blank
Prabowo Subianto (Foto: kolomutama.com)

Oleh: Dr. Muh Khamdan

Pada 20 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto melantik 961 kepala daerah secara serentak di Jakarta. Momentum ini bukan sekadar seremoni administratif, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam harmonisasi kebijakan nasional dan daerah.

Tidak berhenti hanya pelantikan, kepala daerah yang baru dilantik langsung mengikuti program retreat untuk menyamakan persepsi dan visi pembangunan yang dibuat presiden. Hal demikian sebagaimana yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBN, sekaligus Inpres Nomor 2 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi, Serta Operasi dan Jaringan Irigasi untuk Mendukung Swasembada Pangan.

Langkah ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan berorientasi pada ketahanan pangan. Peraturan Menteri Desa Nomor 2 Tahun 2024 tentang petunjuk operasional penggunaan dana desa, mengamanatkan adanya pengalokasian 20 persen Dana Desa untuk mendukung swasembada pangan dan ketahanan desa. Oleh karenanya, setiap daerah tentu diharapkan mampu berkontribusi dalam menciptakan kemandirian pangan nasional.

Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran menegaskan bahwa setiap daerah harus memangkas belanja yang bersifat konsumtif dan mengalokasikan anggaran secara lebih produktif. Belanja perjalanan dinas, pengadaan barang yang tidak mendesak, serta proyek-proyek yang kurang berdampak pada kesejahteraan masyarakat harus dikurangi.

Strategi ini memaksa kepala daerah untuk berpikir inovatif dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan anggaran yang lebih terbatas, kepala daerah harus memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Pada posisi lain, Inpres No. 2/2025 tentang percepatan pembangunan jaringan Irigasi setidaknya menjadi kunci tercapainya ketahanan dan swasembada pangan. Ketahanan pangan yang berkelanjutan tidak bisa terlepas dari ketersediaan infrastruktur irigasi yang memadai. Inpres No. 2/2025 memberikan mandat kepada seluruh kepala daerah, terutama yang wilayahnya memiliki potensi pertanian, untuk memprioritaskan pembangunan dan perbaikan sistem irigasi.

Irigasi bukan sekadar infrastruktur fisik, tetapi juga strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan impor pangan. Tanpa irigasi yang optimal, program swasembada pangan akan sulit terwujud. Oleh karena itu, kepala daerah perlu melakukan koordinasi erat dengan kementerian terkait dan memastikan anggaran daerah diarahkan untuk membangun serta memperbaiki irigasi.

Kabupaten Jepara misalnya, sebagai salah satu daerah dengan sektor pertanian dan perikanan yang kuat, memiliki tantangan tersendiri dalam menerapkan regulasi ini. Bupati dan Wakil Bupati Jepara yang baru dilantik mesti responsif untuk menyiapkan beberapa strategi konkret dan taktis.

Dengan total 183 desa dan 11 kelurahan, Jepara mesti menjamin adanya pengalokasian dana desa secara lebih terarah untuk mendukung ketahanan pangan. Langkah konkret yang diambil adalah mengembangkan klaster pertanian desa, yang akan mengintegrasikan produksi pangan lokal dengan sistem distribusi berbasis koperasi. Jepara memiliki sentra padi, jagung, singkong, dan karet. Bahkan dulunya, Jepara juga memiliki komoditas unggul bidang serat alam berupa kapas dan randu.

Pemerintahan Jepara yang baru mesti melakukan modernisasi irigasi dan pemanfaatan teknologi pertanian. Jepara memiliki 16 kecamatan yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Untuk mengoptimalkan irigasi, pemerintah daerah harus melakukan revitalisasi jaringan irigasi, sebagaimana di Kecamatan Keling, Donorojo, Bangsri, Kedung, Mayong, dan Nalumsari, yang merupakan sentra pertanian utama. Selain itu, pemanfaatan teknologi pertanian berbasis IoT (Internet of Things) dapat diterapkan di beberapa desa pilot project untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Sebagai upaya mengoptimalkan efisiensi anggaran, Bupati Jepara dapat menggandeng universitas dan sektor swasta dalam program agropreneur muda, yang akan melatih petani lokal dalam mengadopsi teknologi pertanian modern. Keberadaan Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro dan UNISNU di Jepara, merupakan aset sekaligus potensi besar tentang pembuatan kebijakan berbasis riset. Terlebih, masyarakat akademik dapat mendorong terbangunnya ekosistem inovasi pangan melalui diversifikasi produk pertanian.

Mengingat potensi besar yang dimiliki oleh Jepara dalam bidang agrowisata dan perikanan, strategi diversifikasi pertanian mesti didorong dengan adanya program “Desa Pangan Mandiri”. Artinya, setiap desa diarahkan untuk memiliki produk unggulan berbasis pertanian atau perikanan.

Pelantikan 961 kepala daerah jelas menjadi awal dari transformasi besar dalam tata kelola pemerintahan daerah, khususnya dalam hal efisiensi anggaran dan ketahanan pangan. Retreat yang dilakukan setelah pelantikan menunjukkan bahwa pemerintah pusat ingin memastikan semua kepala daerah memiliki pemahaman yang sama terhadap visi nasional.

Bagi Jepara dan daerah lainnya, keberhasilan implementasi Inpres No. 1 dan 2 Tahun 2025 akan sangat bergantung pada inovasi dan efektivitas dalam penggunaan anggaran. Jika strategi ini dijalankan dengan baik, bukan tidak mungkin Indonesia akan mencapai ketahanan pangan yang lebih kokoh dan kemandirian ekonomi di tingkat desa.

Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Jakarta; Analis Kebijakan Publik