blank
Penampilan teater Amongjiwo dalam Festival Teater Berbahasa Daerah (FTBD) 2024 yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah, 3-5 Desember 2024 di Teater Arena TBJT Surakarta.. Foto: Eko Bs

JEPARA (SUARABARU.ID)  – Teater Amongjiwo SMK N 1 Kedung berhasil memboyong 3 piala dalam ajang Festival Teater Berbahasa Daerah (FTBD) 2024 yang  diselenggarakan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah, 3-5 Desember 2024 di Teater Arena TBJT Surakarta.

Kepala SMK N 1 Kedung Sunarti, S.Pd, M.Pd, melalui pembina  Ekstrakurikuler Teater Amongjiwo M Arief Gunawan, S.Pd, mengatakan bahwa baru kali ini mengikuti FTBD 2024 dan bersaing dengan 20 peserta dari SMA/SMK se Jawa Tengah.

Teater Amongjiwo berhasil meraih prestasi sebagai Penyaji Terbaik 2, Aktor Terbaik atas nama M Raffi Ardiansyah yang  berperan sebagai Kasdimin, dan Sutradara Terbaik diraih oleh Eko B Saputro. Hal ini merupakan pengalaman yang luar biasa.

blank
Para pemain teater Amongjiwo usai penyerahan hadiah. Foto: Eko Bs

Pada FTBD 2024 ini, panitia penyelenggara yakni Balai Bahasa Jawa Tengah menghendaki setiap peserta membuat lakon sendiri berdasarkan cerita rakyat yang ada di seputar wilayah Jawa Tengah.

Untuk Teater Amongjiwo membawakan naskah lakon karya Maseko BS berjudul “Ngrumat” yang diambil dari cerita rakyat “Sendang Pengilon” karya Hadi Priyanto.

blank
M Raffi Ardiansyah yang menyabet Aktor Terbaik yang berperan sebagai Kasdimin. Foto: Eko Bs

Jika  dalam cerita rakyat Sendang Pengilon berkisah tentang asal usul desa Ngasem dan sendang juga tari tayub, selanjutnya dalam lakon “Ngrumat” karya Maseko BS dikisahkan tentang  Nining yang masih duduk di bangku sekolah menengah ingin belajar tari Tayub tapi dilarang oleh Bapaknya, Kasdimin.

Nining ingin meneruskan sanggar seni yang dibangun oleh orangtuanya, yaitu Kasdimin dan Sri Lestari. Sri, semasa muda adalah penari Tayub, yang mana dengan kawan kawannya suka pasang susuk dan kungkum di Sendang Pengilon. Tetapi, setelah melahirkan Nining, ia juga diminta berhenti menari oleh Kasdimin.

Kenapa Kasdimin melarang Nining dan istrinya menjadi penari Tayub? Karena ia merasa gagal merawat keberlangsungan sanggarnya, dan justru dibelakang istrinya ia bermain serong dengan seorang sinden.

Cerita dalam lakon “Ngrumat” ingin berbicara tentang fenomena sisi positif dan negatifnya lingkup pergaulan dalam lingkungan seni tradisi. Namun, tetap ada muatan pesan edukasinya,yaitu pada tokoh Nining sebagai pelajar yang ingin belajar tari Tayub dan memahami lebih  jauh  tentang seni budaya agar nantinya bisa ‘ngrumat’ atau merawat dan melanjutkan sanggar orangtuanya yang sudah melegenda dikampungnya.

Sementara itu, tentang asal muasal desa Ngasem dan Sendang Pengilon dimunculkan pada dialog tokoh Sukeni mantan penari Tayub yang suka kungkum di sendang tersebut.

Pentas “Ngrumat” yang diusung Teater Amongjiwo bentuknya seperti sandiwara atau drama berbahasa Jawa.

“Ini pengalaman yang berharga bagi kami. Semoga dengan ini, kami akan berusaha untuk tetap berproses dan melakukannya secara optimal,” jelas Arief Gunawan.

Hadepe – MBS