Zaman dulu ada praktik dibetheki, yaitu seseorang yang kena hukuman desa, dikerangkeng di dalam pager pring mubeng agar dia tidak dapat keluar dari kerangkeng itu, tetapi juga dapat dilihat orang-orang sedesa, dapat juga diberi makan. Seperti itulah yang disebut dengan dibetheki.
Bethek di laut pun pasti untuk memberi batas juga, hanya saja batas antara apa dan apa; itulah pertanyaannya. Batas daratan dengan lautkah? Kalau “iya” berarti ada usaha meluaskan daratan pantai. Kalau panjang pagere wae 30 kilometer, akan tersedia berapa ribu hektar perluasan daratan pantai itu? Itungen dhewe, Mas!
Bethek zaman now, bukan saja sebagai pembatas, melainkan juga sebagai simbol kekuasaan dan kekuatan. Sekedar pring apus ditanam berjajar-jajar di sana, namun ternyata bethek itu telah menggambarkan kekuasaan dan kekuatan tertentu. Tentang kekuasaan dan kekuatan inilah Willi Hofsuemmer pernah menulis demikian:
Baca juga Rampek-Rampek Kethek
“Seorang yang kaya raya, punya kekuatan dan kekuasaan, memilik sebuah tongkat rahasia. Suatu hari si kaya raya ini memanggil salah satu pesuruhnya, berkata: ‘Tongkat rahasia saya ini, tolong kamu berikan kepada seseorang yang kamu anggap paling bodoh dan pasti lebih bodoh dari kamu’.”
Suatu hari, pesuruh penerima tongkat itu bertanya: “Tuan hendak ke mana?” Dan dijawab, “Saya mau pergi jauh, lamaaaaaaa, dan bahkan mungkin tidak akan kembali ke sini”.
Pesuruh bertanya: “Tuan sudah menyiapkan rumah di sana, berikut segala keperluan hidup?” Si kaya raya itu menjawab: “Saya tidak perlu bersiap-siap apa pun. Saya kaya raya, apa pun dapat saya beli di sana hari itu juga.”
Tiba-tiba pesuruh bodoh itu berlari, dan tidak berapa lama lagi datang seraya membawa tongkat rahasia itu; katanya: “Tuan, beruntung sekali saya belum memberikan tongkat rahasia ini kepada siapa-siapa. Sekarang, saya berikan kepada tuan.” Si kaya raya hampir marah, seraya agak membentak, bertanya: Mengapa?
“Ternyata tuan lebih bodoh dari saya, meski tuan kaya raya punya kuasa dan kekuatan,” jawab pesuruh itu seraya meninggalkan tempat itu.
JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University