blank
Lestari Moerdijat. Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, mengatakan, dengan mengaktifkan potensi diri dan sosial dalam menata peradaban baru yang harmonis dan inklusif, perlu dilakukan dengan orientasi membangun masa depan bangsa.

”Untuk mengaktifkan kembali potensi diri dan sosial, dibutuhkan upaya untuk menyelami diri, kedalaman relasi sosial, menanam kesadaran dan pengetahuan, yang memungkinkan manusia menata diri, menata kehidupan sosial dan menata peradaban baru yang harmoni, inklusif, dengan orientasi masa depan bersama,” kata Lestari.

Dia menyampaikan hal itu, saat menjadi moderator, sekaligus memberi pengantar singkat untuk membuka pemaparan dari Dr Otto Scharmer, bertema ‘Activating the Social Field for Our Common Future’, pada Tri Hita Karana Forum, di Kampus United in Diversity (UID) Denpasar, Bali, Senin (14/11/2022).

BACA JUGA: Rokok Ilegal Harus Diberantas untuk Mendongkrak Penerimaan Cukai

Doctor Otto Scharmer, adalah pakar sistem dan manajemen, penemu dan pengembang U- Theory, co-founder Presencing Institute, dan pengajar senior pada Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

Menurut Lestari, yang juga doktor di bidang ilmu manajemen dari Universitas Pelita Harapan Jakarta itu, situasi kini penuh dengan ketidakpastian, dengan ragam katastrofe dan tantangan. Bahkan sering kita tidak dapat menyelesaikan bermacam persoalan penting dalam kehidupan.

”Penguatan diri dengan segala kelebihan dan kekurangan, adalah keharusan dalam menghadapi ketidakpastian seperti saat ini,” ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.

BACA JUGA: Cegah Stunting, Unsiq Jateng di Wonosobo Bentuk “Pakwalisanak”, Apa Itu?

Tindakan manusia, jelas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, senantiasa bersumber dari pengetahuan pada diri sendiri dan orang lain, serta pengetahuan akan seluruh diri untuk membentuk sebuah karakter.

Upaya berbagi informasi, ungkap anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, merupakan salah satu cara penyampaian tentang sesuatu yang diketahui, untuk mereduksi knowing-doing gap.

Otto Scharmer menyebut, salah satu akar masalah yang kita hadapi saat ini adalah, adanya kesenjangan antara apa yang diketahui, dan apa yang harus dilakukan (knowing-doing gap).

BACA JUGA: Karyawan RSI Sultan Hadlirin Jepara Tetap Solid dan Kompak

”Sehingga yang dibutuhkan setiap individu adalah, pengetahuan terkait tentang apa yang diketahui, dan apa yang ingin diciptakan,” jelas Rerie.

Ditambahkannya, upaya bersama perlu dilakukan dengan visi masa depan, yang bersumber dari konsep dan metode tepat, dan belajar dari setiap peristiwa terkini. Hal ini agar kita mampu mewujudkan kehidupan sosial yang lebih baik.

Dalam upaya bersama itu, imbuh dia, setiap individu dan komunitas menanam inisiatif baik, membiarkan setiap bibit bertumbuh dari inner source masing-masing, untuk membentuk sebuah peradaban yang lebih manusiawi.

Riyan