Oleh: Amir Machmud NS
// bicaralah soal masa depan/ takkan ada yang bisa memastikan/ kecuali dengan matang persiapan/ dan konsistensi penampilan/ nasib dan pencapaian/ tak juga bisa diraba//
(Sajak “Meraba Nasib”, 2025)
NASIB memang tak bisa diraba, namun pencapaian sebuah tim sepak bola dapat diperkirakan dari — misalnya — sejauh mana posisi dalam klasemen pada etape menentukan. Setidak-tidaknya, pada titik tertentu, tergambar kondisi rivalitas dengan tim-tim lain.
Kalau tak ada aral, misalnya, atau jika tidak ada rongrongan yang mengganggu, kita bisa menakar seperti apa raihan Liverpool, Arsenal, Chelsea, Nottingham Forest, dan Manchester City dalam perjalanan musim 2024-2025 Liga Primer.
Juga bagaimana etape akhir yang akan memosisikan peraih scudetto di Liga Seri A. Apakah laju Atalanta tak tertahankan, atau Napoli, Internazionale Milan, atau mungkin Lazio yang berjaya?
Bagaimana pula dengan konstelasi juara di La Liga, Bundesliga, Ligue 1, atau Eredivisie? Apakah kekuatan-kekuatan tradisi tetap mendominasi, atau ada pergeseran peta pada tahun ini?
Percaturan pemain juga menjadi amatan tak kalah menarik. Bagaimana jejak selanjutnya Lamine Yamal, youngstar Barcelona di tengah atraktivitas Kylian Mbappe yang mulai bisa beradaptasi di Real Madrid?
Bagaimana pula dengan Vinicius Junior dan Jude Bellingham yang terus menyala dalam sentuhan pelatih Carlo Ancelotti di Los Blancos?
Di Liga Primer, kita fokus pada perkembangan Cole Palmer yang makin progresif bersama Chelsea. Juga Amad Diallo, yang di tengah kemelut performa Manchester United, tampaknya cocok dengan pendekatan Ruben Amorim, manajer suksesor Erik Ten Hag.
Performa Mohammed Salah juga makin mendekatkan dia pada kelayakan sebagai pemain terbaik dunia tahun ini. Dengan gol-gol dan assist-nya, Si Raja Mesir itu mengangkat Liverpool sebagai kandidat terkuat juara liga. Dia makin menegaskan diri sebagai kunci The Reds, walaupun “drama” masa depannya di Anfield sejauh ini masih menggantung.
Di bagian lain, dalam peta tim nasional Indonesia, tahun 2025 disambut dengan debar penantian. Maret mendatang, nasib kelolosan ke putaran final Piala Dunia akan terbaca.
Apakah Jay Idzes dkk mampu mengamankan peluang untuk lolos langsung dari babak ketiga Grup C? Atau harus berjuang di babak keempat, dan mengarungi petualangan baru? Atau malah sepahit kegagalan lolos dari Grup C?
Gambaran-gambaran itu sudah teraba pada tahun lalu, dan akan menemui realitasnya pada tahun ini.
Seru di Inggris
Musim ini, Liga Primer menghadirkan pertarungan di etape penentuan yang betul-betul seru. Sejauh ini, Liverpool memimpin dengan selisih poin atas Nottingham Forest, Arsenal, dan Chelsea.
Pada sisi lain, juara musim lalu, Manchester City di luar dugaan masuk ke kondisi remuk redam, melorot hingga peringkat ketujuh. Performa dalam 13 laga mempurukkan skuad Pep Guardiola dalam keterbenaman kesulitan untuk bangkit. Hanya dua kali menang, dua kali imbang, dan sembilan kali kalah.
Apakah kemenangan 2-1 atas Leicester City pada pekan lalu menjadi awal dari kembalinya kepercayaan diri The Citizens?
Sedangkan Manchester United yang memecat Erik Ten Hag dan mendatangkan Ruben Amorim belum juga memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. MU bahkan masuk ke periode sulit, mendekat ke zona degradasi. Apabila Minggu besok hasil buruk dialami di markas Liverpool, MU jelas berada dalam masalah besar.
Dari konstelasi itu, apakah bisa disimpulkan: di bawah Arne Slot yang menggantikan Juergen Klopp, Liverpool adalah kandidat terkuat juara musim ini?
Dibandingkan dengan Chelsea yang diarsiteki Enzo Maresca, dan Arsenal di bawah Mikael Arteta, The Reds lebih konsisten. Mohammed Salah dkk menjadi pasukan yang selain produktif juga solid dalam pertahanan.
Nottingham Forest juga menyeruak ke percaturan atas. Di bawah arsitek Nuno Espirito Santo, tanpa banyak diperkirakan Anthony Elanga dkk tampil impresif. Bahkan sempat menduduki urutan kedua klasemen, di atas tim-tim mapan Arsenal, Chelsea, dan Newcastle United.
Liga Primer adalah bagian dari liga-liga yang menjadi magnet, karena keberadaan bintang-bintang dunia, para pelatih top, serta dinamika peredaran pemain dan pelatih yang tak jarang penuh dengan drama.
Meraba Timnas Garuda
Tahun 2025 ini menjadi penantian menarik bagi fans Garuda. Indonesia masih akan bertemu dengan Australia, Bahrain, Cina, dan Jepang untuk memastikan negara mana yang bisa lolos langsung dari Zona Asia ke Piala Dunia 2026.
Jepang masih memimpin klasemen, dan menunggu negara mana yang mendampingi langsung sebagai runner up. Indonesia memang menargetkan lolos sebagai urutan ketiga atau keempat Grup C, untuk berjuang di babak keempat.
Maret nanti, Indonesia dijadwalkan bertemu dengan Australia di kandang mereka, lima hari kemudian menjamu Bahrain di Jakarta. Dua pertandingan ini akan memberi gambaran sejauh mana peluang Garuda di sisa laga Grup C.
Beberapa event tak kalah menarik menanti timnas kita di sejumlah kelompok usia. Termasuk putaran final Piala Asia U17 di Arab Saudi, dan U20 di Cina. Juga SEA Games di Thailand dalam posisi Indonesia sebagai juara bertahan cabang sepak bola.
Masa depan timnas dan jalan selanjutnya pelatih Shin Tae-yong akan mewarnai dinamika tahun 2025. Performa dan evaluasi dipastikan bakal menjadi bagian dari langkah PSSI, di tengah proyek naturalisasi pemain yang menjadi atmosfer PSSI sepanjang satu setengah tahun terakhir ini.
Lalu bagaimana kita meraba nasib dan menakar pencapaian klub-klub, juga timnas Indonesia?
Sepak bola menjadi menarik antara lain karena ketidakpastiannya. Bukankah terkadang nasib tak bisa diraba, pencapaian juga sulit dipastikan?
— Amir Machmud NS; wartawan Suarabaru.Id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —