SEMARANG (SUARABARU.ID) – Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (BBPJT) melaksanakan peluncuran ‘Buku Cerita Anak Bergambar Dwibahasa Jawa-Indonesia 2023’ yang berlangsung di Hotel Grand Candi Semarang, Selasa (21/11/2023).
Dalam peluncuran ini BBPJT menghadirkan anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang didampingi guru di wilayah Kota Semarang.
Kepala BBPJT, Dr. Syarifuddin mengatakan, kegiatan ini sebagai penguatan literasi dan penguatan revitalisasi bahasa daerah. “Dalam kegiatan ini kami mencoba untuk menumbuhkan minat baca pada anak-anak,” kata Syarifuddin usai peluncuran buku cerita anak bergambar dwibahasa Jawa-Indonesia 2023.
Menurutnya, salah satu kriteria atau ciri untuk menguatkan minat baca sendiri ada warna dan wahana, sebagai bahan bacaan. Dan inilah salah satu wahana dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia.
“Bagaimana kita mencoba mendekatkan anak-anak kepada bahasa daerahnya agar dia menggunakan bahasa daerahnya, atau awalnya akan mengenal bahasa daerahnya kemudian digunakan dengan salah satu adanya buku ini,” katanya.
“Pada saat anak-anak membaca, mereka pasti akan mengenal oh ini kosa kata ini, ini artinya ini dan lainnya. Ini untuk merevitalisasi dimana kami akan mencoba mendekatkan bahasa ini kepada anak-anak melalui bahan bacaan,” ujarnya.
Terkait minat anak terhadap bahasa Jawa, menurut Syarifuddin sejauh ini belum ada penelitian yang secara komprehensif untuk mengetahui. “Kami punya kekhawatiran kalau misalnya tidak ada program yang secara masif seperti ini, yang kita takutkan bahasa Jawa akan mengalami kemunduran. Dan para penutur-penutur muda akan meninggalkan bahasanya.
Dengan adanya cerita bergambar ini, anak-anak akan lebih mudah menerima, dan memahami apa yang disampaikan dalam buku.
Pihaknya berharap anak-anak lebih dekat dengan bahasanya sendiri, karena anak-anak inilah harapan kita untuk mempertahankan bahasanya ke depan, dimana saat ini mengalami kemunduran.
Kahar Dwi P, Ketua Panitia Kegiatan menyebut, kegiatan penerjemahan ini di Balai Bahasa Jawa Tengah tidak bisa disebut sebagai penerjemahan saja, tetapi gabungan antara penulisan dan penerjemahan.
“Karena ada satu hal yang menjadikan pertimbangan itu dilaksanakan karena ketersediaan cerita anak berbahasa daerah atau bahasa Jawa ini kurang (bentuk teks), sehingga jika hanya kegiatan penerjemahan saja kita tidak bisa, kita kekurangan teks berbahasa Jawa,” jelas Kahar.
“Langkahnya adalah digabung, penulisan penerjemahan sekaligus, karena untuk anak pendidikan usia dini harus ada gambarnya. Jadi dirancang buku cerita anak bergambar Jawa-Indonesia yang dihasilkan oleh penulis yang menulis cerita berbahasa Jawa, kemudian penerjemah menterjemahkan ke bahasa Indonesia, ada illustrator menterjemahkan dalam bentuk grafis, dan ada lagi penyunting yang menyunting kebahasaannya,” tandas Kahar.
Ning S