SEMARANG memang bukan Jogja. Jogja terkenal dengan gudegnya, sehingga sepanjang Jalan Wijilan dikenal sebagai tempat makan yan menyediakan masakan gudeg ini. Meski gudeg dikenal sebagai makanan khas Jogja, tetapi di Semarang juga ada gudeg dan menjadi sasaran pemburu kuliner.
Salah satu di antaranya adalah Gudeg Mbak Tum di Jalan MT Haryono, Peterongan, Semarang. Lokasinya di dekat dengan Bank BTPN Kantor Cabang Semarang. Kalau mengetik Mbak Tum di google, bahkan tanpa kata kunci Semarang pun, akan muncul nama warung ini. Memang warung Gudeg Mbak Tum tidak hanya di Peterongan, ada juga di Jalan Majapahit arah menuju Purwodadi. Sedangkan di Purwodadi, Kabupaten Grobogan juga ada.
Memang banyak penyedia kuliner gudeg di Semarang, dari yang warung tenda sampai yang restoran. Bila berkunjung ke Semarang, perlu kiranya mencoba kuliner ini. Gudeg memang dengan ciri lauknya ayam, biasanya selalu ada suwiran daging ayam dan telur. Tetapi lauk gudeg memang tak hanya daging ayam dan telur. Banyak lauk di warung Mbak Tum, selain ayam baik goreng maupun opor, juga jeroan sapi seperti babat, limpa (asren) dan yang paling banyak dipesan adalah koyor atau urat sapi.
Karena lauk koyor ini, maka gudeg Mbak Tum juga banyak disebut gudeg koyor. Warung ini bukan pukul 17.00 dan tutup hingga lewat Tengah malam, sekitar pukul 03.00. Dan, meskipun sudah menjelang subuh, kita kelaparan dan ingin gudeg koyor, persediaan di sini selalu ada. Koyornya masih tetap ada meskipun sudah lewat tengah malam. Artinya, karena ini jadi pilihan utama, maka selalu tersedia, tak pernah ada habisnya.
Sejak 1991
Mbak Tum berjualan gudeg sudah sejak tahun 1991, 33 tahun yang lalu. Beberapa tahun lalu masih berupa tenda di kaki lima, berjualan di tenda pinggir jalan. Sering, pengunjung harus antre berdiri menunggu kursi kosong. Tetapi kemudian, Mbak Tum menempati bangunan di belakang warung tendanya. Ada dua ruang, yang satu buat melayani pembeli satu ruang lainnya disediakan untuk lesehan dengan tikar yang digelar.
Sedangkan yang di tenda tetap ada, dan kini lebih luas karena yang dulu buat menempatkan makanan sudah dipindah ke dalam. Sehingga pengunjung juga akan merasa lebih nyaman, karena kalaupun harus antre tidak mengular panjang seperti dulu.
Makan di warung Mbak Tum, kita bisa langsung memesan, dan Mbak Tum akan melayani sendiri. Di meja sudah tersedia nasi, sayur gudeh, sambal goreng, sambal, lengkap dengan lauk-lauknya. Dia mengambil piring, lalu bertanya nasi atau lontong? Ya, Mbak Tum juga menyediakan lontong, dan biasanya dengan lauk opor. Tetapi tak jarang juga, ada yang memesan gudeg lontong.
Setelah menyendokkan nasi pakai centong ke piring, Mbak Tum biasanya bertanya lagi, lauknya apa. Kita tinggal pilih, ayam, telur, daging, babat, limpa, atau koyor. Maka diraciklah, nasi ditambah gudeg atau sayur nangka muda, sambal goreng krecek (kulit sapi yang dikeringkan), tahu bacem, telur, suwiran daging ayam, disiram areh atau santan kental yang sudah berbumbu, dan lauk utama yang kita pilih.
Sambil mengunting-gunting koyor atau lauk lainnya, Mbak Tum bertanya lagi, “Ngangge pete, Mas (pakai petai, Mas)”. Bila kita menjawab ya, maka dia akan menyedok petai dan menaruhnya di piring yang sudah lengkap isinya itu, lalu menambahkan sambal. Dan, kita siap menyantap.
Koyor Bukan Kikil
Selintas, ketika kita melihat lauk koyor yang disediakan bentuknya seperti kikil. Bukan? Itu bukan kikil. Kalau kikil adalah bagian kulit sapi di bagian kaki. Sedangkan koyor adalah bagian daging sapi yang terdiri dari urat, lemak, dan daging yang melekat pada kulit sapi. Memang terkesan bentuknya mirip kikil.
Koyor memang beda dengan daging empal yang seratnya jelas. Maka, koyor terasa lebih a lot dibandingkan daging lainnya. Maka, Mbak Tum pun mengolah koyor ini secara khusus, dan memasaknya dengan waktu yang lama agar menjadi empuk. Bisa sampai 11 jam, kata Mbak Tum, untuk memasak koyor ini sehingga bsia dinikmati dengan tanpa harus menggigit-gigit dan menarik-nariknya.