JC Tukiman Tarunasayoga
ADA dua substansi mau kita bahas kali ini, pertama tentang eling, kedua tentang ancas, dan ketika dua substansi itu digabungkan, kandungan terdalamnya berupa sebuah pertanyaan: “Jan-jane, tujuane urip kuwi, apa ta?” Sejatinya, tujuan kita hidup itu untuk apa saja?
Pertanyaan itu pasti akan memeroleh seribu satu, bahkan sejuta satu, ehhh semiliar satu jawaban. Namun izinkan saya “memaksa” Anda sepakat dengan jawaban ini, yakni “mencari dan menemukan kebahagiaan hidup.” Nah………… inilah yang disebut ancas.
Mengapa ancas ini harus dieling-eling lan dielingake? Jawabnya, dalam mencari dan menemukan kebahagiaan hidup ini, sangatlah banyak orang suka lupa ancase, tujuan utamanya; karena tergiur oleh hal-hal yang sebetulnya bukan yang utama agar sampai ke tujuan/cita-cita.
Eling
Ada empat makna eling atau enget (bacalah enget ini seperti Anda mengucapkan bemper), yaitu pertama pikirane pulih kaya sakawit, daya ingatnya (telah) pulih kembali padahal sebelumnya lupa. Peristiwa semacam ini sering terjadi, berhari-hari lupa terhadap sesuatu atau seseorang, tiba-tiba: Oh, iya……..ingat aku!! Kemarin-kemarin blank spot, nah tiba-tiba signal masuk.
Kedua, eling juga bermakna ngerti maneh marang perkara sing wis lawas; ingat lagi hal-hal yang sudah puluhan tahun terlupakan. Makna pertama tadi intinya pada pulih, sedangkan pada makna kedua ini kata kuncinya pada ngerti maneh, kembali ingat.
Makna ketiga eling ialah ora lali, tidak lupa, artinya ingat terus dan belum pernah lupa. Contohnya, sakit hati. Wahhh……………orang yang sakit hati itu biasanya elingggggg terus, sampai-sampai sering dikatakan: Sakit hati terbawa mati. Jika ada orang “terjangkit” seperti ini, pemulihan terbaiknya ialah orang yang bersangkutan ini harus bisa berdamai dengan dirinya sendiri dulu.
Setelah betul-betul damai dengan diri sendiri, baru berdamai dengan orang lain, termasuk dengan pihak yang (dianggapnya) menyakitkan hati. Baru orang itu bisa ngomong: Emang gue pikirin, EGP?
Makna keempatnya, eling ialah ngrumangsani, weruh dhewe kahanane; tahu diri dan melihat sendiri kondisi riilnya. Maaf nih, “terpaksa” menggunakan contoh para politisi anyaran. Sering di antara mereka komentar (maksudnya berpolitik) secara ora eling, ora ngrumangsani; tidak melihat kondisi riilnya.
Contoh, partainya terhitung kecil, belum teruji kiprah nyatanya; tetapi komentar politisinya: “Negeri ini karut marut, ekonomi kita dibelit utang dan utang. Saya punya konsep untuk membenahi.” Ketika ditanya tentang konsep pembenahannya, ia berkelit: “Tunggu saya menjadi anggota parlemen, ya.”
Pada saat dikejar terus dengan pertanyaan: “Kapan jadi anggota parlemennya, nih?” masih juga berkilah: “Wahhh system pemilunya harus diubah, nih.” Dst…….dsb. Contoh orang seperti ini dapat menjadi bukti bahwa dia ora eling, ora ngrumangsani yen cilik, dan hanya terbawa oleh mimpi siang bolongnya yang begitu besarrrrrr.
Ancas
Arti tunggal ancas ialah enering sedya kang diniati, dituju; maksudnya ialah orang harus fokus terhadap tujuan yang ingin diraih atau dicapainya. Jika tujuannya ingin menjadi anggota parlemen, ya sudah fokus saja ke sana dan tidak perlu menjelek-jelekan orang/pihak lain, jewawa punya konsep manjur.
Fokus saja door to door menemui calon pemilih; datangilah berbagai pertemuan dan minta restulah di situ; tampilkan dirimu orang tulus dan baik, sopan, dan berisi.
Eling ancasmu, hai semua pihak ingatlah tujuan utamamu. Dalam hal ini, apa tujuan utama Pemilu? Mencari dan menemukan kebahagiaan hidup bersama lewat terselenggaranya demokrasi. Ini yang harus menjadi ancas semua pihak. Karena demokrasi itu diraih lewat pemilihan umum; maka Pemilu yang (akan) terselenggara juga harus dapat menemukan bersama kebahagiaan.
Siapa pun, perseorangan atau kelompok, atau pun lembaga, semuanya punya ancas, punya tujuan yang ingin diraih; maka mari kita sinergikan semua ancas itu untuk meraih kebahagiaan bersama. Karena itulah semua pihak harus eling!
Eling ancasmu juga mengingatkan semua pihak, bahwa dalam pemilu nanti, pasti akan ada yang menang dan pasti akan ada yang kalah. Tetap harus diingat, mereka yang (akan) menang, atau pun mereka-mereka yang (akan) kalah, tetap masih sama-sama memilik ancas yang sama, yakni kebahagiaan hidup bersama sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia.
Aja lali, kudu eling iki! Pemenang akan dituntut tanggungjawab amat besar agar cita-cita hidup bersama yang bahagia itu terlaksana baik-baik. Mereka dan siapa pun yang kalah (saat itu) juga tetap bertanggungjawab untuk menjadi penyeimbang mereka yang menang.
Eling ancasmu, Lurrrr……..!! Itu bermakna eling ancas kita bersama! Mengapa perlu diingatkan? Pemenang suka lupa karena efuria kemenangannya; pihak yang kalah suka emosi sehingga mudah menjadi lupa.
Tukiman Taruna Sayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University