Oleh: Amir Machmud NS
// antarkan rinduku kepada mimpi/ kita bebas merajutnya bukan?/ wujudkan rindu ke dalam mimpi/ pastikan menjadi nyata/ dan kita meraihnya…//
(Sajak “Mimpi Sepak Bola”, 2023)
SEPAK bola mengantar rindu untuk bebas bermimpi, dan mengembangkannya.
Keingarbingaran rasa dan cahaya di Stadion Gelora Bung Karno, Senin (19/6) malam dalam laga tim nasional Indonesia melawan juara dunia Argentina, adalah gambaran tentang mimpi, rindu, dan ikhtiar mewujudkan.
Kau pasti merasakan ketakjuban, bukan? Pun kau lihat ada histeria. Ada gumpal kebanggaan. Juga menyembul harapan-harapan.
Sama, seperti dulu ketika sejumlah negara “antar berantah” dalam bulu tangkis mengembarakan mimpi, dan pada titik tertentu kemudian meraihnya.
Spanyol, Jerman, Rusia tercatat sebagai bukan negara badminton, tetapi sejak olahraga yang identik dengan Indonesia, Cina, dan Denmark ini resmi menjadi matacabang Olimpiade, mereka berlomba mengembangkan, lalu melahirkan atlet-atlet di level elite.
Dalam sepak bola, Indonesia juga “bukan siapa-siapa”, bahkan bisa dikategorikan sebagai “negara dunia ketiga”. Secara antropometris kita tidak punya “tongkrongan” untuk masuk ke jajaran unggul. Sepak bola seolah-olah tak bertakdir untuk kita.
Akan tetapi, bukankah mimpi adalah lintasan waktu yang sah? Angan adalah juga bagian dari hak asasi manusia. Tak ada bangsa mana pun yang berhak melarang Indonesia merenda mimpi, sama seperti kita tak punya wewenang apa pun menghalangi impian bangsa lain mempelajari dan menekuni bulu tangkis.
Lihatlah, nyatanya Korea dan Jepang kini masuk dalam jajaran elite sepak bola. Sistematika pengembangan liga profesional mereka menjadi bentuk ikhtiar tekun untuk membuktikan bahwa Asia tak perlu inferior terhadap superioritas Eropa, Amerika Latin, dan Afrika.
Kedua negara Asia Timur itu berhasil “melembagakan” langkah pencapaian yang mematok nilai-nilai kesederajatan. Sama seperti Iran, Arab Saudi, dan Irak yang juga punya posisi sebagai negara-negara pesat berkembang dalam peta sepak bola dunia.
Pembelajaran Total
Kekalahan Indonesia dari Argentina dalam FIFA matchday kemarin memang sudah diperkirakan. Tanpa Lionel Messi, Angel Di Maria, dan Nico Otamendi pun Albiceleste yang ranking pertama FIFA tetap “tim dewa” di hadapan Pasukan Garuda.
Pada sisi lain, target Asnawi Mangkualam dkk memberi perlawanan ketat, bagaimanapun cukup berhasil. Kekalahan “hanya” 0-2 menjadi bagian dari fakta bahwa anak-anak Indonesia “menolak dipermalukan” dengan skor besar.
Pelatih Shin Tae-yong mengapresiasi performa tim asuhannya. Netizens juga menghargai perjuangan mereka. Artinya, yang dinilai adalah “proses”, bukan sekadar hasil. Kerja keras, semangat, dan konfidensi unjuk teknis menjadi elemen-elemen yang lebih utama untuk diperlihatkan. Seandainya bisa mencetak gol dari sejumlah peluang yang didapat, tentu kebanggaan bakal semakin lengkap.
Laga-laga internasional melawan tim-tim kuat dengan nama besar lebih menjadi aksen membangun proses pembelajaran. Atas nama transfer of professional mindset, transfer of experiences, transfer of mental, dan transfer of technology.
Ya, agar kita yang baru berjuang untuk dominan di kawasan regional Asia Tenggara ini tidak “cupu” dan “kuper” dalam pergaulan sepak bola internasional.
Lalu mimpi apa yang selanjutnya perlu kita rajut agar mewujud?
Peta jalan membangun kualitas kompetisi liga, itu jawabannya. Jepang dan Korea memperoleh kemajuan seperti sekarang karena sukses pengembangan J-League dan K-League. Arab Saudi juga sedang menggeber amunisi untuk membangun cahaya Saudi Pro-League, sama seperti Qatar yang telah terlebih dahulu mewujudkannya.
Bahkan Malaysia, Vietnam, dan Thailand juga mensistematisasi liga pro-nya untuk berlomba ke road map elite Asia. Bedanya, bertahun-tahun liga pro kita mengalami pasang surut dalam dinamika pengelolaan, yang bahkan beberapa kali “macet” karena bersinggungan dengan energi politik kekuasaan.
Laga melawan Argentina, juga sebelumnya medali emas SEA Games 2023, sudah sepatutnya memacu adrenalin untuk membangun kompetisi liga yang betul-betul mengentaskan tim nasional kita mewujudkan kerinduan tentang mimpi-mimpi dan kejayaan…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —