blank
Seroang pencari ungker sedang memilah kepompong ulat itu yang menempel di daun jati sering. Foto: Kudnadi Saputro

”Saya jual setengah  kilogram Rp 40 ribu. Jika harga cocok, langsung saya antar,” kata Davin Pratama salah seorang pedagang ungker di media sosial.

Meski harganya masih tergolong tinggi, para penyuka ungker tetap rela merogoh koceknya. Mereka tidak segan-segan membeli ungker tersebut. ”Sebenarnya mikir-mikir juga, harganya mahal. Tapi karena pingin masak ungker, ya tetap saya beli,” kata Suniknanik warga Blora saat membeli ungker di Klopoduwur.

Ungker biasanya digoreng atau dioseng-oseng. “Rasa ungker itu gurih dan lezat. Apalagi jika dimasak dengan menu yang pas, dijamin tanduk terus,” imbuh Suniknanik.

Untuk diketahui, ungker adalah salah satu makanan khas masyarakat di Blora. Namun karena ungker hanya muncul saat pergantian musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, masakan itupun tidak selalu tersedia setiap saat.

Musim ungker pun biasanya hanya berlangsung beberapa pekan. Tidak mengherankan jika penyuka masakan ungker akan memburu ungker saat musimnya tiba.

Untuk perhatian, bagi warga yang rentan alergi, lebih baik hindari masakan ungker. Sebab, saat  mengonsumsi ungker terkadang menyebabkan gatal – gatal disekujur tubuh, gatal itu baru akan hilang jika dinetralisasi dengan obat antialergi.

Kudnadi Saputro