blank

Oleh Edy Sujatmiko, S.Sos. M.M., M.H.

Stunting adalah ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia (SDM). Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik anak, stunting juga berdampak pada perkembangan kognitif, produktivitas, dan kesehatan jangka panjang. Maka pilihan Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan penanganan stunting sebagai prioritas nasional dengan target menurunkan prevalensi ke angka 10 persen pada tiga tahun pertama kepemimpinannya, harus didukung semua elemen bangsa.

Sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kabupaten Jepara pun mendukung kebijakan ini. Upaya menekan prevalensi stunting di daerah harus dilakukan sebaik mungkin. Dalam upaya ini, Jepara sempat menunjukkan capaian membanggakan saat prevalensi stunting berhasil ditekan dari 25 persen menjadi 18,2 persen. Kondisi lebih bagus dari capaian nasional (21,6%) dan rata-rata Provinsi Jawa Tengah (20.8%) itu tertuang dalam rilis Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan RI pada awal tahun 2023.

Sayangnya, progres yang sempat mengantarkan Jepara menjadi daerah terbaik di eks-Karesidenan Pati dalam penanganan stunting ini tidak berhasil dipertahankan. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yang dirilis tahun 2024 menunjukkan prevalensi stunting di Jepara naik ke angka 18.9 persen. Hal ini memberi pelajaran bahwa keberhasilan kerja bersama dalam penanganan stunting tidak boleh membuat terlena.

Dalam pandangan penulis, salah satu yang penting digarisbawahi dalam penurunan capaian ini adalah soal evaluasi maksimal. Penulis melihat, evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan di Jepara, belum dilakukan secara maksimal, melainkan hanya sebatas menyandingkan angka dari tahun ke tahun. Akibatnya, efektivitas serta dampak program dan kegiatan yang dilaksanakan menjadi kurang terukur.

Situasi ini ditunjang dengan keberadaan data prevalensi stunting di luar SSGI dan SKI, yaitu sistem online Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM). Berdasar sistem ini, prevalensi stunting di Jepara menunjukkan angka yang jauh lebih baik dari target RPJPM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2020—2024. RPJPM menarget penurunan prevalensi stunting ke angka 14 persen pada tahun 2024. Bandingkan dengan prevalensi stunting di Kabupaten Jepara berdasar e-PPGB-M, yang pada tahun 2023 saja sudah berada pada angka 6.19 persen, lalu turun lagi ke angka 3,28 persen tahun 2024. Sungguh angka yang bisa membuat terlena.

Padahal, pemerintah menetapkan SSGI-SKI sebagai single indicator, bukan e-PPGBM. Maka data SSGI-SKI inilah yang harus selalu gunakan sebagai acuan dalam mengukur keberhasilan kinerja menurunkan prevalensi stunting. Untuk mencapai target yang ditetapkan, masing-masing program dan kegiatan penanganan stunting di daerah, mestinya dievaluasi secara maksimal. Ini diperlukan supaya dapat ditentukan program/kegiatan mana yang paling efektif, kemudian dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, program dan kegiatan yang dilaksanakan tidak “hangat-hangat tahi ayam”. Dengan evaluasi yang konsisten dan terukur, penanganan stunting dapat diakselerasi.

Di Jepara, penanganan stunting dilakukan lintas perangkat daerah secara konvergen, yang sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bersifat menuju satu titik pertemuan. Dalam konteks ini, tentu saja program/kegiatan konvergensi penanganan stunting lintas perangkat daerah itu, muaranya ke satu tujuan, penurunan prevalensi stunting. Maka dengan evaluasi yang maksimal pada masing-masing program/kegiatan di semua perangkat daerah, anggaran konvergensi penanganan stunting juga dapat dialokasikan secara tepat, terukur, dan konsisten pada program dan kegiatan yang memang berdampak langsung dan signifikan. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil memberikan dampak signifikan dan berkelanjutan.

Kilas Balik Penanganan Stunting

Mengikuti kebijakan Pusat, kebijakan dan strategi penurunan prevalensi stunting di Jepara dilakukan berdasar Peraturan Bupati (Perbup) Jepara Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Berdasarkan regulasi ini, kegiatan percepatan stunting meliputi sasaran intervensi spesifik dan sasaran intervensi sensitif.

Strategi yang ditetapkan meliputi: 1. menurunkan prevalensi stunting; 2. meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga; 3. menjamin pemenuhan asupan gizi (yang diperoleh dari sumber daya alam di Jepara); 4. memperbaiki pola asuh; 5. meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan; 6. meningkatkan akses air minum dan sanitasi; serta 7.meningkatkan kesadaran publik dan mengubah perilaku kunci yang berpengaruh pada faktor risiko stunting melalui strategi komunikasi perubahan perilaku.

Target prevalensi yang ditetapkan dalam Perbup ini adalah 14 persen pada tahun 2024. Target ini selaras dan mendukung dengan target yang ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2020-2024 sekaligus untuk mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan pada tahun 2030.

Selain Perbup ini, terdapat beberapa regulasi lain berkaitan dengan upaya penurunan stunting di Kabupaten Jepara, di antaranya SK Bupati Jepara Nomor 476/86 Tahun 2022 tentang pembentukan TPPS yang menunjuk Sekretaris Daerah sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Jepara.

Jer basuki mawa beya. Alokasi anggaran penanganan stunting di Kabupaten Jepara selama periode 2020-2024 meningkat dari Rp114,823 miliar (2020) menjadi Rp122,811 miliar (2024). Alokasi anggaran tersebut sebagian besar digunakan untuk intervensi sensitif lintas perangkat daerah.

Kegiatan yang dilaksanakan pada intervensi spesifik antara lain: pemberian makanan tambahan (PMT) balita dan ibu hamil, rujukan ibu hamil/ibu bersalin ke faskes lanjutan, pemeriksaan sampel HB remaja putri, pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri, dll.

Dilakukan juga intervensi sensitif, antara lain: bimbingan perkawinan calon pengantin, remaja usia sekolah, orientasi bagi kader dan Posyandu, kampanye stunting, sosialisasi kesehatan reproduksi, dll.

Hal itu menunjukkan Pemerintah Kabupaten Jepara telah melaksanakan berbagai upaya untuk mengakselerasi penanganan stunting dengan pendekatan yang komprehensif, berbasis data, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Lalu dari sisi perencanaan dan penganggaran, upaya penanganan stunting di Kabupaten Jepara sudah tersedia, tertuang, dan diintegrasikan dalam rencana kerja masing-masing perangkat daerah. Meski demikian, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, perlu evaluasi sampai di tingkat spesifik

Kebijakan Nasional di Lingkup Lokal

Kurang masksimalnya evaluai karena tidak ada evaluasi spesifik pada masing-masing program/kegiatan itu, di antaranya bisa dilihat dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) berbentuk olahan makanan bersumber dari potensi pangan lokal. Sesuai kondisi geografis Jepara yang memiliki kekayaan sumber daya alam berupa hasil perikanan yang melimpah, maka olahan ikan dipilih sebagai  PMT bagi balita stunting. Kegiatan ini teralokasi di Dinas Perikanan pada tahun 2023.

Belakangan, kegiatan ini bahkan selaras dengan kebijakan nasional makan bergizi gratis (MBG) menggunakan sumber pangan lokal, “jurus” yang dipakai Presiden Prabowo. yang salah satunya dimaksudkan untuk melawan stunting.

Dalam pelaksanaannya, sumber pangan lokal dari laut Jepara dimanfaatkan untuk pembuatan sepuluh jenis olahan ikan yang terdiri dari babon tongkol, abon bandeng, baby fish crispy, tempong, otak-otak bandeng, siomai bandeng, bandeng presto, nugget ikan, bakso ikan, dan kaki naga. Pemilihan sumber pangan ini sebagai PMT, telah melewati uji laboratorium di Balai Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Pada perkembangannya, dari 10 jenis makanan itu, ada 3 yang paling disukai anak-anak, yakni nugget ikan, bakso ikan, dan siomai. Jenis inilah yang diberikan sebagai PMT kepada anak-anak stunting dalam rentang waktu tertentu. Kegiatan tahun 2023 ini, tiba-tiba tidak lagi dilaksanakan pada tahun 2024. Tidak ada penelitian spesifik mengenai efektivitas PMT ini terhadap penurunan stunting bagi anak-anak penerima by name by addres, apakah benar-benar diberikan kepada anak-anak itu, bagaimana  pola konsumsinya, dan sebagainya.

Tentu saja ini hanya contoh dan tidak dimaksudkan mendiskreditkan unsur mana pun. Program dan kegiatan lain, di perangkat daerah mana pun yang secara konvergen diarahkan  untuk melawan stunting, perlu dievaluasi detail untuk mendapat kesimpulan efektivitasnya.

Maka evaluasi harus menjadi kunci keberlanjutan program. Di Jepara, alokasi APBD sebesar Rp111,9 miliar pada 2023 menunjukkan tingginya komitmen dalam penanganan stunting. Namun, efektivitas penggunaan anggaran ini perlu diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Apakah bantuan gizi benar-benar sampai kepada keluarga rentan? Bagaimana tingkat pemahaman masyarakat tentang pentingnya pola asuh sehat dan pola makan bergizi? Dsb.

Pemerintah Kabupaten Jepara telah menetapkan sistem pemantauan berbasis target bagi kepala Puskesmas. Ini juga langkah strategis, tetapi evaluasi harus lebih luas mencakup aspek lain, seperti pemberdayaan masyarakat, edukasi, dan penguatan infrastruktur kesehatan. Bukankah faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap kecukupan asupan gizi anak dan calon bayi adalah orang tua mereka sendiri?

Masyarakat perlu paham, penyebab stunting bersifat multidimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun balita. Beberapa faktor lain yang memengaruhi yaitu sosial dan ekonomi, yang berkaitan erat dengan karakteristik sosial ekonomi keluarga; faktor kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku penduduk, dan kesehatan reproduksi (Trihono, dkk, 2015 dan Hartati, 2024). Intervensi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita merupakan yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting (TNP2K, 2017).

Di luar itu, harus dipahami bahwa penanganan stunting bukan hanya tugas pemerintah. Kontribusi dunia usaha, akademisi, komunitas, hingga media sangat penting. Program edukasi seperti Gemarikan, yang mendorong konsumsi ikan, harus terus didukung dengan kampanye kreatif yang melibatkan generasi muda.

Dengan evaluasi yang konsisten dan kolaborasi multisektor, kita membangun optimisme target nasional dapat dicapai. Penurunan stunting bukan hanya soal statistik, tetapi juga investasi jangka panjang untuk generasi mendatang. Mari kita pastikan bahwa setiap anak Jepara memiliki hak yang sama untuk tumbuh sehat dan cerdas, siap membawa kabupaten ini menuju masa depan gemilang.

Penulis adalah Sekretaris Daerah dan Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Jepara