blank
Alun-alun Jepara. Foto: Ulil Absor

Revitalisasi Alun-alun 1 Jepara setidaknya memperbaiki dan menambah sejumlah fasilitas, sebagaimana penunjang olahraga outdoor dengan pelebaran jogging track dari 4 meter menjadi 8 meter. Kawasan yang diinginkan sebagai ikon kota itu juga dilengkapi adanya videotron, toilet, dan miniatur kapal jung Jawa.

Akan tetapi, sejumlah kebutuhan revitalisasi mengesankan kurangnya dialog publik serta minimnya pelibatan partisipasi komunitas dalam perencanaan. Hal demikian tampak dari kurangnya kesetaraan akses bagi penyandang disabilitas maupun kelompok seni di Jepara. Oleh karenanya, pembangunan alun-alun yang akan diresmikan pada 22 Desember ini, setidaknya lebih berorientasi pada citra pemerintah daerah daripada keterwakilan akses bagi seluruh warga.

Pemerintah Kabupaten Jepara masih memungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap proyek revitalisasi tersebut. Beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagaimana audit infrastruktur untuk memastikan alun-alun memenuhi standar aksesibilitas dengan memperhatikan paradigma gender, equality, disabilitas, dan sosial inklusif (GEDSI) sesuai regulasi lokal, nasional, dan internasional. Jepara sendiri sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyandang Disabilitas, yang salah satunya mengamanatkan agar semua bangunan publik mengarusutamakan kaum difabel dan disabilitas.

Revitalisasi fasilitas dapat dilakukan dengan penyempurnaan elemen-elemen yang mendukung kelompok rentan, seperti guiding block, toilet disabilitas, ruang laktasi, termasuk sudut kecuraman dan siku ketajaman di sejumlah area untuk menjamin kesalamatan pengunjung. Hal demikian dapat ditempuh dengan partisipasi publik sejumlah komunitas disabilitas dan organisasi masyarakat sipil dalam uji coba penggunaan fasilitas.

Pembangunan alun-alun dapat difahami sudah adanya kepedulian pemerintah daerah terhadap ruang terbuka bagi semua warganya. Namun, tanpa perhatian terhadap hak-hak disabilitas dan perspektif HAM lainnya, proyek ini justru menciptakan eksklusi sosial.

Pemerintah Jepara memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dihabiskan membawa manfaat nyata bagi seluruh warga, tanpa terkecuali. Tentu sangat ironis jika salah satu putra terbaik Jepara adalah wakil menteri HAM, namun alun-alun yang ditargetkan sebagai ikon kebanggaan justru kurang peduli dengan pemenuhan hak-hak asasi itu sendiri.

Dr. Muh Khamdan- Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta