blank
Salah satu pedagan pakaian di Pasar Johar, Kota Semarang, Jawa Tengah., beraktivitas di lapaknya yang sudah menerapkan layanan transakasi digital QRIS. (Foto: Dok)

 

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Dona, salah satu pedagang pakaian di Pasar Johar Semarang beraktivitas seperti biasa di lapak dagangannya belum lama ini.

Sudah sekira dua tahun belakangan, Dona kembali berjualan di Pasar Johar usai diresmikan setelah revitalisasi bangunan cagar budaya (BCB) itu pada Januari 2022.

Kompleks Pasar Johar tampak lebih tertata, rapi, dan bersih usai direvitalisasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Seperti diketahui sebelumnya, kebakaran melanda BCB Pasar Johar yang dahulu dirancang oleh arsitek kenamaan asal Belanda, Thomas Karsten pada era kolonial.

Pada perkembangannya di era digital saat ini, pedagang di Pasar Johar sudah adaptif menggunakan sistem pembayaran yang lebih modern yakni QRIS.

Di lapak Dona, dia telah difasilitasi sistem pembayaran digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang merupakan standar QR Code untuk pembayaran di Indonesia.

Untuk diketahui, QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dan diluncurkan pada 17 Agustus 2019 untuk mempermudah, dan mempercepat transaksi pembayaran.

Dona sudah beberapa tahun belakangan difasilitasi kemudahan penerapan sistem pembayaran non tunai atau digital menggunakan metode QRIS.

“Sangat membantu dalam berjualan, dalam transaksi ya,” kata dia belum lama ini.

Sebagai seorang pedagang, dia memahami kebutuhan masyarakat akan budaya baru bertransaksi secara digital.

“Sekarang orang mulai banyak pakai gadget (untuk pembayaran) ketimbang uang tunai,” ucap dia.

Perempuan yang cukup ramah itu bercerita, ada tipe-tipe pembeli yang lebih nyaman tidak membawa uang tunai dengan sebuah alasan.

“Biasanya kalau dari pembeli, katanya kalau bawa tunai itu (uang) cepat habisnya. Kalau ada uang (pembayaran pakai QRIS) ini bisa dikontrol,” ujarnya.

Penggunaan QRIS, lanjut Dona, akan banyak digunakan masyarakat ketika dirasa cara bertransaksi lebih memudahkan pembeli.

“Biasanya kayak gitu (pembeli), memudahkan sih yang penting,” katanya.

Dari sisi pedagang, penggunaan metode pembayaran digital QRIS juga menguntungkan.

Dia mencontohkan, bila menemui nominal transaksi yang angka pecahannya Rp1 ribu, atau Rp2 ribu tidak repot-repot mencari uang kembalian.

“Saya jadi gak ribet gak ada pecahan Rp1 ribu, atau Rp2 ribu. Lebih enak pakai QRIS itu misalnya ada kembalian, ya tidak bingung mencarinya,” katanya.

Biaya Transaksi Rp0

Terpisah, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Nita Rachmenia, mengatakan, instansi terus meningkatkan upaya kinerja penggunaan QRIS, khususnya pada sektor pelaku usaha mikro (Umi).

Bank Indonesia, kata dia, memberikan kebijakan khusus tarif Rp0 bagi pedagang atau merchant untuk transaksi di bawah Rp500 ribu per 1 Desember 2024.

“Sebelumnya dikenakan biaya 0.3% untuk transaksi maksimal Rp100 ribu. Ini sebagai bentuk dukungan kami, melihat transaksi QRIS di Jawa Tengah, 57% angkanya disumbang oleh para pelaku usaha mikro,” kata dia.

Bank Indonesia, terang Nita, membagi dua segmen merchant, yakni Reguler dan Khusus. Rinciannya untuk Reguler, terbagi dari Usaha Mikro (Umi) dengan biaya 0,3% di bawah transaksi Rp500 ribu, Usaha Kecil (Uke), Usaha Menengah (Ume), Usaha Besar (Ube) dengan biaya 0,7%.

Selanjutnya pada segmen Khusus, terbagi yakni Layanan Pendidikan dengan biaya 0,6%, Layanan SPBU, BLU, dan PSO berbiaya Rp 0,4%, serta G24, dan P2G dengan biaya 0%.

KInerja Pengguna QRIS

Dari sisi kinerja penggunaan QRIS, Nita Rachmenia, menguraikan, tren pengguna layanan transaksi digital itu terus meningkat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah.

Sejak QRIS diluncurkan pada 2019, catatan pengguna di Jawa Tengah menjadi yang terbanyak ketiga nasional dengan 7,4 juta pengguna hingga akhir Oktober 2024 atau pertumbuhan 41,96% secara tahunan year on year (YoY).

“Secara volume transaksi Jawa tengah menjadi yang terbanyak kelima secara nasional, dengan pertumbuhan 461,87% YoY,” kata dia.

Untuk pertumbuhan merchant, Jawa Tengah menjadi yang terbanyak keempat secara nasional sebanyak 3,4 juta pengguna atau tumbuh 16,29 YoY.

Nita melanjutkan, pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) mendominasi penggunaan merchant QRIS sebesar 97,98%.

Segmentasinya UMKM tersebut, kata Nita, terdiri dari Usaha Mikro (UMI), Usaha Kecil (UK), dan Usaha Menengah (UME).

“Sebaran terbanyaknya di kota Semarang 243,58%. Untuk volume transaksi terbanyak juga di Kota Semarang 73,38 persen,” kata dia.

Lebih lanjut, Nita mengajak masyarakat untuk mulai transaksi digital menggunakan QRIS karena mempunyai keunggulan, seperti kecepatan transaksi dan tak perlu membawa uang tunai.

“Kanal QRIS benefitnya atau manfaatnya banyak. QRIS juga dapat memitigasi risiko peredaran uang palsu. Saat ini QRIS masih menjadi metode paling aman untuk bertransaksi,” kata dia.

Diaz Abidin