Untuk memudahkan kita menikmati koyor ini, Mbak Tum menyajikan dengan cara menggunting-gunting daging tersebut. Jadi Ketika kita menyantapnya tidak perlu ada “tarik-ulur”. Satu irisan bisa langsung masuk mulut, dan kita kunyah lalu telan.
Mbak Tum bisa menghabiskan sekitar 40 kg koyor dalam jualan semalam. Pantesan, pukul setengah tiga pagi koyornya masih ada. “Saya baru datang dari Jakarta naik kereta. Sampai Stasiun Tawang sekitar jam dua dijemput Om diajak ke sini dulu. Ternyata koyornya masih ada,” ujar Adit, pegawai di Kementerian Keuangan yang tinggal di Ungaran.
Saat makan di jajanan street food kita memangs erring diganggu pengamen, dan itu menjengkelkan. Di tempat Mbak Tum ada juga pengamennya. Tetapi ini pengamen tetap, sebuah grup yang biasa menyajikan lagu-lagu keroncong, langgam, dan campur sari.
Jadi, kita bisa makan sambil menikmati lagu-lagu Didi Kempot, Denny Caknan, Ndarboy atau lagu-lagu keroncong lainnya. Tidak memberi juga tidak apa-apa, karena pengamen tidak menyodorkan kotak atau kaleng untuk minta uang. Hanya di sana tersedia kotak yang bisa diisi dengan suka rela.
Tidak mengisi pun tidak apa-apa. Tetapi karena merasa terhibur, pengunjung biasanya dengan ringan menaruh uang di kotak itu. Dan, pengamen sambil nyanyi mereka mengangguk, pemain music yang tidak nyanyi akan bilang, “Matur nuwun…..”
R. Widiyartono