Oleh : Tri Hutomo
Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) disusun dengan tujuan untuk terciptanya sustainable development atau pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah Kab. Jepara.
Karena itu untuk menjaga ketaatan setiap warga negara terdapat pula penjatuhan sanksi pidana yang cukup berat di dalam UUPPLH. Sanksi pidana yang seharusnya merupakan ultimum remedium dalam penegakan hukum, dalam kasus hukum lingkungan di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa seharusnya dikedepankan fungsinya menjadi primium remedium. Sebab penerapan ini dianggap paling efektif dalam menangkal kasus-kasus perusakan lingkungan. Ironisnya sampai saat ini belum ada tindakan hukum secara tegas
Perlunya penggunaan sanksi pidana menjadi primum remedium karena pada saat penggunaan sanksi pidana menjadi sampingan atau ultimum remedium dalam penyelesaian masalah pencemaran lingkungan hidup, terbukti selama ini terdapat beberapa kelemahan.
Jika kita mencermati penegakan hukum di bidang lingkungan ,bahwa penegakan hukum lingkungan pada dasarnya dapat dilihat dari dua sistem atau strategi yang berkarakter yaitu pembenahan peraturan dan pemberian sanksi (sanctioning dengan penal style).
Oleh karena itu merupakan suatu keharusan dalam pengaturan mengenai lingkungan dimasukkan ketentuan pidana di dalamnya agar penegakan hukum lingkungan itu sendiri dapat berjalan secara efektif. Walaupun sanksi pidana telah dimasukkan, namun penegakan hukum yang terjadi di KSPN Karimunjawa di bidang lingkungan ini belum juga mencapai hasil yang optimal.
Lemahnya penegakan hukum lingkungan, antara lain, diperlihatkan dengan gagalnya berbagai upaya penegakan hukum lingkungan yang diprakarsai Pemerintah Kab. Jepara ataupun mayarakat.
Kebijakan investasi yang tidak dilengkapi dengan upaya perwujudan prinsip-prinsip good sustainable development governannce justru melahirkan kebijakan yang mendukung dilakukannya eksploitasi sumber daya alam. Pembiaran usaha tambak di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa misalnya, justru melahirkan prinsip transgenetik yang mengabaikan ‘prinsip kehati-hatian.
Padahal dalam tindakan hukum, terdapat minimal empat dimensi yang dapat mempengaruhi kualitas penegakan hukum lingkungan yaitu adanya undang-undang lingkungan secara nyata, pelanggar hukumnya sendiri, korban (masyarakat), dan aparat penegak hukum, dimana keempat dimensi tersebut bersifat saling mempengaruhi dan berlangsung dalam satu wadah struktur politik, sosial, ekonomi, dan budaya pada keadaan tertentu.
Didalam Undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah menegaskan 3 (tiga) langkah penegakan hukum secara sistematis, yaitu mulai dengan penegakan hukum administratif, penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan dan penyidikan atas tindak pidana lingkungan hidup.
Konsekwensi dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yaitu adanya kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara lingkungan hidup guna mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Adanya kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup tersebut berarti bahwa lingkungan hidup dengan segala sumber dayanya merupakan kekayaan yang dapat digunakan setiap orang, dan karena itu harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan generasi mendatang.
Perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alamnya mempunyai tugas ganda, yaitu melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhannya dan kepentingan individu.
Fungsionalisasi hukum pidana untuk mengatasi masalah perusakan lingkungan di KSPN Karimunjawa akibat adanya usaha tambak udang, harusnya bisa diwujudkan melalui sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada dua alasan diperlukannya sanksi pidana, yaitu: Pertama, sanksi pidana selain dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia, juga untuk melindungi kepentingan lingkungan karena manusia tidak dapat menikmati harta benda dan kesehatannya dengan baik jika persyaratan dasar tentang kualitas lingkungan yang baik tidak terpenuhi.
Kedua, pendayagunaan sanksi pidana juga dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada perusak potensial. Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara, denda, perintah memulihkan lingkungan yang tercemar dan/atau rusak, penutupan tempat usaha.
Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan kepidanaan dalam praktek di lapangan permasalahan tambak udang di KSPN Karimunjawa, sesuai dengan asas pengelolaan lingkungan hidup, harus dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan aparat sektoral, terutama yang berwenang dalam bidang penerbitan izin, pengawasan, pemantauan lingkungan dan penegakan hukum lingkungan administratif.
Hukum lingkungan kepidanaan dapat berdayaguna, tidak hanya ditentukan oleh sanksi pidananya, tetapi juga oleh konsep pertanggungjawaban pidana yang berlaku. Konsep pertanggungjawaban pidana menjadi penting, sebab masalah pencemaran/perusakan lingkungan bisa terjadi (bersumber) dari kegiatan-kegiatan usaha yang di dalamnya terlibat banyak orang dengan berbagai tingkatan tugas dan tanggungjawab pekerjaan.
Dalam hal ini perlu dikembangkan konsep tanggung jawab korporasi (corporate liability). Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dalam menanggulangi kerugian negara, berfungsi mengatur, juga berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang, yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif, fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.
Tindak pidana lingkungan dapat dikategorikan sebagai administrative penal law atau public welfare offences yang memberikan kesan ringannya perbuatan tersebut. Dalam hal ini fungsi hukum pidana bersifat menunjang sanksi-sanksi administratif untuk ditaatinya norma-norma hukum administrasi.
Dengan demikian keberadaan tindak pidana lingkungan sesungguhnya bergantung kepada hukum lain. Kerugian dan kerusakan lingkungan hidup tidak hanya yang bersifat nyata tetapi juga yang bersifat ancaman kerusakan potensial, baik terhadap lingkungan hidup maupun kesehatan umum. Hal ini disebabkan karena kerusakan tersebut seringkali tidak seketika timbul dan tidak dengan mudah pula untuk dikuantifikasi.
Kejahatan berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan tersebut telah membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, seperti kerusakan lingkungan di KSPN Karimunjawa yang menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada sumber-sumber ekonomi masyarakat, dan juga turunnya kualitas daya dukung lingkungan.
Kejahatan lingkungan dikatagorikan sebagai kejahatan di bidang ekonomi dalam arti yang luas, karena cakupan kriminalitas dan pelanggaran lingkungan lebih luas dari kejahatan konvensional lainnya,
Penegakan hukum pidana lingkungan tersebut, mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam pemidanaan, yaitu untuk mendidik masyarakat sehubungan dengan kesalahan moral yang berkaitan dengan perilaku yang dilarang, dan mencegah atau menghalangi perilaku potensial agar tidak melakukan perilaku yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup.
Dalam hal ini benar-benar harus dipertimbangkan bahwa pelaku harus diberi tindakan untuk mengganti sepenuhnya keuntungan ekonomis yang diperoleh pelaku sebagai hasil tindak pidananya dan mengganti sebagian dan seluruhnya biaya-biaya dan perbaikan kembali, dari berbagai kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh perbuatan pelaku.
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdayaguna bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat Karimunjawa juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan.
Dalam penjelasannya “Barangsiapa merusak lingkungan harus dihukum” yang artinya setiap orang yang merusak lingkungan harus dihukum tanpa membeda-bedakan siapa yang merusak. Jika kita menghukum orang yang telah merusak lingkungan, maka pada saat yang sama kita melindungi pelestarian lingkungan itu.
UUPPLH juga telah secara tegas mengadopsi asas-asas tanggungjawab negara, keterpaduan, kehati-hatian, keadilan, pencemar membayar, partisipatif dan kearifan lokal. Pengadopsian ini merupakan politik hukum yang penting karena dapat memperkuat kepentingan pengelolaan lingkungan hidup manakala berhadapan dengan kepentingan ekonomi jangka pendek.
Upaya penegakan hukum pidana lingkungan dapat menanggulangi kerugian negara, yang bisa diartikan penegakan hukum dalam arti luas. UUPPLH juga memuat delik materil yang diberlakukan kepada pejabat pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan.
Sebagai sebuah kebijakan pemidanaan yang maju dalam rangka mendorong para pejabat pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup. Delik materil tersebut dirumuskan dalam Pasal 112 UUPPLH yaitu:
”Setiap pejabat yang berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
Penulis adalah Sekretaris KAWALI Jawa Tengah