blank

Oleh : Indria Mustika, M.Pd

Anak-anak yang saat ini duduk di bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi, adalah kelompok usia yang masuk kategori generasi digital native. Istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Prensky (2001) ini digunakan untuk menyebut generasi yang lahir dimana teknologi digital telah menguasai mereka. Bahkan aktivitasnya kemudian sangat tergantung pada platform media digital.

Karena itu ketika mulai dilakukan pembelajaran online di tengah pandemi, mereka dengan mudah mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Caranya mencari informasi sendiri dengan    menggunakan aplikasi yang ada di hand phone mereka.

Akibatnya nilai kerja keras dan kerja sama yang sebelum awal pandemi menjadi ciri pembelajaran tatap muka, kemudian berubah arah.  Dari usaha mencari jawaban dengan membaca teks buku berlembar-lembar atau diskusi kelompok,  menjadi usaha shearching di google. Hanya dengan menulis  kata kunci, sudah tersedia jawaban yang beragam dan  tinggal memilih saja.

Tumbuhkan niat dan cara belajar

Dalam kondisi seperti itulah mereka kembali kesekolah untuk mengikuti pembelajaran  tatap muka.  Karena itu dibutuhkan kemampuan sekolah dan guru untuk mengembalikan niat dan cara belajar yang benar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Wujudnya bisa  dalam  perilaku kompetensi spesifik, aktual,  dan terukur  yang dikuasai siswa setelah mengkuti pembelajaran.

Oleh sebab itu, ketika pembelajaran tatap muka dimulai, hal utama yang harus dilakukan adalah kembali menanamkan karakter sebagai pelajar selain melanjutkan materi pelajaran sesuai jenjang mereka. Contoh kecilnya relasi antara teman. Bisa saja akan mengalami penurunan kualitas dan intensitas  sehingga terjadilah masa kesunyian dalam keramaian. Sebab anak-anak lebih senang berinteraksi  dengan teman di dunia maya ketimbang  dengan teman sekelasnya.

Dalam kondisi seperti ini, sekolah khususnya guru dituntut untuk mengembalikan tujuan belajar anak di sekolah. Karenanya diperlukan sikap yang lebih tegas dan edukatif  untuk mendidik siswa agar kembali patuh dan fokus  mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Tentu ini tidak mudah. Diperlukan kerja keras guru untuk menanamkan kembali niat dan motivasi belajar secara benar. Karena itu mengemas  pembelajaran tatap muka menjadi lebih menarik ketimbang yang didapat siswa di  internet adalah jalan keluar yang tidak mudah. Dibutuhkan metode yang tepat guna melanjutkan proses belajar yang sempat tidak sempurna selama pandemi.

Menciptakan lingkungan belajar yang produktif dengan ide ide kreatif, dengan memberikan kebebasan anak untuk mengembangkan kreativitasnya menjadi salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk  mengembalikan niat dan cara belajar anak yang efektif. Juga  membangun kembali rasa peduli terhadap  teman, guru, sekolah dan lingkungannya. Disamping itu semangat untuk tetap bertahan  di tengah pandemi, serta menumbuhkan minat belajar semua materi pelajaran.

Dengan demikian niat belajar anak dapat  terus ditumbuhkan untuk mengembangkan kecerdasan, melatih kemampuan berpikir secara terstruktur sesuai urutan berpikir yang benar yaitu memulai dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Setelah diperoleh kesimpulan maka meningkatkan kemampuan mengolah informasi menjadi lebih baik untuk disampaikan.

Proses berpikir inilah yang baiknya diterapkan pada anak. Belajar berpikir analisis sejak dini akan baik, karena pengalaman belajar di rumah saat PJJ sudah memberikan pengalaman belajar praktis yang tentu saja menjadi modal mengembangkan pemikiran kreatif sesuai imajinasi anak. Hal inilah yang bisa kita jadikan modal utama guna mensukseskan PTM dengan  menguatkan kembali karakter pelajar dalam belajar melalui proses yang menyenangkan, tepat dan mendasar.

Jangan kemudian kita  hanya memberikan tugas kepada siswa dan membiarkan mencari jawab di internet dengan mengabaikan penguatan serta pengembangan   proses berfikir mereka. Karena itu tepat jika kita mampu untuk mengembangka metode belajar yang variatf,  peka dan adaptif terhadap perubahan serta mampu membimbing anak  untuk mengexplore teknologi.

PBL Menjadi Alternatif

Metode  pembelajaran berbasis proyek atau project base learning (PBL) bisa menjadi salah satu solusi. Sebab  metode pembelajaran berbasis proyek ini akan sangat membantu anak dalam berpikir kritis karena PjBL ini merupakan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.

Karakteristik model Project-based Learning diantaranya yaitu peserta didik dihadapkan pada permasalahan konkret, mencari solusi, dan mengerjakan projek dalam tim untuk mengatasi masalah tersebut. Pada model PjBL peserta didik tidak hanya memahami konten, tetapi juga menumbuhkan keterampilan pada peserta didik bagaimanan berperan di masyarakat.

Keterampilan yang ditumbuhkan dalam PjBl diantaranya keterampilan komunikasi dan presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu, keterampilan penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi kelompok dan kepemimpinan, dan pemikiran kritis. Penilaiannya tetap dilakukan secara individu.

Peran tiga pilar

Ada hikmah tersembuyi saat dilakukan pembelajaran daring selama 1,5 tahun. Salah satunya adalah tumbuhnya kesadaran dan pemahaman  orang tua, betapa sulitnya menjadi guru efektif bagi putra-putrinya saat berada di rumah. Sebab selama ini, banyak orang tua yang menyerahkan proses pendidikan anak-anaknya hanya pada guru.

Oleh sebab itu, pandemi ini tentu akan menjadi momentum bersama untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman bersama betapa sangat pentingnya membangun sinergitas tiga pilar pendidikan yaitu profesionalisme guru, manajemen sekolah yang akuntabel dan transparan, serta peran serta orang tua dan masyarakat untuk mensukseskan tujuan pembelajaran di sekolah sesuai jenjang dan disiplin ilmunya.

Harus kembali  ditumbuhkan kepedulian kolektif masyarakat untuk bekerja sama secara sinergis dengan keluarga dan sekolah untuk memberikan batasan kebebasan pelajar dalam bergaul, termasuk dalam pemanfatan  gadget. Oleh sebab itu literasi digital perlu perlu diberikan secara masif dan terstruktur, bukan saja kepada anak dan orang tua tetapi juga kepada masyarakat.

Penulis adalah Guru SMKN 2 Jepara dan Ketua MGMP Tata Busana Provinsi Jawa Tengah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini