran audiensi. Mengingat penonton terdiri dari tamu undangan, kalangan seniman dan budayawan, juga mayoritas pelajar.
“Adaptasi naskah ini -Tengoel karya Arifin C Noer- dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah dalam menyampaikan pesan dan memahami esensinya. Mengingat naskah tersebut merupakan lakon yang cukup berat untuk digarap oleh kami – pelajar-, dengan penonton yang juga mayoritas pelajar,” terangnya.
Lakon “Tengul” kali ini diadaptasi dan sutradara oleh Eko BS diambil dari sudut pandangan sepasang suami istri bernama Korep dan Turah yang ingin menjadi kaya raya. Si suami, Korep hanya pegawai administrasi rendahan, gaji pas-pasan, dan hidupnya masih miskin. Oleh sebab itu, Turah menuntut Korep untuk menjadi kaya. Sedangkan Turah suka memasang Lotre. Karena kegilaannya pada lotre itulah, Turah rela menjual semuanya. Akan tetapi setiap kali memasang nomor lotrenya tidak pernah tembus. Turah Justru jatuh lebih miskin dan tidak punya apa-apa lagi. Hingga akhirnya Turah menjual kehormatannya alias menjual diri dan pergi dari rumah.
Sementara Korep menjadi kalap, dan tiba-tiba ia bertemu dengan si Tuli yang menyarankan untuk mencari kekayaan dengan jalan penuh misterius, jalan pintas yaitu ‘Pesugihan’ dan menghadap ke mBah Batu Hitam. ‘Pesugihan’ yang ditempuh Korep justru merupakan jalan yang berbahaya, ada harga yang mahal untuk dibayarkan, syaratnya adalah istrinya Korep nanti harus dikorbankan sebagai tumbal, dan jika Korep mati akan menjadi pengikut mBah Batu Hitam. Korep setuju dan dalam sekejap ia berhasil menjadi kaya raya.
Sekian tahun berlalu, Korep selalu dihadapkan antara pesta pernikahan dan kematian karena istri-istrinya dijadikan tumbal pesugihan. Hingga istri yang ke 14, Korep dapat sejenak menikmati kesuksesannya. Itupun tak berselang lama, sampai kemudian tidak ada satu wanita pun yang mau menjadi istrinya. Akhirnya Korep menyadari bahwa jalan hidup yang ditempuhnya salah. Naas, Korep mati mengenaskan, digerogoti dan menjadi tumbal Batu Hitam karena lebih menuruti hawa nafsunya.
Kepala SMA 1 N Jepara yang diwakili oleh Maria Yekiana Mulyati, M.Pd selaku Wakasek Bidang Kesiswaan memberi apresiasi bahwa pementasan kali memiliki kesan yang cukup unik dan pesan yang mudah dicerna lantaran para pemain lakon “Tengul” kali ini terlihat sudah mampu membawakan peran sesuai dengan tokoh-tokohnya secara ekspresif dan tampak menikmati setiap peradeganan dalam balutan tata artistik yang penuh simbolik.
“Para pemainnya cukup ekspresif dan seperti telah memahami karakter penokohan yang ada di dalam naskah. Dialog-dialog mereka terlihat natural dan memiliki pesan-pesan yang mudah dimengerti oleh penonton. Pentasnya ada unsur romansa yang dibalut dengan teatrikal yang simbolik, ada tawa, dramatis, dan tentu saja ada pesan-pesan yang bermuatan edukatif,” jelasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Umum DKD Kabupaten Jepara Kustam Erey Kristiawan usai menonton pementasan malam itu mengatakan bahwa media teater selain dapat dijadikan sebagai hiburan juga ruang berekspresi, penggalian potensi, edukasi, juga menyampaikan pesan-pesan secara eksplisit yang tersembunyi.
“Teater dapat dijadikan ruang belajar bersama, selain berlatih beretorika juga mengenal berbagai macam karakter melalui penokohan, alur dan peristiwa sebagai bentuk cerminan dalam kehidupan. Sebab itu, teater bisa dikatakan cermin kehidupan itu sendiri,” jelasnya.
Hadepe – JS