Oleh: Ahmad Jukari
SALAH satu isu yang menarik dicermati pada peringatan hari pesantren 22 Oktober 2022 ini adalah imlementasi UU Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren (UU Pesantren).
Setelah tiga tahun lebih diundangkan, yakni pada 16 Oktober 2019, sejumlah daerah sudah menetapkan rancangan peraturan daerah (Raperda Pesantren) pesantren menjadi peraturan daerah Pesantren (Perda Pesantren).
Saat ini pemerintah provinsi yang sudah menetapkan Perda Pesantren diantaranya adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Provinsi Banten, dan Kepulauan Bangka Belitung.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum menetapkan Perda Pesantren, tetapi ada beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah yang sudah menetapkan Perda Pesantren, diantaranya Kabupaten Kendal, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Demak.
Dari informasi yang diperoleh melalui JDIH Kabupaten Kendal, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Demak Raperda Pesantren sudah ditetapkan menjadi Perda Pesantren.
Peraturan darah yang sudah ditetapkan dan diundangan masing-masing Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 4 Tahun 2021, Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 9 Tahun 2022, Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 2 Tahun 2022, dan Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 6 Tahun 2022.
Kabupaten Kendal tercatat dalam JDIH sudah menetapkan Perda Pesantren pada 29 juli 2021, disusul Kabupaten tegal 28 oktober 2021, Kota pekalongan 6 april 2022 dan Kabupaten demak 10 juni 2022.
Masyarakat sejatinya sangat pantas mendesak hadirnya Perda Pesantren di daerah masing-masing, mengingat sudah lebih dari tiga tahun UU Pesantren diundangkan.
Terlebih sudah sangat lama masyarakat pesantren menunggu negara mengakui keberadaan lembaga Pendidikan pesantren sebagai bagian dari sistem Pendidikan nasional yang layak mendapat perhatian sama dari pemerintah.
UU Pesantren mengakui kontribusi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi besar untuk bangsa sejak sebelum bangsa ini merdeka.
Penjelasan umum UU Pesantren menyebut, “Jauh sebelum Indonesia merdeka, pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren sudah lebih dahulu berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, nilai agama disadari merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan Pesantren juga berkembang karena mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai menghadapi berbagai keterbatasan.”
UU Pesantren juga menunjukkan pengakuan negara bahwa secara historis, keberadaan pesantren menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat, terlebih lagi karena Pesantren bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan dan layanan lainnya.
Keterbukaan
Di luar desakan agar penyusunan dan pembahasan Raperda perlu segera dilakukan, masyarakat pesantren juga perlu mengawal agar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota memberikan akses yang memadai kepada masyarakat untuk masyarakat terkait penyusunan Raperda Pesantren.
Sudah seharusnya semua informasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, termasuk naskah akademik dan Raperda Pesantren dipublikasikan sehingga dapat dikaji dan mendapat masukan masyarakat.
Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Wewenang wajib berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), salah satunya adalah keterbukaan.
Publik perlu dilibatkan dalam setiap tahapan penyusunan dan pembahasan Raperda Pesantren dapat dikawal sehingga materinya benar-benar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam naskah akademik rancangan undang-undang (RUU) pesantren dan pendidikan keagamaan yang disusun Badan legislatif (Baleg) DPR RI.
Dalam naskah akademik disebutkan, ada tiga permasalahan yang perlu didorong pemecahannya dengan hadirnya UU Pesantren. Ketiganya adalah regulasi, pembiayaan, dan manajerial.
UU pesantren lahir karena lembaga pesantren tidak diposisikan layak dalam regulasi, dampaknya pesantren tidak dapat mengakses kebijakan pemerintah di bidang pendidikan seperti Lembaga pendidikan yang lain.
Secara pembiayan, pesantren tidak dapat mengakses dana Pendidikan 20% yang diamanatkan UU. Dari sisi manajerial, pesantren butuh dukungan dan fasilitasi untuk pengelolaan sumber daya organisasi pesantren, baik SDM, sarana/prasarana, akses informasi, kurikulum dan kesetaraan ijazah dan serta akses melanjutkan Pendidikan.
Keterlibatan masyarakat pesantren dalam penyusunan dan pembahasan Raperda Pesantren perlu dilakukan agar Perda Pesantren yang ditetapkan sejalan dengan ruh yang melatarbelakangi lahirnya UU Pesantren.Dengan demikian Perda yang dihasilkan tidak menjadi ‘pepesan kosong’ sehingga masyarakat pesantren tidak akan mendapatkan apa-apa.
Potensi lahirnya Perda Pesantren rasa‘pepesan kosong’ sangat besar mengingat akan ada banyak daerah yang berlomba-lomba mengejar ‘dead line’ penetapan Raperda Pesantren dalam dua tahun ini atau mendekati tahun politik.
Dengan situasi seperti itu dukungan para politisi untuk penetapan Perda Pesantren alih-alih diniatkan untuk memperkuat peran pesantren malah justru menjadikan Perda pesantren sebagai alat menggalang dukungan politik 2024 dengan memanfaatkan ceruk pemilih pesantren.
Ahmad Jukari, Dosen STAI Pati