SEMARANG (SUARABARU.ID) – Warga yang menempati lahan Cebolok Kelurahan Sambirejo Kecamatan Gayamsari Kota Semarang tetap bertahan dan melawan terhadap pengembang. Berdasarkan informasi yang dirangkum di lapangan, sesuai surat pernyataan yang ditandatangani warga, bahwa tanggal 31 Januari 2021 mendatang harus meninggalkan tanah Cebolok yang sudah ditempati bertahun-tahun lamanya oleh warga.
Namun menurut kuasa hukum warga, Sugiyono SE, SH, MH, surat pernyataan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang sah bagi pengembang untuk mengusir warga dari lahan Cebolok yang sudah ditempatinya selama bertahun-tahun lamanya. Karena yang memberikan tali asih kepada warga bukan pemilik yang memiliki alas hak yang sah terhadap lahan Cebolok tersebut.
Sehingga nantinya, warga akan tetap didampingi untuk melakukan perlawanan dalam mempertahankan haknya atas kesewenang-wenangan yang dialaminya.
“Alasannya apa kok pengembang yang memberikan tali asih? Padahal tidak memiliki alas hak atas lahan Cebolok yang ditempati warga. Ada apa di balik itu? Oleh sebab itu, warga akan terus mempertahankan haknya. Karena warga akan mundur dan meninggalkan lahan yang ditempati jika ada yang bisa menunjukkan alas hak yang jelas kepemilikan atas lahan Cebolok tersebut,” jelas Sugiyono, Senin malam (25/1/2021).
“Pernyataan ini bisa dicabut, pernyataan ini bisa dibantah, pernyataan ini bisa diingkari, kenapa? Karena pengembang memberikan ganti rugi tali asih ini atas dasar apa, warga sejak awal mau diganti dikasih tali asih dan bersedia mundur kalau yang memberikan itu adalah orang yang punya alas hak yang jelas,” imbuhnya.
Walupun surat pernyataan tersebut bermaterai, lanjutnya, dan sudah ditandatangani oleh warga, tapi warga tetap akan melakukan perlawanan dan tetap menolak, sebab warga merasa tertipu karena tidak menerima salinan surat pernyataan tersebut.
“Materai ini kan tidak menjelaskan sanksi, materai ini kan hanya bentuk itikad baik kita memberikan kepada Negara pajak sebagai bentuk bahwa kita itu bersungguh-sungguh, warga tidak memiliki salinan atas pernyataan itu, kalau memang dia itikadnya baik mestinya kedua belah pihak memiliki kopi salinan yang sama yang memiliki kekuatan hukum yang tetap ya kan, mereka ini justru tertipu dengan dibuatnya pernyataan itu untuk menggusur tanggal 31 karena dia datang sebagai pemilik pengakuannya,” urainya.
Disinggung mengenai pihak pengembang yang sudah pernah memperlihatkan sertifikat asli saat mediasi, Sugiyono masih mempertanyakan surat tersebut milik siapa. Menurut Sugiyono, mereka yang mengaku memiliki alas hak yang jelas ketika bermediasi di Kecamatan Gayamsari itu tidak bisa menunjukkan alas haknya.
“Kalau menunjukkan sertifikat yang asli iya, tapi sertifikat asli milik siapa? Kalau saya meminjam sertifikat asli dari BPN kan bisa saja. Saya mengakui itu asli produknya BPN, tetapi lokasi tanah bukan di situ bisa saja. Yang saya pertanyakan adalah siapa pemilik dari tanah tersebut yang ditempati warga, bukan sertifikat asli punya siapa, atas nama sapa? Yang jelas kepemilikannya,” tandasnya.
Ditegaskan Sugiyono, bahwa jika tanggal 31 Januari pihak pengembang akan melakukan penggusuran terhadap rumah warga, maka seluruh warga akan melakukan perlawanan.
“Tindakan warga jelas, tetap akan melakukan perlawanan, kapasitas mereka merobohkan itu apa? Yang kedua, warga tidak berkenan untuk digusur. Kalau digusur ya kan, ini kan namanya harus ada inkrah putusan Pengadilan, digusur itu berarti ada keputusan tetap atau dieksekusi, dieksekusi kan juga harus ada mekanismenya, mengeksekusi itu bagaimana, kalau dirusak dirobohkan la ini milik siapa? Saya akan melakukan jika tanggal 31 ini ada pengrusakan, ini bukan penggusuran bukan eksekusi tapi pengrusakan terhadap barang milik warga,” tegasnya.
Absa-wied