ASU adalah kata dalam bahasa Jawa yang artinya “anjing” dalam bahasa Indonesia. Namun, di wilayah Kabupaten Magelang, tepatnya di Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang terdapat satu bangunan candi peninggalan kebudayaan Hindu yang bernama Candi Asu.
Kenapa candi, yang biasanya merupakan bangunan lama bernilai religius itu dinamai “Asu”? Masyarakat setempat mengaku tidak mengetahui secara pasti tentang asal-usul bangunan bersejarah tersebut dengan sebutan Candi Asu.
Beberapa penduduk setempat menjelaskan, dinamakan Candi Asu, karena pada saat ditemukan salah satu patung yang ada di candi tersebut, berupa arca Lembu Nandhi yang menurut warga setempat, dulu bentuknya menyerupai asu atau anjing. Maka, dinamailah candi itu Candi Asu.
Ada pula yang menyebutnya nama “Asu” berasal dari kata aso” (istirahat, red), karena dimungkinkan candi tersebut sebagai tempat peristirahatan.
Keberadaan candi yang ada di lereng Gunung Merapi tersebut hingga saat ini masih berdiri megah, meskipun beberapa bagian sudah tidak utuh lagi. Bahkan , bagian atap candi telah runtuh dan sebagian besar batu hilang.
Keberadaan candi yang menghadap ke arah barat, berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter tersebut, jauh dari perhatian wisatawan yang datang ke wilayah Kabupaten Magelang.
Mudah Dijangkau
Meskipun untuk menuju candi tersebut, sangat mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor, namun sangat sepi dari pengunjung dibandingkan dengan candi-candi lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Magelang, seperti Candi Borobudur dan Candi Mendut. Memang disayangkan, candi ini tak banyak dilirik wisatawan.
Candi peninggalan Mataram Kuna dari Dinasti Wangsa Sanjaya (Mataram Hindu) tersebut terletak sekitar 5 kilometer ke arah selatan dari objek wisata Ketep Pass, di Kecamatan Sawangan. Dan berada di tepian Sungai Pabelan yang berhulu dari Gunung Merapi.
Bangunan candi tersebut mempunyai ketinggian kaki candi 2,5 meter dan tinggi tubuh candi 3,35 meter. Salah satu keistimewaan candi yang ada di tengah lahan pertanian penduduk tersebut yakni di bagian dalamnya terdapat sebuah sumur
berkedalaman sekitar tiga meter.
Di badan candi tersebut juga ada relief hiasan flora di empat sisi dinding candi dan terdapat relief Kinara-Kinari (burung) sebagai hiasan plisir yang mengitari dinding candi. Relief Kinara-Kinari ini sebenarnya banyak terukir di candi-candi lain peninggalan Mataram Kuno di Jawa Tengah, seperti di Candi Plaosan, Ratu Boko, Candi Pawon dan Candi Ijo.
Di dekat Candi Asu juga diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I (874 M) dan Sri Manggala II (874 M).
Candi Pendhem
Tidak jauh dari Candi Asu, terdapat dua buah candi Hindu lainnya,yakni Candi Pendhem dan Candi Lumbung. Namun, berbeda dengan Candi Asu yang terletak di tengah ladang, Candi Pendhem dan Candi Lumbung berada di pingiran Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing.
Namun, karena erupsi Merapi pada 2010 silam, dan lahar dingin mengalir di Sungai Tlinsing dan Sungai Pabelan menyebabkan Candi Lumbung rawan terbawa arus , sehingga dipindahkan ke lokasi lain yang lebih aman.
Dinamakan Candi Pendhem, karena bangunan candi tersebut sempat tertimbun tanah. Sedangkan, Candi Lumbung , dimungkinkan oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi.
Widiyas Cahyono-trs